Add caption |
objek material dan objek formal filsafat
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak hadirnya manusia di dunia
sebagai makhluk bumi, sebenarnya mereka telah memiliki ilmu pengetahuan sebagai
penolong hidupnya untuk bertahan dan melangsungkan berkelanjutan generasinya
hingga hari ini. Dalam persektif agama, ilmu bersumber dari Sang Khalik Ketika
Tuhan hendak menciptakan manusia, tentu saja telah dibekali dengan seperangkat
aat deteksi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Semua alat deteksi telah diciptakan
kepada diri manusia, berupa akal pikiran untuk mengkaji, dan melakukan riset di
dunia; demikian juga mata hati dan oerasaan untuk merespon, menanggapi,
menilai, memilih, dan melahirkan keputusan yang tepat dan benar, yangbersuara
halus yang tidak perna salah dalam memutuskan sesuatu.
Sejarah perjalanan ilmu pengetahuan
mulai dari klasik hingga kontemporer tercatat, banyak temuan ilmuan yang tidak
dapat terjawap secara tuntas karena keterbatasan manusia itu sendiri.
Sintesis dari keterbatasan di kemukakan
Mohammad Bahrun (2012), tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat
dijawap secara positif oleh ilmu pengetahuan. Karenanya ilmuitu terbatas;
terbatas pada subjek, objek, metologinya sendiri. Sedangkan menurut Endang
Saifuddin Anshari (2009), tidak semua persoalan manusia ada jawabannya dari
agama. Ada beberapa poin masalah manusia yang tidak ada jawabannya dalam agama.
Pertama, soal –soal yang prinsipiel, seperti kendaraan berjalan sebelah kiri
atuau kanan dan soal perbankan. Kedua, Persoalan yan tidak secara tegas dibahas
di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah diserahkan Ijtihat (produk pemikiran
manusiayang tidak bertentangan dengan tekstualnya wahyu Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi).
Berdasarkan itu, Noeng Muhajir
(2007), mengatakan ilmu dan filsafat yang bersumber kitab suci ini sebagai
epistemologi mora dan religius. Sementara itu, ada pula yang memfokuskan pada
eksistensi Tuhan, penciptaan alam semesta, dan kesusilaan. Muhajir menyimpulkan
bahwa keyakinan religius tumbuh dalam penghayatan religius. Dengan kekuatan
akal budi 9 ilmu dan filsafat ), mausia dapat memetik kebenaran.
1
Dalam kontekini, maka dapat
dipahami tentang kebenarannya,yakni: Pertama, kebenara hakiki, yaitu kebenran
mutlak yang bersumber dari wahyu ilahi. Kedua, kebenaran ilmiah ilmu
pengetahuan yaitu kebenaran yang disandarkan pada teori kebenaran dan bukti
empiris yang diriset dan ditelaah.
Secara umum dikenal menjadi 3 kriteria
kebenaran ilmiah. Pertama, kohorensi, yakni teori kebenaran yang mendasarkan
diri pada kriteria kebenaran secara konsisten pada suatu argumentasi.
Kedua, korespodensi, yakni teori
kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria tentang kesesuaian antara materi
yang dikandung suatu pernyataan dan objek pernyataan, seperti manis, tawar, asin.
Artinya, secara teoretis dan empris terbukti adanya dan tidak terbantahkan.
Tujuan studi filsafat adalah
menghantarkan seseorang kedalam dunia filsafat, sehingga minimal dia dapat
mengtahui apakah filsafat, maksud dan tujuannya.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, yang
dikenal sebagai ilmuan filsafat Indonsia dan ahli pikir filsafat pancasila,
studi filsafat dimaksudkan untuk “pendidikan mental”. Pendidikan mntal yang di
adalah cara atau bentuk mentalis filsafat yang memuat tujuan umum dan tujuan
khusus. Adapun tujuan umumnya adalah menjadikan manusia yang susila. Pengertian
“susila” di sini terdapat dalam ruang lingkup tertentu sesuai dengan tempat dan
aturan yang ada.
Sedangkan tujuan khususnya adalah
menjadikan manusia yang berilmu. Dalam hal ini, ahli filsafat dipandang sebagai
orang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan (ilmuan), yang selalu mencari
kenyataan kebenaran dari semua problem pokok keilmuan.
Pebedaan orang yang berfilsafat
dengan yang tidak berfilsafat terletak pada sikap seseorng terhadap hidupnya.
Karena filsafat akan mengajarkan kepada kita tentang kesadaran, kemauan, dan
kemampuan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individual,
makhluk sosial, dan makhluk tuhan untuk diaplikasikan dalam hidup, maka yang
diperlukan dalam studi filsafat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 OBJEK FILSAFAT
Filsafat merupakan bagian dari filsafat
pengetahuan. Secara umum, untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud
dengan filsafat, maka diperlukan pembahasan yang dapat menggambarkan dan
memberi makna khusus dalam mempelajari objek-objek yang ada dan terkait dengan
filsafat , untuk itu didalam memepelajari filsafat terdapat dua objek, yaitu objek material dan
objek formal.
Berikut
penjelasan dari kedua objek tersebut.
Objek material adalah
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. “Ada” disini mempunyai tiga
pengertian, yaitu ada dalam kenyataan, pikiran, dan kemungkinan. [1]
Sedangkan
objek formal adalah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat
ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang
tidak empiris. [2]
Menurut
Ir. Poedjawijatna yang menentukan perbedaan ilmu yang satu dengan yang lainnya
adalah objek formalnya, sehinggga kalau ilmu membatasi diri dan berhenti pada
dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat
hendak mencari keterangan yang sedalam dalamnya, inilah objek formal filsafat[3].
Tentang objek material
ini banyak yang sama dengan material sains bedanya ialah dalam dua hal.
Pertama, sains
menyelidiki objek material yang empiris sedangkan filsafat menyelidiki objek itu juga tetapi bukan bagian yang empiris
melainkan bagian yang abstrak. Kedua, ada objek material filsafat yang memang tidak dapat
diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek material yang
material yang selama-lamanya tidak empriris. Jadi, objek material filsafat
lebih tinggi dari objek material sains.[4]
Segala sesuatu yang ada
artinya yang ada dengan sendirinya dan keberadaannya disebabkan oleh keberadaan
yang lain. Segala sesuatu yang ada, ada yang wajib adanya bukan karena
kemungkinan lain dan ada yang tidak wajib adanya dan wajib bergantung kepada
beberapa kemungkinan.
Segala sesuatu yang
wajib ada secara filosofis adalah wujud dari keberadaan yang ada dengan
sendirinya dan tidak berada dengan sendirinya. Ada itu adakalanya tergambarkan
oleh pancaindra, seperti langit, bumi, bulan, bintang, manusia, dan gunung – gunung,
tetapi ada yang tidak tampak menurut keterbatasan manusia, misalnya Sang
Pencipta alam itu.
Manusia merupakan objek material filsafat, dilihat dari
kedudukannya sebagai manusia di muka bumi maupun fungsi dan perannya sebagai
anggota masyarakat. Akan tetapi, jika berbicara tentang bagimana nasib dan takdir
manusia, jodoh, rezeki, batas usia dan
masa depannya hal ini bukan lagi objek material melainkan objek formal. Oleh
karena itu, jawaban – jawaban filosofis terhadap masalah demikian murni
mengandalkan logika, tanpa memperdulikan kebenaran observatif yang ditemukan
oleh sains.
Sebagi contoh, tidur dan mimpi. Tidur merupakan masa
istirahatnya tubuh dan urat saraf manusia. Mata yang letih anggota badan yang
terlalu capek atau kekenyangan yang dengan mudah merangsang rasa kantuk dan
akhirnya tetidur lelap. Dalam tidur sering muncul mimpi, padah realitasnya
orang yang sedang mimpi berada di bawah alam sadar. Tidur sama dengan mati dan
mati sama dengan tidur yang panjang. Lalu, mengapa orang berada di bawah alam
sadar dapat bermimpi? Apakah mimpi itu realitas atau khayalan? Tentu saja,
orang yang sedang tidur tidak dapat untuk berkhayal. Dengan demikian mimpi
adalah realitas yang dialami oleh orang dialam bawah sadar. Apabila orang
bermimpi dikejar – kejar setan, ada yang dalam mimpinya benar - benar
ketakutan, tidurnya terlihat gelisah dan berteriak histeris. [5]
Dalam filsafat, semua realitas diatas bukan realitas yang
sebenar-benarnya oleh kaerna itu, kebenaran bukan dibatasi oleh hasil uji coba
dilabolatorium atau hanya karna telah mengalaminya, pertanyaan yang merangsang
tercabutnya kebenaran adalah semua itu berada dalam kajian ontology pendalaman
rasional tentang hakikat segala sesuatu yang tidak terjawab oleh sains.
Sebagaimana objek materi filsafat yang menguliti keberadaan tuhan.
Ontologi adalah teori hakikat yang mempertanyakan setiap
eksistensi dengan, sumber ditemukan. Berbicara tentang sumber setiap
pengetahuan, dalam filsafat lahir pengetahuan.
Dalam filsafat lahir pendekatan kedua, yaitu epistomologi
yang berasal dari bahasa latin “episteme” yang berarti knowledge, yaitu
pengetahuan “logos” berarti theory.
Jadi, epistemologi berarti teori pengetahuan atau teori tentang metode, cara
dan dasar ilmu pengetahuan atau studi tentang hakikat tertinggi, kebenaran dan
batasan ilmu manusia (sarwar, 1994 : 22). Dalam filsafat, epistemologi adalah
cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode-metode, dan kasihan
pengetahuan. Istilah “Epistemologi” pertama kali dipakai oleh J.F.Farier
Institues of Metaphysics (1854 M) yang membedakan dua filsafat epistemologi dan ontologi.
Epistemologi berbeda dengan logika. Jika logika merupakan sains formal
(formal scaince) yang berkenaan dengan atau tentang prinsip-prinsip penalaran
yang sahih, epistemologi adalah isumbern filosofi tentang asal-usul pengetahuan
dan kebenaran. Puncak pengkajian epistemologi adalah masalah kebenaran yang
membawa ke ambang pintu metafisika.
Epistemologi adalah analisis filosofis terhadap
sumber-sumber pengetahuan. Dari mana dan bagaiamana pengetahuan diperoleh,
merupakan kajian epistemology. Sebagai contoh adalah semua pengetahuan berasal
dari tuhan, artinya tuhan sebagai sumber pengetahuan ontologism sesuatu itu
menjelaskan objek yang ditelaah objek tersebut, wujud hakikatnya serta
bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya tangkap manusia, seperti
berfikir, berasal, dan mengindra yang memberikan pengetahuan. Landasan
epistemologis suatu ilmu menjelaskan proses dan prosedur yang memungkinkan
ditimbanya pengetahuan yang benaran menjelaskan keebenaran serta kriteria dan
cara mendapatkan pengetahuan tujuan yang dicapai oleh pengetahuan daalam
filsfat menjadi kajian ontologis.
5
Epistemologi mempersoalkan kebenaran pengetahuan.
Pengetahuan yang benar adalah yang telah memenuhi unsure-unsur epistemologi
yang dinyatakan secara sistematis dan logis. Dalam epistemology dibicarakan
tentang sumber pengetahuan yang gejalanya dapat diamati.
Kajian utama filsafat, sebagaiman dikemukan diatas adalah
berkaitan dengan masalah ilmu dan pengetahuan atau tahu mengetahui, dan
pengetahuan (kognitio). Maksudnya adalah memikirkan segala hakikat segala pengetahuan
atau hakikat keberadaan segala sesuatu yang bersifat fisical maupun metafisika,
baik yang umum maupun khusus. Epistemologi adalah filsafat yang mengkaji
seluk-beluk antara tata cara memperoleh suatu pengetahuan,sumber-sumber
pengetahuan, metode dan pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan
logis dan rasional.
Secara filosofis jika mimpi buruk, cukup menyiksa orang yang
sedang tidur bagaimana dengan orang yang sudah mati dekejar - kejar dosa dan
mimpi yang menjadi penyebab ia disiksa. Contoh tersebut menggambarkan bahwa
tidur dan mimpi adalah objek material filsafat sedangkan hubungan antara mimpi
dan realitasnya yang sesungguhnya serta hubungannya dengan siksaan di alam
kubur merupakan formal filsafat, sehingga jawaban – jawaban atas rahasia mimpi
membutuhkan perenungan yang mendalam.[6]
1.2 RUANG
LINGKUP FILSAFAT
Filsafat berkembang sangat pesat,
seiring tumbuh dan berkembangnya beragam keilmuan yang telah dilahirkan oleh
para ilmuan. Berkembangnya filsafat ilmu mengantarkan berbagai disiplin ilmu
baru tentu saja semakin memperluas wilayah kajian filsafat ilmu, baik
yangmenyangkut cakupan fisika maupun metafisika.
The Liang Gie (2007) mengemukakan ruang lingkup
filsafat ilmu dari para filsuf dunia sebagai berikut:
Pertama, Peter Angeles, yang menurutnya filsafat mempunyai
empat bidang konsentrasi utama:
1. Telaah mengenai berbagai
konsep,pra-anggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan
penyusunan, untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermar;
2. Telaah dan pembenaran mengenai proses
penalaran dalam ilmu berikut sruktur parlembangannya;
3. Telaah mengenai keterkaitan antara
berbagai ilmu;
4. Telaah mengenai akibat pengetahuan
ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapa dan pemahaman manusia
terhadap realitas, entitas, teoritas, sumber, dan keabsahan pengetahuan, serta
sifat dasar kemanusiaan.
Kedua,
Cornelius Benyamin, yang membagi pokok filsafat dalam 3 bagian:
1. Telaah mengenai metode ilmu, lambangilmu.
2. Penjelasan tentang konsep dasar,
pra-anggapan, dan pangkal pendirian ilmu.
3. Aneka telaah mengenai salingketerkaitan
antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu karier alam semesta, misalnya
idealisme, materialisme, monisme, atau pluralisme[7].
Ketiga,
Marx War Tofsjy, yang memberikan berbagai tantangan dari soal-soal
interdisipliner dalam filsafat ilmu yang meliputi:
1. Perenungan mengenai konsep dasar,
struktur formal, dan metodologi ilmu.
2. Persoalan ontologi dan epistemologi yang
khas bersifat filsafat dengan pembahasan yang memadukan peralatan analitis dari
logika modern dan model konseptual.
Pandangan lain mengemukakan ruang lingkup filsafat
ilmu ini secara lebih perinci berdasarkan disiplin ilmu, sebagaimana dikatakan
Fuad Ikhsan (2010): Pertama, Alurey Castell, membagi masalah filsafat kepada
lima bagian:
a) Theological Problem (masalah teologis),
b) Metaphisical Problem (masalah
metafisika),
c) Ethical Problem (masalah etika),
d) Political Problem (masalah politik),
e) Historical Problem ( masalah sejarah)
Dari sekian banyak telaah tentang
ruang lingkup filsafat dan filsafat ilmu yang telah dikemukakan, baik dari masa
Plato Aristoteles, Renaisans, maupun pemikiran filsafat kontemporer, ternyata
ruang lingkup filsafat dan filsafat ilmu sangat luas. Namun demikian, dia tetap
saja berputar di sekitar lapangan utama filsafat, yakni seputar logika, etika,
estetika, fisika, dan metafisika.
Selanjutnya Jujun Suriasumantri
(2010) mengemukakan, bagaimana proses yang memungkinkan timbulnya pengetahuan
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut
kebenaran? Adakah kriterianya? Cara,teknik,atau sarana apa yang membentuk kita
dalam mendapatkan pengetahuan berupa ilmu? Inilah yang dikenal dengan landasan
epistemologis.
Pandangan filsuf Muslim membagi
epistemologi berdasarkan objeknya menjadi dua bagian, yakni:
a)
Khuduri, hadirnya
sesuatu ke dalam dirinya sendiri,
contoh lapar, sedih, dan lain-lain.
Khusuli, hadirnya
sesuatu dari dalam dirinya sendiri (harus ada bendanya terlebih dahulu), contoh
melihat bentuk gunung, laut, lembah, dan hutan.[8]
BAB 3
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Jadi kesimpulannya, objek filsafat
ada dua yaitu objek material dan objek formal
Objek material adalah segala sesuatu
yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan objek formal adalah penyelidikan yang
mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat ingin tahu bagian dalamnya. Kata
mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris.
9
Daftar
Pustaka
Ahmadi,
Asmoro.“Filsafat Umum”. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada. 2013.
Tafsir,
Ahmad. ”Filsafat Umum Aksi dan Hati Sejak
Tales Sampai Capra”. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. 2013.
Atang Abdul, Hakim dan Beni Ahmad
Saebani , “Filsafat Umum dan Metologi
Sampai Teofilosofi”. Bandung : CV Pustaka Setia. 2008.
Latief,
Muchtar. “ Filsafat ”. Jakarta :
Kencana Prenadamedia Group. 2014.
10
Objek
Material dan Objek Formal serta Ruang Lingkup Filsafat
Disusun Oleh :
Kelompok VI (Enam)
Agusrianto
(1532100076)
Apri Wibowo (1532100086)
Delsie Iin Syafutri (1532100096)
Dosen :
Syarnubi, M.Pd.I
Nama Mata Kuliah :
Filsafat Umum
Kelas Perkuliahan :
PAI 3
Jurusan :
Pendidikan Agama Islam
UIN
RADEN FATAH 2015/2016
Daftar Isi
Halaman
Daftar Isi
…………………………………………………………………… i
Bab 1
Pendahuluan ………………………………………………………… 1-2
Bab 2 Pembahasan
1.1 Objek Filsafat …………………………………………………………..
3 - 6
1.2 Ruang Lingkup Filsafat
………………………………………………... 7- 8
Bab 3 Penutup
2.1 Kesimpulan ……………………………………………………………. 9
Daftar Pustaka
………………………………………………………………10
i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar