MAKALAH
LATAR BELAKANG LAHIRNYA DAN
PERKEMBANGAN FILSAFAT
Disusun Sebagai Tugas Kelompok
Mata Kuliah filsafat
umum
Dosen Pengampu: Syarnubi, M.Pd.I
Disusun
Oleh Kelompok 2:
Adam Wahyudi (1532100072)
Bagus Pamungkas (1532100092)
Dewi Putri Andesta (1532100102)
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH
PALEMBANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TA 2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad Saw.
Keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas
ajarannya hingga hari kiamat.
Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karuniaNyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “latar belakang lahirnya dan perkembangan filsafat”.
Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Filsafat
Umum Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negri Raden Fatah
Palembang. Dalam penyusunan makalah ini penulis sangat menyadari masih banyak
kekurangan dan kesalahan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah filsafat umum yang telah
memberikan materi perkuliahan serta arahannya, mudah-mudahan Allah SWT.
Membalas atas semua bantuan yang telah diberikan dengan tulus dan ikhlas.
Penulis berharap makalah ini berguna bagi kita semua amin. Atas perhatiannya
kami ucapkan terima kasih.
Akhirul kalam,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Palembang, 13
Oktober 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada zaman sekarang ini, kita telah
merasakan manfaat yang sangat besar dari perkembanagan ilmu pengetahuan dan
juga kemajuan teknologi. Perkembangan dan kemajuan ini tidak lepas dari
perkembanagn filsafat yang merupakan cikal bakal lahirnya disiplin-disiplin
ilmu serta penemuan-penemuan teknologi modern.
Pada zaman dahulu, filsafat timbul
karena keingin tahuan mereka terhadap takhayul dan ketakjuban pada alam
sehingga menghasilkan pertanyaan dan dari pertanyaan ini lahirlah filsafat.
Namun pada zaman sekarang ini, lahirnya filsafat lebih kepada keragu-raguan terhadap
sesuatu sehingga muncul pertanyaan dan lahir filsafat.
Filsafat ini berkembang dari masa
kemasa. Dan dalam setiap mas mempunyai ciri khas tertentu. Banyak yang tidak
mengetahui tahap-tahap lahir dan bekembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sebenarnya bercikal bakal dari filsafat itu sendiri. Sehingga perlu bagi
kami mengangkat sebuah judul makalah “latar
belakang lahirnya dan berkembangannya filsafat” agar kita mengetahui
bagaimana lahir dan berkembangnya filsafat yang mudah-mudahan dapat menambah
perbendaharaan tentang sejarah filsafat dan bermanfaat bagi kami juga kita
semua. Aamiin.
1.
Apa yang melatarbelakangi lahirnya filsafat?
2.
Bagaimana perkembangan filsafat?
1.
Hanya membahas tentang apa yang
melatarbelakangi lahirnya filsafat
2.
Hanya membahas tentang bagaimana
perkembangan filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
Tiap bangsa betapapun biadabnya, mempunyai
dongeng dan takhayul, Ada yang terjadi dari kisah perintang hari, keluar dari
mulut orang yang suka bercerita. Ada muslihat yang menakut-nakuti supaya anak
tidak nakal. Ada pula yang timbul dari keajaiban alam yang menjadi pangkal
heran dan takut. Dari itu alam ini penuh dengan dewa-dewa. Lama kelamaan timbul
berbagai fantasi. Dengan fantasi itu manusia dapat menyatukan ruhnya dengan alam sekitarnya. Orang yang membuat
fantasi itu tidak ingin membuktikan kebenaran fantasinya karena kesenangan
ruhnya terletak pada fantasi itu. Tetapi kemudian ada orang yang ingin
mengetahui lebih jauh. Diantaranya ada orang yang tidak percaya, ada yang
bersifat kritis, lama kelamaan timbul keinginan pada kebenaran.
Orang-orang grik pada zaman dahulu
banyak mempunyai dongeng dan takhayul. Tetapi yang ajaib pada mereka ialah
bahwa angan-angan yang indah itu menjadi dasar untuk mencari pengetahuan
semata-mata untuk tahu saja. Tidak mengharapkan untung dari itu. Berhadapan
dengan alam yang indah luas, yang sangat bagus dan ajaib pada malam hari, timbul
di hati mereka keinginan hendak mengetahui rahasia alam itu. Lalu timbul di
dalam hati mereka, dari mana datangnya alam ini, bagaimana terjadinya,
bagaimana kemajuannya dan kemana sampainya. Demikianlah selama beratus-ratus
tahun alam ini menjadi pertanyaan yang memikat perhatian ahli-ahli pikir grik.”[1]
Dari kutipan panjang ini dapat kita
ambil dua kesimpulan:
·
Pertama, dongeng dan takhayul dapat menimbulkan
filsafat. Di antara orang-orang ada yang tidak percaya begitu saja. Ia kritis,
ingin mengetahui kebenaran dongeng itu. Dari situ timbul filsafat.
·
Kedua, keindahan alam besar terutama malam hari,
menimbulkan keinginan pada orang grik untuk mengetahui rahasia alam itu.
Keinginan mengetahui rahasia alam, berupa rumusan-rumusan pernyataan, ini juga
menimbulkan filsafat.
Beerling dalam buku filsafat umum (2013:14) mengatakan bahwa
orang yunani yang mula-mula sekali berfilsafat di barat mengatakan bahwa
filsafat timbul karena ketakjuban. Ketakjuban menyaksi kan keindahan dan kerahasiaan alam semesta
ini lantas menimbulkan keinginan mengetahuinya. Plato mengatakan bahwa filsafat
dimulai dari ketakjuban. Sikap heran atau takjub itu akan lahir bentuk
bertanya. Pertanyaan itu memerlukan jawaban. Bila pemikir menemukan jawaban,
jawaban itu dipertanyakan lagi karena ia selalu sangsi pada kebenaran yang
ditemukannya.
Akan tetapi hendaknya perlu segera
dicatat bahwa pertanyaan yang yang menimbulkan filsafat bukan pertanyaan yang
sembarangan. Pertanyaan yang dangkal seperti “apa rasa gula” dapat dijawab oleh
lidah. Maka yang dimaksud dengan pertanyaan yang menimbulkan filsafat adalah
pertanyaan mendalam yang berbobot. Itulah
yang akan menimbulkan filsafat bila dijawab dengan serius. Sebagai contoh “apa
sebenarnya alam semesta ini?” maka ada filosuf yang menjawab air. Dengan alasan
prinsip dasar alam semesta adalah air karena air dapat berubah menjadi beberapa
wujud. Ada juga yang menjawab (tanah, air, udara, dan api), dan lain-lain. Pertanyaan
itulah yang menimbulkan filsafat. Pada
zaman permulaan (yunani), pertanyaan itu timbul dari takhayul dan ketakjuban
pada alam. Tapi pada zaman modern penyebab pertanyaan itu lain lagi.
Pada zaman modern ini penyebab
timbulnya pertanyaan adalah kesangsian. Sangsi itu setingkat di bawah percaya
dan setingkat dia atas tidak percaya.
Sangsi menimbulkan pertanyaan, pertanyaan menyebabkan pikiran
bekerja. Pikiran bekerja menimbulkan filsafat. Jadi, ingin tahu itulah pada
dasarnya penyebab timbulnya filsafat.
Ingin tahu ini dulunya disebabkan
oleh dongeng dan keheranan pada kebesaran alam, sedangkan pada zaman modern
ingin tahu timbul karena sangsi, lantas menginginkan kepastian. Ingin tahu
muncul dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan menimbulkan filsafat.
Mitologi atau mitos berasal dari
kata ”mite”. Seb elum filsafat lahir dan
berkembang pesat, di Yunani telah berkembang berbagai mitos. Bahkan, filsafat
pertama kali dikembangkan melalui jalan mitologis. Mitos-mitos yang berkembang
merupakan metode yang dijadikan cara untuk memahami segala sesuatu yang ada.
Berbagai pertanyaan atas ketidaktahuan atau kepenasaran manusia atas eksistensi
jagat raya ini, jawabannya hanya ada
dalam mitos. Pertanyaan dari mana asalnya bumi dan bagaimana bumi ini tercipta.
Mengapa tiba-tiba bumi menjadi gelap, kemudian terang kembali? Sebelum ditemukan
jawaban filosofis atau apalagi ilmiah, manusia hanya mampu menjawab dengan
mitos. Bumi gelap karena digengam oleh raksasa yang sedang marah, sehingga
manusia harus berusaha meredakan kemarahannya dengan berbagai cara, misalnya
memberi sesajen, meyakini adanya kekuatan lain diluar alam fisik, adanya para
dewa, dan sebagainya. Khayalan-khayalan itu menjadi”keyakinan” yang selanjutnya
membentuk pemahaman normatik tentang setiap keberadaan dan kekuatan yang ada di
dalamnya. Sebelum dunia ilmu menyatakan adanya “gerhana bulan/gerhana matahari,
manusia pada umumnya mendapat jawaban dari berbagai mitos. Mitos adalah
pencerahan masyarakat yang hidup pada masa lalu dalam menemukan jawaban-jawaban
atas masalah yang disebabkan oleh situasi dan kondisi alam.[2]
Secara historis kelahiran dan
perkembangan pemkiran yunani kuno (sistem berpikir) tidak dapat di lepskan dari
keberadaan kelahiran dan perkembangan filsafat. dalam hal ini adalah sejarah
filsafat. Dalam tradisi sejrah filsafat mengenal 3 tradisi besar, yakni:
1)
Sejarah filsafat india (sekitar 2000 sm-dewasa
ini),
2)
Sejarah filsafat cina (sekitar 600 sm- dewasa ini),
3)
Sejarah filsafat barat (sekitar 600 sm – dewasa
ini)
Dari ketiga tradisi sejarah tersebut
di atas, tradisi sejarah filsafat barat adalah basis kelahiran dan perkembangan
ilmu (scientiae/science/sain)
sebagaimana yang kita kenal sekarang ini. Titik tolak dan orientasi sejarah
filsafat baik yang diperlihatkan dalam tradisi sejarah filsafat india maupun
cina di satu pihak dan sejarah filsafat barat di lain pihak, yakni semenjak
periodesasi awal sudah memperlihatkan titik tolak dan orientasi sejarah yang berbeda.
Upaya mencari unsur induk segala
sesuatau (arche), itulah momentum
awal sejarah yang telah membongkar periode myte
(mythos/mitologi) yang mengungkung pemikiran manusia pada masa itu karena
rasionalitas (logos) dengan suatu
metode berfikir untuk mencari sebab awal dari segala sesuatu dengan menurut
dari hubungan kualitasnya (sebab akibat). Jadi unsur berpikir penting ilmiah
sudah mulai dipakai, yakni: rasio dan logika (konsekuensi). Meskipun tentu saja ini arche yang dikemukakan para filosuf tadi masih bersifat spekulatif
dalam arti masih belum dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan pembuktian
(verivikasi) melalui ovservasi maupun eksperimen (metode) dalam kenyataan atau
(empiris), tetapi prosedur berfikir
untuk menemukannya melalui sesuatu bentuk berfikir sebab akibat secara rasional
itulah yang patut dicatat sebagai sesuatu arah baru dalam sejarah pemikiran
manusia. Hubungan sebab akibat inilah yang dalam ilmu pengetahuan disebut
sebagai hukum (ilmiah).[3]
Dari sini kita bisa ketahui bahwa mitos adalah pencerahan masyarakat jaman
dahulu dalam menemukan jawaban atas masalah-masalah situasi dan kondisi yang
dihadapi. Dan logos adalah prosedur
berfikir untuk menemukan kebenaran melalui sesuatu bentuk berfikir sebab akibat
secara rasional. Itulah yang patut dicatat sebagai sesuatu arah baru dalam
sejarah pemikiran manusia. Hubungan sebab akibat inilah yang dalam ilmu
pengetahuan disebut sebagai hukum (ilmiah).
Pada zaman ini dikenal sebagai abad
pertengahan (400-1500). Filsafat pada abad ini dikuasai dengan pemikiran
keagamaan (kristianai). Puncak filsafat kristiani ini adalah patristik (lt.
“patres”/bapa-bapa gereja. Dan skolastik patristik sendiri dibagi atas
patristik yunani (atau patristik timur) dan patristik latin (atau patristik
barat).
Ajaran-ajaran dari bapa gereja ini
adalah filsafi teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan
bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling
dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak berpengaruh dari plotinos. Pada
masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi “diabdikan”
untuk dogma agama.[4]
Zaman skolastik (sekitar tahun
1000), pengaruh plotinus diambil alih oleh aristoteles. Pemikiran-pemikiran
kembali dikenal dalam karya beberapa filosuf yahudi maupun islam. Pengaruh
aristoteles demikian besar sehingga ia (aritoteles) di sebut sebgai “yang
filsuf” sedangkan averroes yang banyak
membahas karya aristoteles dengan iman kristiani menghasilkan filsuf penting
sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa abad pertengahan, yaitu,
dari ordo dominikan dan fransiskan. Filsafatnya disebut “skolastik”. Karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam
sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang
baku dan bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada
hubungan antara iman dengan akal budi. Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak
dengan agama, dengan melihat sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang
lain.
Jadi, zaman patristik adalah zaman
dimana filsafat dikuasai oleh bapa-bapa kristen, atau juga disebut sebagai ahli
agama kristen. Sehingga filsafat berkembang untuk memperlihatkan bahwa iman
sesuai dengan pikiran-pikiran paling
dalam dari manusia. era filsafat ini berlandaskan akal-budi yang
diabdikan untuk dogma agama.
Sedangkan zaman skolastik adalah periode
di abad pertengahan dimana filsafat berkembang melalui sekolah-sekolah yang
didirikan sehingga banyak muncul pengajar-pengajar ulung dalam berkembangnya
filsafat tersebut.
Jembatan antara abad pertengahan dan
jaman modern adalah jaman “renesanse”. pembaharuan yang sangat bermakna pada
jaman ini adalah “antroposentrisme”nya. Artinya pusat perhatian pemikiran tidak
lagi kosmos seperti pada jaman yunani kuno. Setelah renesanse mulailah jaman barok,
pada jaman ini rasionalitas ditumbuh kembangkan oleh filsuf-filsuf. Para filsuf
di sini menekankan pentingnya kemungkinan-kemungkinan akal-budi “ratio” di
dalam mengembangkan pengetahuan manusia.
Pada abad ke delapan belas mulai memasuki
perkembangan baru. Setelah renesanse setelah rasionalisme jaman barok,
pemikiran manusia mulai dianggap telah “dewasa”. Periode perkembangan pemikiran
filsafat disebut sebagai “jaman pencerahan” atau “fajar budi”. Filsuf-filsuf
pada jaman ini disebut sebagai para “empirikus”, yang ajarannya lebih
menekankan bahwa suatu pengetahuan adalah mungkin karena adanya pengalaman
indrawi manusia.
Pengetahuan yang dimiliki manusia
merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran
dan pikiran manusia) dengan impresi yang
dipeoleh dari pengalaman.
Jadi, pada jaman modern ini lahir
dan berkembanag tradisi ilmu pengetahuan yang merupakan hasil sitesis antara
pengetahuan yang memang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia, dan pengetahuan
yang diperoleh dari pengalaman.
Pada abad ketujuh belas dan delapan
belas perkembangan filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran
besar;rasionalisme,empirisme, dan idealisme dengan mempertahankan
wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat abad ketujuh belas dan
abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad kedua puluh
banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah pengaruhnya
lebih tertentu. Akan tetapi justru menemukan bentuknya atau fomat yang lebih
bebas dari corak spekulasi filsafati dan otonom. Aliran-aliran tersebut antara
lain; positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme,
neo-tomisme dan fenomenologi.
Pada periode terkini (kontemporer)
setelah aliran-aliran sebagaimana disebut diatas munculah aliran-aliran
filsafat, misalnya;”strukturalisme” dan “postmodernisme”. Sehingga, dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak
dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah
penelitian(search dan research).
BAB III
PENUTUP
Latar belakang lahirnya filsafat
adalah rasa ingin tahu yang menimbulkan pertanyaan, pertanyaan menyebabkan
pikiran bekerja. Pikiran bekerja menimbulkan filsafat. Jadi, ingin tahu itulah
pada dasarnya penyebab timbulnya filsafat.
Pada zaman permulaan (yunani),
pertanyaan itu timbul dari takhayul dan ketakjuban pada alam, lantas
menimbulkan keinginan mengetahuinya. Sehingga dari situ timbul filafat. Namun
berbeda Pada zaman modern ini, penyebab timbulnya pertanyaan adalah kesangsian.
Sangsi itu setingkat di bawah percaya dan setingkat dia atas tidak percaya.
lantas menginginkan kepastian. Ingin tahu muncul dalam bentuk pertanyaan.
Pertanyaan menimbulkan filsafat.
Perlu dipahami bahwa pertanyaan yang
menimbulkan filsafat bukan pertanyaan yang sembarangan. Pertanyaan yang dangkal
seperti “apa rasa gula” dapat dijawab oleh lidah. Maka yang dimaksud dengan
pertanyaan yang menimbulkan filsafat adalah pertanyaan mendalam yang berbobot. Itulah yang akan
menimbulkan filsafat bila dijawab dengan serius.
Perkembangan filsafat, filsafat
pertama kali dikembangkan melalui jalan mitologis. Mitos-mitos yang berkembang
merupakan metode yang dijadikan cara untuk memahami segala sesuatu yang ada.
Berbagai pertanyaan atas ketidaktahuan atau kepenasaran manusia atas eksistensi
jagat raya ini, jawabannya hanya ada
dalam mitos. Pertanyaan dari mana asalnya bumi dan bagaimana bumi ini tercipta.
Mengapa tiba-tiba bumi menjadi gelap, kemudian terang kembali? Sebelum ditemukan
jawaban filosofis atau apalagi ilmiah, manusia hanya mampu menjawab dengan
mitos.
Mitos adalah pencerahan masyarakat yang hidup pada
masa lalu dalam menemukan jawaban-jawaban atas masalah yang disebabkan oleh
situasi dan kondisi alam.
Logos di sini adalah suatu prosedur berfikir
tentang sebab akibat secara rasional sebagai sesuatu arah baru dalam sejarah
pemikiran manusia. Hubungan sebab akibat inilah yang dalam ilmu pengetahuan
disebut sebagai hukum (ilmiah). Adapun perkembangan filsafat dari zaman-kezaman
ialah:
Zaman patristik adalah zaman dimana
filsafat dikuasai oleh bapa-bapa kristen, atau juga disebut sebagai ahli agama
kristen. Sehingga filsafat berkembang untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai
dengan pikiran-pikiran paling dalam dari
manusia. era filsafat ini berlandaskan akal-budi yang diabdikan untuk dogma
agama.
Sedangkan zaman skolastik adalah
periode di abad pertengahan dimana filsafat berkembang melalui sekolah-sekolah
yang didirikan sehingga banyak muncul pengajar-pengajar ulung dalam
berkembangnya filsafat tersebut.
Pada jaman moderen lahir dan
berkembanag tradisi ilmu pengetahuan yang merupakan hasil sitesis antara
pengetahuan yang memang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia, dan
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman.
Pada periode terkini (kontemporer)
setelah aliran-aliran sebagaimana disebut diatas munculah aliran-aliran
filsafat, misalnya;”strukturalisme” dan “postmodernisme”. Sehingga, dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak
dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah
penelitian(search dan research).
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Hakim, atang abdul dan Saebani, beni ahmad.
2008. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka
Setia
Ø
Martini, eka. 2013. Filsafat Ilmu, Palembang: Noer Fikri Offset
Ø
Tafsir, ahmad. 2013. Filsafat Umum “akal dan hati sejak
thales sampai capra”, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Ø
Zaprulkhan. 2013. Filsafat Umum “sebuah pendekatan tematik”, Jakarta: Rajawali Pers
[1] Ahmad tafsir, filsafat umum “akal dan hati sejak thales sampai
capra”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013). hlm. 14
[2] Atang abdul hakim dan Beni ahmad
saebani, filsafat umum, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008). hlm. 41
[3] Eka martini, filsafat ilmu, (Palembang: Noer Fikri
Offset, 2013). hlm. 18
[4] Eka martini, Filsafat ilmu, hlm. 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar