MAKALAH
Historiografi Arab Pra-Islam: (ayyam Al-‘Arab Dan Al-Ansab)
Makalah Ini Kami
SusunUntukMemenuhi
Mata Kuliah Historiografi Islam
DOSEN PENGAMPU:
Nyayu Soraya, M.Hum
DISUSUN OLEH :
Adi Febi Hidayat(1532100074)
Ayu Septiani(1532100090)
Dhona Arba(1532100105)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2015
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Arab pra-Islam dikenal dalam sejarah dengan sebutan Arab Jahiliyah. Istilah ini
biasa diartikan sebagai masa kebodohan dan identik dengan kehidupan nomaden,
barbar, dan sarat dengan peperangan dan pertumpahan darah. Bangsa Arab pra-Islam merupakan suatu masyarakat primitif yang mempunyai kepercayaan serba
dewa. Kehidupan mereka nomaden serta mempunyai etnis dan genealogis
tersendiri juga menghasilkan historiografi genealogis pula, mereka menyebutkan
dengan nasab.
Karena
masyarakat Arab pra-Islam tidak
mempunyai budaya tulis, maka sumber-sumber sejarah yang menjelaskan periode ini
hanyalah riwayat, legenda, peribahasa, dan terutama syair-syair . Arab pra-Islam terkenal dengan syair-syair yang menceritakan kisah-kisah peperangan
gerilya, kehidupan di gurun pasir
yang tandus, pertumpahan darah karena masalah lahan,
peternakan, dan antar suku.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Historiografi Pada Msa Pra-Islam?
2.
Bagaimana Tradisi Al-Ayam pada masa Pra-Islam?
3. Bagaiman
Tradisi Al-Anshab pada Masa Pra-islam?
C. Batasan Masalah
1. Hanya
Membahas Historiografi Bangsa Arab Pra-Islam
2. Hanya Membahas Mengenai Tradisi Al-Ayyam Pada
Masa Pra Islam.
3. Hanya
Membahaa Mengenai Tradisi Al-Anshar Pada Masa Pra-Islam.
D. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
historografi Islam pada masa pra-Islam.
2. Mengetahui trdisi
al-Ayyam pada masa pra-Islam.
3. Mengetahui tradisi
al-Ansab pada masa pra-Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Sekilas pengertian Historiografi Islam
Secara etimologi, kata “histografi
merupakan gabungan dari dua kata yaitu history yang berarti sejarah dan grafi yang berate deskripsi penulisan.
History
berasal dari kata benda Yunani “ istoria”
yang berarti ilmu. Akan tetapi dalam perkembangan zaman, kata Latin yang sama
artinya, yakni “scientia” lebih seing
digunakan untuk menyebutkanpemaparan sisitematis non-kronologis mengenai gejala
alam, sedangkan kata “istoria”
diperuntukkan bagi pemaparan megenai gejala-gejala, terutama hal ihwal manusia,
daam urutan kronologis. Sekarang “history”
menurut definisi yang paling umum berarti “masa lampau manusia”. [1]
Sejarah Arab Pra-Islam
Bangsa Arab sebelum islam biasanya
disebut Arab Jahiliah bangsa yang belum berperadaban, bodoh, dan tidak mengenal
aksara. Namun, bukan berarti tidak seorang pun dari penduduk Jazirah Arab yang
mampu membaca dan menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi diketahui sudah
mampu membaca dan menulis sebelum mereka masuk Islam. Hanya saja baca tulis
ketika itu belum menjadi tradisi, tidak dinilai sebagai sesuatu yang penting,
tidak pula menjadi ukuran kepandaian dan kecendikiaan.[2]
Akan tetapi, Bangsa Arab, terutama
Arab bagian Utara, dikenal sebagai orang-orang yeng memiliki kemampuan tinggi
dalam menggubah syair, dan syair-syair itu diperlombakan dan yang unggul
diantaranya ditulis untuk digantung di Ka’bah. Malalui tradisi sastera
tersebut, diketahui bahwa peristiwa-peristiwa besar dan penting secara faktual
ikut memberi
pengaruh dan mengarahkan perjalanan sejarah mereka. Nilai-nilai yang menyertai
peristiwa-peristiwa penting itu mereka abadikan dengan berbagai cara, seperti
kisah, dongeng, nasab, nyanyian, syair, dan sebagainya.[3]
Orang Arab sebelum Islam dan pada
awal kebangkitan Islam, tidak atau belum menulis sejarah. Peristiwa-peristiwa
sejarah disimpan dalam ingatan. Bukan hanya karena mereka buta aksara, tetapi
juga karena mereka beranggapan bahwa kemampuan mereka lebih terhormat. Semu
aperistiwa sejarah itu diingat dan diceritakan berulag-ulang. Demikian pula
dengan hadist-hadist Nabi.[4]
Dunia Arab pra Islam merupakan kancah peperangan terus menerus. Akibat
peperangan yang terus menerus kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu
bahan-bahan sejarah Arab pra Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab dan
dalam bahasa Arab. Pengetahuan tentang Arab pra Islam diperoleh melalui syair-syair yang beredar di kalangan
para perawi syair.[5]
Jadi, Bangsa Arab pra-Islam memepunyai tradisi tersendiri untuk
mengabadikan sejarah-sejarah yang ada pada zaman itu, mereka tidak menggunakan
tulisan untuk mengabadikan sejarah-sejarah tersebut, melainkan dengan tradisi lisan.
Untuk mengetahui secara mendalam sejarah perjalanan dan
warisan asli penduduk Jazirah Arab pada masa Jahiliyah itu, perhatian harus
diarahkan kepada tradisi lisan itu. Orang-orang Arab sebelum Islam memang telah
mengenal tradisi yang menyerupai bentuk sejarah lisan itu. Itulah yang disebut
dengan al-Ayyam (hari-hari penting)
dan al-Ansab (silsilah).
Kabilah-kabilah Arab meriwayatkan al-ayyam yang terdiri dari perang-perang
dan kemenangan-kemenangan, untuk tujuan membanggakan diri terhadap
kabilah-kabilah yang lain, baik dalam bentuk syair maupun prosa yang
diselang-selingi syair. Syair itulah yang melestarikan perpindahan dan
mendiseminasikan berita itu. Apabila syair itu terlupakan, maka riwayat-riwayat
itu juga terlupakan.[6]
Ayyam al-‘Arab berasal
dari bahasa arab yang berarti perang-perang ampar kabilah Arab. Di kalangan
masyarakat Arab pra-Islam (Jahiliyah) sering terjadi konflik antar kabilah karena
perselisihan dalam mencapai kepemimpinan, perebutan sumber-sumber air dan
padang rumput untuk pengembalaan ternak. Konflik itu sering menyebabkan
peperangan yang menumpahkan darah. Hari-hari perang itu dikenal dengan Ayyam al-‘Arab yang secara etimologis berarti hari-hari penting bangsa Arab. Disebut
“hari-hari penting karena peperangan itu berlangsung pada siang hari. Ketika malam tiba,
peperangan dihentikan sampai fajar menyingsing.[7]
Peperangan antar kabilah-kabilah arab itu, karena demikian sering terjadi
sehingga dapat dikatakan tidak pernah berhenti dan sudah menjadi tradisi. Oleh
karena itulah, undang-undang tak tertulis (konvensi) yang ditaati Bangsa Arab,
baik yang kuat maupun yang lemah, waktu itu adalah “pembalasan dendam” (al-akhz-bi al-tsa’r) yang sudah menjadi
hukum suci bagi mereka apabila anggota satu kabilah membunuh anggota kabilah
lainnya, maka kabilah yang terakhir “berhak” membunuh anggota kabilah pembunuh.
Peperangan baru berakhir setelah didamaikan oleh pihak ketiga, biasanya, dengan
menetapkan denda yang harus dibayar oleh pihak yang bersalah. Seringkali juga,
pihak yang dirugikan tidak bersedia menerima denda, sebelum di pihak bersalah
ada yang terbunuh, karena itu dapat menjatuhkan reputasi kabilah. Inilah yang
biasanya menyebabkan berkelanjutannya peperangan antar kabilah sampai beberapa
generasi. Peperangan juga bisa disebabkan oleh perkara sepeleh misalnya
seseorang dari satu kabilah menghina anggota kabilah lainnya, atau perbedaan
pendapat berkenaan dengan hak-hak perorangan yang segera melibatkan kabilah
masing-masing. Perperangan antara dua kabilah sering diperdahsyat oleh
terlibatnya kabilah-kabilah lain yang menjadi sekutu dua kabilah yang terlibat
perperangan.[8]
Peristiwa-perisiwa perang antar
kabilah-kabilah Arab itu diabadikan dalam gubahan syair atau kisah yang
diselang-selingi dengan dengan syair, yang dimaksudkan untuk tujuan
membangga-banggakan kabilah-kabilah lainnya. Syair atau kisah yang
diselang-selingi syair itu, pada masa pra-Islam, diwariskan secara
turun-temurun secara lisan. Syair-syair dan prosa itu, pada masa awal Islam
dihimpun secara tertulis pada abad ke-2 Hijrah (ke-8 M) dalam buku-buku
terutama sastra.[9]
Kadang-kadang peperangan itu
dinamakan dengan nama lokasi peperangan atau nama sumber air yang menyebabkan
peperangan, seperti Yaum ‘Ayn Abagh (Perang/Peristiwa/Hari
Sumber Air Abagh), Yaum Dzi Qiar (Perang/Peristiwa/
Hari Dzi Qar, nama kampong) dan Yaum Syi’b Jabalah (Perang/Peristiwa/Hari Syi’b
Jabalah, nama kampong), dan kadang-kadang dinamakan dengan nama orang atau hewan
atau apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya perperangan itu, seperti Yaum al-Basus (nama seorang wanita tua)
dan Yaum Dabis al-Ghabra’ (nama kuda jantan dan unta betina).[10]
Disini kami akan memberikan sebuah
kisah yang berhubungan dengan syair yang membanggakan kabilah atau kaum yang
bersangkutan.
Hassan adalah penyair Rasulullah dan
penyair Islam. Dan Tsabit adalah juru bicara Rasulullah dan juru bicara Islam.
Kalimat dan kata-kata yang keluar dari mulut Tsabit bin Qais kuat, padat,
keras, tegas, dan mempesonakan.
Pada tahun datangnya utusan-utusan
dari berbagai penjuru semenanjung Arabia, datanglah ke Madinah perutusan Bani Tamim
yang mengatakan kepada Rasulullah SAW, “kami datang akan berbangga diri kepada
anda, maka izinkanlah kepada penyair dan juru bicara kami menyampaikannya!”.
Maka Rasulullah SAW tersenyum, lalu katanya, “telah kuizinkan bagi juru bicara
kalian, silahkanlah!”.
Juru bicara mereka Utharid bin Hajib
pun berdirilah dan mulai membanggakan kelebihan-kelebihan kaumnya. Dan sewaktu
menyatakannya telah selesai, Nabi pun berkata kepada Tsabit bin Qais,
“berdirilah dan jawablah!”.
Tsabit bangkit menjawabnya, “Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah”.
“Langit dan bumi adalah ciptaan-Nya,
dan titah-Nya telah berlaku pada-Nya”.
“Ilmu-Nya meliputi kerajaan-Nya,
tidak ada satu pun yang ada, kecuali dengan karunia-Nya.”
“kemudian dengan kodrat-Nya juga,
dijdikan-Nya kita golongan dan bangsa-bangsa.”
“dan ia telah memilih dari
makhluk-Nya yang terbaik seorang Rasul-Nya. Berketurunan, berwibawa dan jujur
kata tuturnya. Dibekali-Nya Al-Quran dibebani-Nya amanat membimbing kejalan
persatuan umat. Dialah pilihan Allah dari yang ada di alam semesta. Kemudian ia
menyeru manusia agar beriman kepadanya, maka berimanlah orang-orang Muhajirin
dari kaum dan kerabatnya, yakni orang-orang yang termulia keturunannya dan yang
paling baik amal perbuatannya. Dan setelah itu, kami orang-orang Anshar, adalah
yang pertama pula memperkenalkan seruannya. Kami adalah pembela-pembela agama
Allah dan penyokong-penyokong Rasul-Nya.”[11]
Kisah-kisah yang berhubungan dengan
peristiwa penting bangsa Arab yang terekam dalam adab al-ayyam ini menyatakan pada kita bahwa tradisi al-ayyam ini sudah berlangsung sangat
lama. Hal itu ditunjukan oleh kenyataan adanya bagian-bagian sejarah tertua
yang tertuang dalam Taurat juga
dipisahkan adab al-ayyam itu.
Peristiwa itu kelihatannya pada mulanya lebih merupakan cerita legenda sebelum
masuk kepada kisah-kisah historis. Dengan menunjuk kepada contoh-contoh yang
terdapat di dalam Taurat itu,
terlihat bagaimana pentingnya makna kesasteraan al-ayyam itu bagi bangsa Arab, baik dalam bentuk syair maupun dalam
bentuk prosa. Akan tetapi, dari sana terlihat pula bahwa sastera al-ayyam itu tidak disandarkan pada
sumber-sumber tertulis.[12]
Kisah al-ayyam
ini terus berlangsung sampai awal kebangkitan Islam. Kisah-kisah al-ayyam pada
prinsipnya lebih merupakan karya sastra daripada karya sejarah. Kisah-kisah itu
diriwayatkan untuk menghibur dan menimbulkan rasa gembira bagi para pendengar,
di samping untuk pewarisan nilai-nilai tertentu.[13]
Sebagai
sebuah karya, tentukan Ayyam al-‘Arab mempunyai cirri tersendiri jika dibandingkan
dengan karya sastra lainnya, yaitu:[14]
1.
al-madh (pujian), yaitu
memuji-muji kepahlawanan seseorang. Terutama dari kabilah penggubah itu
sendiri,
2.
al-haja’ (hinaan), yaitu
merendahkan kabilah musuh,
3.
al-ghazl (rayuan),
4.
fanatisme
kabilah.
Pada
masa pra islam, bangsa Arab tidak memiliki kalender yang tetap. Mereka memakai
ingatan atau catatan sejarah yang berhubungan dengan kejadian penting di masa
mereka.[15]
Melalui
kisah-kisah al-ayyam itu, kita dapat mengetahui
keadaan bangsa Arab di masa sebelum Islam sebagai sumber sejarah Haji Khalifah,
sejarawan Arab, dikutip oleh Muhammad Fathi Utsman mengatakan: “Ilmu Ayyam
al-Arab adalah ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa besar di antara
kabilah-kabilah Arab. Ilmu ini selayaknya menjadi salah satu cabang dari Ilmu
sejarah.”[16]
Secara
umum, ciri-ciri khas al-ayyam sebagai karya sastera yang mengandung informasi
sejarah, di antaranya:
1.
perhatian
khususnya terletak pada kehidupan masyarakat kabilah,
2.
penggubah
syair-syair dalam kisah al-ayyam tidak dikenal lagi, sehingga menjadi milik
bersama kabilah bersangkutan,
3.
kronologi
peristiwa-peristiwa sangat ruwet,
4.
objektivitasnya
diragukan.[17]
Jadi, pada
tradisi al-Ayyam al-‘Arab ini prinsipnya
lebih merupakan karya sastera daripada sejarah. Dan kisah-kisah yang
berhubungan dengan peristiwa penting bangsa Arab yang terekam dalam gubahan
syair, legenda maupun prosa.
Penting
diketahui pula bahwa tradisi al-ayyam masih tetap berlangsung pada awal
kebangkitan islam dan banyak memengaruhui langgam sejarah penulisan islam pada
masa berikutnya terutama pada aliran Irak.[18]
B. Al-Ansab
Al-Ansab adalah jamak dari nasab yang berarti
silsilah (gneologi) sejak masa
jahiliyah oaring-orang arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuan
tentang nasab. Ketika itu, pengetahuan tentang nasab ini merupakan salah satu
cabang pengetahuan yang dianggap penting. Setiap kabilah menghapal silsilahnya.
Semua anggota keluarganya menghapalnya agar tetap murni, dan silsilah itu
dibanggakan terhadap kabilah-kabilah lain.[19]
Nasab
juga dikaitkan dengan syair. Topik-topik utama syair orang-orang Arab bahkan
berkenaan dengan masalah nasab ini, dan dengan syair-syair itu pula mereka
membanggakan nasab mereka masing-masing, yang berhubungan dengan masa kejayaan
dan kehormatan. Kehormatan suatu kabilah tergantung pada prestasi-prestasi yang
pernah dicapai oleh nenek moyang mereka. Al-ayyam (hari-hari peperangan antar
kabilah) sering kali mengandung informasi tentang nasab.
Namun hal ini bukan merupakan
alasan mereka peduli akan sejarah, sebab:
1.
pada
masa sebelum Islam perhatian terhadap geneologi (silsilah,nasab) belum
mengambil bentuk tradisi tulis, mereka hanya menghapal,
2.
banyak
pengetahuan geneologi ini yang lenyap bila tidak ada yang menghapalkannya,
3.
hapalan
tentang nasab-nasab dalam sejarah itu, terdapat mitos-mitos dan dongeng-dongen
itu yang berkenaan dengan nasab yang bersangkutan.[20]
Secara garis besar historiografi Islam al-Ansab ini adalah
historiografi yang berkenaan kepada pengetahuan mengenai nasab (keturunan) masyarakat
Arab pra-Islam.
A.
Historiografi Arab pra-Islam
Bangsa Arab pra-Islam memepunyai tradisi tersendiri untuk mengabadikan
sejarah-sejarah yang ada pada zaman itu, mereka tidak menggunakan tulisan untuk
mengabadikan sejarah-sejarah tersebut, melainkan dengan tradisi lisan.
B.
Historiografi al-Ayyam al-‘Arab
Tradisi al-Ayyam
al-‘Arab ini prinsipnya
lebih merupakan karya sastera daripada sejarah. Dan kisah-kisah yang
berhubungan dengan peristiwa penting bangsa Arab yang terekam dalam gubahan
syair, legenda maupun prosa.
C.
Historiografi Islam al-Ansab
Historiografi Islam al-Ansab ini adalah
historiografi yang berkenaan kepada pengetahuan mengenai nasab (keturunan)
masyarakat Arab pra-Islam.
Ø Badri, Yatim.Historiografi
Islam.Ciputat:PT Logos Wacana Ilmu.1997.
Ø Musyarof ,Ibtihad.Biografi
Tokoh Islam.Jakarta Selatan:Tugu Publisher.2010.
Ø http://hadifauzan.blogspot.ae/2013/11/historiografi-arab-pra-islam-al-ayyam.html?m=1
Ø K.Philip, Hitti.History of The Arabs.Jakarta:Serambi Ilmu Semesta.2005.
[3] Hitti, K.
Philip, History of The Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin
dan Dedi Slamet Riyadi,(
Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2005). Hal. 31.
[6]Hadi fauzan,
http://hadifauzan.blogspot.ae/2013/11/historiografi-arab-pra-islam-al-ayyam.html?m=1
, 10 maret 2016.14.32WIB. pakjo, angkatan 45. SumSel
[9] Op.cit., hal.31.
[12] Hadi fauzan, http://hadifauzan.blogspot.ae/2013/11/historiografi-arab-pra-islam-al-ayyam.html?m=1
, 10 maret 2016.14.32WIB. pakjo, angkatan 45. SumSel.
[17] Hadi fauzan, http://hadifauzan.blogspot.ae/2013/11/historiografi-arab-pra-islam-al-ayyam.html?m=1
, 10 maret 2016.14.32WIB. pakjo, angkatan 45. SumSel.
[19] Op.cit.,
hal. 38.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar