PELAKU DOSA BESAR
Disusun
Sebagai Tugas
Filsafat
Umum
Dosen Pembimbing :
Sri Hidayati, M.Pd.I
Disusun Oleh
Ajeng Ratika
(1532100078)
Delsie Iin Syafutri (1532100096)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN
AJARAN2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik, inayah dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang objek
forma dan pelaku dosa besar ini dengan baik, meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Sri Hidayati, M.Pd.I
selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu kalam UIN Raden Fatah Palembang yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai objek pelaku dosa
besar . Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Palembang,
12 November 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan politik pada masa Khalifah
Ali Bin Abi Thalib yang menerima arbitrase atau tahkim dari Mu’awiyah
Bin Abi Sofyan pada perang Siffin. Diduga sebagai titik awal munculnya
persoalan teologi dalam ilmu kalam yaitu timbulnya persolan siap yang dianggap
kafir dan siapa yang dianggap masih mempunyai iman.
Pada era selanjutnya Khawarijpun
pecah kepada beberapa sub sekte, konsep kafir turut pula mengalami perubahan,
yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang menentukan hukum tidak dengan
Al Qur’an, tetapi orang yang berbuat dosa besarpun juga dipandang kafir.
Persoalan berbuat dosa besar inilah yang kemudian turut andil besar dalam
pertumbuhan teologi selanjutnya.
Dalam perkembangannya, Paling tidak
ada tiga aliran teologi dalam Islam, pertama Khawarij yang memandang bahwa
orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam atau
murtad, oleh karenanya wajib dibunuh, kedua, Murjiah yang mengatakan bahwa
orang yang berdosa besar tetap mukmin bukan kafir, soal dosa besar yang
dilakukannya, diserahkan kepada Allah untuk mengampuni atau tidak; ketiga,
aliran Mu’tazilah yang menolak kedua pandangan-pandangan kedua aliran-aliran
diatas. Bagi Mu’tazilah orang berdosa besar tidak lah kafir, tetapi bukan pula
mukmin, mereka menyebutnya manzilah bainal manzilataini (posisi di antara dua
posisi). Aliran ini lebih rasional bahkan liberal dalam beragama.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak
rasional ini mendapat tantangan keras dari kelompok tradisional Islam, terutama
golongan Hambali, pengikut mazhab imam Ibn Hambal, sepeninggal al Ma’mun pada
dinasti Abbasiah, syiar Mu’tazilah berkurang bahkan berujung pada dibatalkannya
sebagai mazhab resmi negara oleh khalifah al Mutawakkil. Perlawanan terhadap
Mu’tazilah pun tetap berlangsung, mereka (yang menentang) kemudian membentuk
aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al Hasan al Asy’ari yang
semula seorang Mu’tazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan al Asy’ariah, di
Samarkand muncul pula penentang Mu’tazilah yang dimotori oleh Abu Mansur Al
Mauturidi., Aliran ini dikenal dengan Maturidiah. Dalam makalah yang akan
penulis sampaikan adalah pandangan antar aliran dalam ilmu kalam tentang pelaku
dosa besar.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan teori ini maka akan
dibahas pandangan antar beberapa aliran yang kita kenal dalam ilmu kalam
mengenai pandangan mereka terhadap pelaku dosa besar.
A. Menurut aliran Khowarij
Ciri yang menonjol dari aliran
Khawarij adalah watak ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam.
Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status
pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, amr bin al-ash, Abu Musa al-asy’ari
adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada surat al-Maidah ayat 44:
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”[1]
Disinilah letak
penjelasannya sebagaimana mudahnya golongan Khowarij terpecah belah menjadi
subsekte-sub sekte yang banyak, serta dapat pula dimengerti tentang sikap
mereka yang terus menerus mengadakan perlawanan terhadap para penguasa pada
zamannya. Dalam sub bahasan ini penulis akan menyebut kan beberapa subsekte
dari golongan Khawarij, dan pandangan mereka terhadap para pelaku dosa besar.
1. AL-MUHAKKIMAH
Golongan ini adalah golongan
Khowarij dan terdiri dari para pengikut Ali, menurut golongan ini Ali,
Mu’wiyah, dan kedua utusan dari kedua belah pihak yaitu Amr Ibn Al-Ash, dan Abu
Musa Al Asyari, dan semua yang terlibat dalam arbitrase, dianggap
bersalah dan mereka menghukuminya kafir.[2]
Menurut golongan ini, hukum kafir diluaskan artinya sehingga
pelaku dosa besar pun, seperti berbuat zina, membunuh tanpa adanya alasan yang
sah termasuk dalam golongan orang yang berbuat dosa besar dan dihukumi keluar
dari islam dan menjadi kafir. [3]
2. AL-AZARIQOH
Subsekte Az-zariqah ini, bersikap
lebih radikal lagi dibanding subskte Al-Muhakimmah, golongan ini tidak lagi
memakai istilah kafir dalm menghukumi pelaku dosa besar, tapi mereka menggunakan
term musyrik polytheist, yang mana musyrik merupakan dosa yang paling
tinggi tingkatanya. Yang mereka anggap musyrik ialah semua orang isam yang
tidak paham dengan mereka, meskipun orang islam yang sepaham dengan golongan
ini, tapi tidak mau berhijrah kedalam barisan mereka juga dianggap musyrik dan
wajib dibunuh.
Karena dalam pandangan golongan ini hanya daerah merekalah
yang merupakan negara isam dan yang lain dianggap dar al-kufr. yang
mereka anggap harus diperangi. Dan yang mereka anggap musyrik bukan hanya orang
dewasa dan anak anakpun ikut mereka anggap musyrik (yang bukan dari golongan
mereka ).[4]
3. AL-NAJDAD
Najdah Ibn ‘Amr al-Hanafi dari
Yamamah adalah pimpinan sub sekte ini. Kelompok ini berlainan pendapat dengan
kedua kelompok diatas dalam mensikapi pelaku dosa besar, menurut pendapat
subsekte ini pelaku dosa besar yang menjadi kafir dan yang kekal didalam neraka
hanyalah orang islam yang tidak sepaham dengan golongan mereka, adapun jika
pengikutnya melakukan dosa besar , tetap dimasukkan kedalam neraka dan mendapat
siksaan tetapi tidaklah kekal didalamnya dan kemudian akan dimasukkan kedalam
surga.
Dosa kecil bagi mereka bisa menjadi besar apabila dikerjakan
secara berulang-ulang,dan pelakunya akan menjadi musyrik.
Dalam kalangan golangan Khawarij subsekte An-Najdad inilah
yang pertama kali memperkenalkan faham taqiah yaitu merahasiakan atau
tidak menyatakan keyakinan demi untuk keselamatan seseorang, taqiah
menuru mereka bukan hanya dalam bebtuk ucapan saja tetapi juga dalam bentuk
perbuatan. Jadi seseorang boleh mengucapkan kata-kata atau melakukan
perbuatan-perbuatan yang mencerminkan bahwa dirinya bukanlah seorang meslim
tapi hakikatnya dia adalah seorang yang tetap menganut agam Islam. Tapi dalam
hal ini tidak semua dari pengikut An-Najdad yang bisa menyetujui faham tersebut
diatas, terutama pada doktrin yang menyatakan bahwa dosa besar tidak menjadikan
pengikutnya menjadi kafir dan dosa kecil dapat menjadi besar apabila dilakukan
secara berulang-ulang. [5]
4. AL-AJARIDAH
Subsekte ini adalah pengikut dari
Abd Al-Karim Ibn Ajrad, yang menurut al-Syahrastani dalam al-Milal adalah
salah satu teman dari Atiah Al-Hanafi.
Menurut faham golongan Al-jaridah, anak kecil tidak dapat
dikatakan berdosa dan musyrik dikarenakan orang tuanya dianggap berdosa dan
musyrik.
5. AL-SUFRIYAH
Golongan ini mempunyai pemimpin Zaid
Ibn Al-Asfar. Dalam faham mereka lebih cenderung dekat kepada subsekte
Al-Azariqah, dan oleh sebab itu mereka dikatakan termasuk golongan yang extrim,
tapi dalam beberapa hal mereka agak lunak dalam berpendapat. Dalam sub bahasan
berikut penulis akan menyebutkan beberapa pendapat subsekte ini :
a.
Orang-orang
Sufriyah yang tidak berhijrah tidak dianggap kafir.
b.
Mereka
tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh.
c.
Mengenai
orang yang melakukan dosa besar, tidak semua dari mereka berpendapat bahwa
pelaku dosa besar menjadi musyrik dan dimasukkan kedalam neraka, dalam hal ini
ada diantara mereka yang membagi dosa besar dalam dua golongan, yaitu dosa yang
ada sangsinya didunia ini, seperti melakukan perkosaan, membunuh tanpa adnya
alasan yang dapat mengesahkan. Dan dosa yang tidak mempuanyai efek sangsi
didunia ini, seperti meninggalkan shalat, meninggalkan puasa dan lain-lain.
Menurut pandangan sebagaian golongan ini orang yang melakukan dosa pada
kategori dosa yang pertama tidaklah dapat dipandang kafir, dan hanyalah orang
yang melakukan dosa pada kategori dosa yang kedua itulah yang dapat dikatakan
kafir.
d.
Daerah
orang islam yang tidak sepaham dengan mereka bukalah dar harb yaitu
daerah yang wajib diperangi tetapi yang wajib diperangi hanyalah camp
pemerintah, dan anak-anak dan perempuan tidak boleh dijadikan tawanan.[6]
6. AL-IBADIAH
Diantara beberapa subsekte dari golongan Khawarij, subsekte
inilah yang dapat dikatakan yang paling moderat. Paham kemoderatan mereka dapat
dilihat dari doktrin ajaran mereka, dibawah ini penulis akan menyebutkan
beberapa ajaran-ajaran mereka :
a.
Orang yang
tidak sama fahamnya dengan mereka tidaklah dikatakan mu’min dan tidak pula
dikatakan musyrik tapi dikatakan kafir. Dengan orang islam yang demikian
itu boleh diadakan ikatan perkawinan dan hubungan waris, Syahadad mereka
dianggap masih dapat diterima. Dan orang yang seperti ini haram untuk dibunuh.
b. Daerah orang islam yang tidak sefaham dengan mereka, kecuali
camp pemerintah adalah dar tawhid atau daerah orang yang meng Esakan
Allah, tidak boleh diperangi. Dan yang harus diperangi hanyalah ma’askar
pemerintah atau camp pemerintah.
c. Yang boleh dirampas dalam peperangan hanyalah kuda dan
senjata, sedangkan emas perak dan harta- harta yang lainnya harus dikembalikan
kepada yang mempunyai.
d. Sedangkan dalam persoalan dosa besar, subsekte ini menganggap
pelaku dosa besar adalah muwahhid yang mengEsakan Tuhan, tetapi tidaklah
mu’min. Dan juga bukan kafir millah atau kafir agama, dengan demikian
subsekte ini berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak berarti keluar dari
agama Islam.[7]
Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua
sub sekte khawarij, kecuali najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka
selamanya. Sub sekte yang sangat ekstrim, azariqah, menggunakan istilah yang
lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa
saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka. Adapun pelaku dosa besar
dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah
(agama), dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal di neraka bersama
orang-orang kafir lainnya.
B. Menurut ajaran Murji’ah
Persoalan perbedaan faham terhadap
pelaku dosa besar yang ditimbulkan oleh golongan Khawarij mau tidak mau menjadi
bahan perhatian dan bahan pembahasan bagi para tokoh-tokoh Murji’ah.
Kalau pada umumnya kaum Khawarij
mengkafirkan pelaku dosa besar, lain lagi yang diajarkan golongan Murji’ah,
golongan ini menghukumi Tetap Mu,min bagi orang islam yang melakukan dosa
besar, adapun masalah dosa yang mereka perbuat, itu ditunda penyelasaiannya/pembalasannya
pada hari perhitungan kelak.
Argumen yang mereka gunakan dalam
mensikapi hal tersebut ialah. Bahwa orang yang melakukan dosa besar itu tetap
mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa nabi Muhammmad adalah utusan
Allah, dengan kata lain mereka masih mengakui bahwa orang muslim yang melakukan
dosa besar tetap mu’min karena masih mengucapkan dua kalimat syahadad yang
menjadi dasar utama dari iman, oleh karena itu pelaku dosa besar tetap mu’min
dan bukan kafir.
Oleh karena itu dalam hal tahkim,
mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa yang bersalah dan yang benar, mereka
menunda bagaimana hukum persoalan tersebut arja’a atau diserahkan kepada
Allah. Dengan demikian kelompok Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang
tidak mau turut campur dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi ketika itu,
dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirkah
orang-orang yang bertentangan tersebut kepada Allah.[8]
Arja’a selanjutnya mempunyai arti memberi
pengharapan bagi yang telah melakukan perbuatan dosa besar untuk mendapatkan
rahmad Allah, dihari perhitungan kelak. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa
nama murji’ah diberikan kepada golongan ini bukan karena mereka menunda
penentuan hukum terhadap orang islam yang berdosa besar kepada Allah dihari
perhitungan kelak dan bukan karena memandang perbuatan mengambil tempat
kemudian dari pada iman, tetapi karena mereka memberi pengharapan kepada para
pelaku dosa besar untuk dapa masuk kesurga.
Secara umum pandangan kaum Murji’ah
dalam mensikapi pelaku dosa besar adalah menunda atau menanguhkan persoalan
dihadapan Allah nanti dihari pembalasan, namun untuk lebih jelasnya golongan
ini memberi hukum pada status pelaku dosa besar penulis akan menyebutkan
rincian bagaimana golongan ekstrim dan golongan moderat memberi satatus pada
pelaku dosa besar.
1. Golongan Murji’ah ekstrim
Golongan murji’ah ekstrim
berpandangan bahwa iman adalah didalam kalbu, bukan secara demonstartif, baik
dalam ucapan ataupun dalam tindakan perbuatan, oleh karena itu menurut golongan
ini kalau seseorang telah beriman dalam hatinya, ia dipandang tetap sebagai
seorang mu’min sekalipun menampakkan sikap seperti seorang nasrani atau yahudi.
jadi menurut golongan ekstrim, kalau melihat dari konsep iman mereka , perbuatan
dosa sekalipun dosa itu adalah dosa besar tidak mempunyai pengaruh hukum pada
status pelaku dosa besar.
2. Aliran Murji’ah Moderat
Golongan Murji’ah moderat
berpandangan bahwa pelaku dosa besar tidaklah kafir, dan tidaklah kekal didalam
neraka, tetapi akan dihukum didalam neraka hanya sesuai dengan besarnya dosa
yang mereka perbuat dan ada kemungkinan Tuhan akan memberi ampunan atas dosa
yang mereka perbuat, sehingga mereka bisa tidak dimasukkan kedalam neraka sama
sekali dikarenakan kehendak / ampunan Tuhan. [9]
C. Menurut Aliran Mu’tazilah
Perbedaan golongan Mu’tazilah dengan golongan lain yaitu
bila golongan Khawarij memberi status kafir kepada pelaku dosa besar, dan jika
murji’ah menanguhkan setatus orang yang melakukan dosa besar dihadapan Allah kelak
dihari pembalasan. Sedang aliran Mu’tazilah tidak menentukan status atau
predikat yang pasti bagi para pelaku dosa besar.
Jika kita melihat sedikit sejarah tentang masalah
berpisahnya seorang tokoh sentral Mu’tazilah yaitu Washil Bin Atha’ dengan sang
guru yaitu Hasan Basri seorang Tabiin dari Basrah yang wafat pada tahun 110 H.
Pangkal persoalannya yaitu masalah seorang mu’min yang melakukan dosa besar
tapi tidak bertaubat sebelum meninggal.
Dalam pendapat Imam Hasan Basri, apabila seorang muslim telah
melakukan dosa besar seperti melakukan pembunuhan tanpa adanya alasan yang
dibenarkan, atau melakukan perbuatan zina, atau mendurhakai orang tuanya, Dan
lain lain, menurutnya seorang itu tidaklah dikatakan kafir tetapi dikatakan
sebagai mu’min yang durhaka. Jika dia meninggal dalam keadaan belum bertaubat,
ia akan dihukum didalam neraka beberapa waktu, dan kemudian dikeluarkan dari
neraka dan dimasukkan surga setelah selesai menjalani hukuman atas dosanya.
Sedangkan Washil Bin Atha’ berpendapat lain tentang hal
tersebut, menurut tokoh aliran Mutazilah ini bahwa seorang yang telah melakukan
dosa besar dan mati atas dosanya tidaklah mu’min dan tidak pula dikatakan
kafir, tapi diantara mu’min dan kafir.
Pelaku dosa besar tersebut akan dimasukkan kedalam neraka
untuk selama-lamanya, seperti hukuman untuk orang kafir, tetapi hukumannya
diringankan “ nerakannya tidak sepanas untuk orang kafir “[10]
Jadi aliran Mu’tazilah menetapkan
status bagi pelaku dosa besar ialah diantara kafir dan mu’min atau dalam istilah
merka yang terkenal yaitu manzilah bain al manzilatain , dikarenakan
istilah itulah mereka dikatakan aliran Mu’tazilah (menurut salah satu versi),
dikarenakan mereka membuat orang yang berdosa besar jauh dari ( tidak masuk )
dalam golongan mu’min ataupun kafir.
Mengenai perbuatan apa saja yng di
katagorikan sebagai dosa besar, aliran mu’tazilah memaparkan lebih dan
merumuskannya dengan lebih konseptual dari pada aliran Khawarij, yang dimaksud
dosa besar menurut pandangan aliran ini adalah segala perbuatan yang ancamannya
telah ditegaskan dalam nash, sedangkan menurut aliran Mu’tazilah yang di
kategorikan dosa kecil adalah dosa atau ketidak patuhan yang ancamannya tidak
ditetapkan dalam nash.
Tampaknya kaum Mu’tazilah menjadikan
ancaman sebagai kreteria dasar untuk menentukan dosa besar atau dosa kecil.
Masih menurut aliran Mu’tazilah
pelaku dosa besar bukanlah kafir seperti yang dihukumkan oleh kelompok
Khawarij, dan bukanlah dapat dikatakan tetap mu’min seperti kaum Murji’ah
memberikan status untuk pelaku dosa besar. Menurut Mu’tazilah pelaku dosa besar
dikategorikan fasik, yaitu posisi yang menduduki antara mu’min dan kafir, kata
mu’min menurut Washil Ibn Atha’ merupakan sifat baik dan nama pujian yang tidak
dapat diberikan fasik dengan dosa besarnya, tapi predikat kafir tidak dapat
pula diberikan kepadanya, karena dibalik dosa besar yang dilakukannya ia masih
mengucapkan dua kalimat syahadad dan masih melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik.
D. Menurut Aliran Asy’ariyah
Dalam menghukumi pelaku dosa besar,
aliran Asy’ariyah tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud kebaitulloh walupun
dia melakukan dosa seperti , membunuh tanpa adanya alasan yang mengesahkan.
Menurut aliran ini pelaku dosa besar itu masih tetap sebagai orang yang mu’min
dengan keimanan yang mereka miliki, sakalipun dia berbuat dosa besar. Tetapi
jika perbuatan dosa itu dilakukan dengan anggapan bahwa perbuatan dosa itu
dibolehkan atau dihalalkan maka dan tidak meyakini keharaman perbuatan tersebut
maka yang demikian itu dihukumi kafir,
Adapun balasan bagi pelaku dosa
besar nanti diakherat, apabila dia meninggal dalam keadaan tidak sempat
bertaubat, menurut aliran ini tergantung akan kebijakan Tuhan Yang Maha
Berkehendak Mutlak. Tuhan dapat mengampuni dosa pelaku dosa besar, dan atau
pelaku dosa besar bisa mendapatkan Syafaat Nya Nabi Muhammad, sehingga ia dapat
bebas dari siksaan atau sebaliknya Tuhan Menghukumnya dengan memberi siksaan
neraka sesuai dengan dosa yang telah dilakukannya. Meskipun demikian ia tidak
akan kekal didalam neraka seperti orang kafir lainnya, dan setelah selesai
disiksa ia akan dimasukkan kedalam syurga. Akan lebih jelasnya penulis akan
menyapaikan doktrin-doktrin aliran Asy’ariyah mengenai pelaku dosa besar.[11]
Orang mu’min yang mengerjakan dosa
besar dan meninggal sebelum taubat, maka orang tersebut masih dianggap mu’min,
dalam urusan hak saudara muslim, seperti memandikan, mengkafani, dan
mensholatkan jenazah orang mu’min yang melakukan dosa besar tersebut, dan
mengkuburkan secara mu’min adalah kewajiban kita. Tapi secara hakikat dia
adalah orang mu’min yang durhaka.
Mu’min pelaku dosa besar, diakherat
nanti akan mendapat beberapa kemungkinan :
1. Boleh jadi Tuhan mengampuni dosanya dengan sifat
pemurahNya Tuhan, karena Tuhan Maha Pemurah, dan ia lansung dimasukkan kedalam
surga tanpa hisab.
2. Boleh jadi dia mendapatkan syafaat dari nabi Muhammad.
yakni dibantu oleh nabi Muhammad, sehingga dia dibebaskan Tuhan dari segala
siksaan,dan lansung dimasukkan kedalam surga.
3. Kalau kemungkinan dua diatas tidak terjadi pada pelaku
dosa besar maka dia akan disiksa didalam neraka sesua kadar dosanya, dan
kemudian dia akan dibebaskan dari siksaan dan dimasukkan surga dan kekal
didalamnya karena saat didalam dunia dia adalah seorang yang beriman.[12]
Itulah tiga kemungkinan yang diyakini
oleh aliran ini untuk orang mu’min yang berdosa besar dan tidak sempat
bertaubat.
Adapun dasar dalil yang digunakan aliran ini adalah dalam
Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 48
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى
إِثْمًا عَظِيمًا
“Baheasannya Tuhan tidak mengampuni dosa seseorang kalau Ia
dipersekutukan, tapi diampuninya selain dari pada itubagi siapa yang
dikehendakiNya. Siapa yang mempersekutukan Tuhan sesungguhnya dai memperbuat
dosa yang sangat besar (An-Nisa’ 48 )
Menurut ayat diatas barang siapa yang melakukan perbuatan
dosa besar ataupun kecil, kalau dosa itu tidak mempersekutukan Tuhan, maka dia
bisa diampuni dan mereka menggunakan hadist dibawah ini sebagai sandaran dalil
atas i’itiqad aliran ini mengenai mu’min yang berdosa besar.
Pada intinya terhadap pelaku dosa
besar, agaknya al-asy’ari, sebagai wakil ahl-as-Sunah, tidak mengkafirkan
orang-orang yang sujud ke baitullah (ahl-al-qiblah) walaupun melakukan dosa
besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai
orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa
besar. Akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal
ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah
kafir. Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia
meninggal dan tidak sempat bertaubat, maka menurut al-asy’ari, hal itu
bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkehendak mutlaq.
Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa
asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan murji’ah, khususnya
dalam pernyataan yang tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar.[13]
E. Menurut Aliran Maturidiyah
Menurut aliran maturidiyah baik
Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap
mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya, Adapun balasan yang diperolehnya
kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukan nya di dunia.[14]
Al-maturidiyah, berpendapat bahwa orang yang berdosa besar
itu tidak dapat dikatakan kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia
mati sebelum bertobat . hal itu di karenakan Tuhan telah menjanjikan akan
memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatanya . kekal dalam
neraka adalah balasan bagi orang yang berbuat dosa syirik. Menurut al-maturidi,
iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah
penyempurnaan iman.
F. Menurut Aliran Syi’ah Zaidiyah
Penganut Syi’ah zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan
dosa besar akan kekal di dalam neraka, jika ia belum bertaubat dengan taubat
yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah zaidiyah memang dekat dengan
Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat washil bin Atha’, mempunyai
hubungan dengan zaid bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa zaid pernah
belajar kepada washil bin Atha'
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam pembahasan diatas kita dapat
mengkalsifikasikan mana saja aliran yang mempunyai pandangan yang sama dan yang
mana saja aliran yang punya pandangan berbeda mengenai status mu’min yang
berdosa besar
Aliran yang berpandangan bahwa
pelaku dosa besar masih tetap mukmin, menjelaskan bahwa andai kata pelaku dosa
besar dimasukan kedalam neraka, ia tak akan kekal di dalamnya. Sebaliknya
aliran yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar bukan lagi mukmin berpendapat
bahwa di akhirat ia akan dimasukan ke neraka dan kekal di dalamnya. Ini
diwakili oleh Khawarij dan Mu’tazilah, meskipun antara keduanya terdapat
perbedaan yang tegas. Bahwa Khawarij memandang pelaku dosa besar adalah kafir
bahkan dikatakan musyrik, dan akan dimasukkan didalam neraka untuk selamanya sebagaimana
hukuman yang serupa untuk orang-orang kafir, sementara Mu’tazilah memandang
pelaku dosa besar sebagai fasik yaitu diantara mu’min dan kafir dan akan
dimasukkan kedalam neraka untuk selama-lamanya namun hukumannya tak seberat,
tak sepedih yang dialami oleh orang-orang kafir.
Perbedaan pandangan mengenai pelaku
dosa besar, jika di tinjau dari sudut pandang wa’d wa’id, dapat
diklasifikasikan menjadi dua kubu utama, yaitu kubu radikal dan kubu moderat.
Kubu radikal diwakili oleh khawarij dan Mu’tazila, sementara sisanya merupakan
kubu moderat
DAFTAR PUSTAKA
ü Abbas, Siradjuddin, KH, 2013, I’tiqad
Ahlussunnah Wal Jamaah, Jakarta, Pustaka Tarbiyah
Http://Asepidris.Blogspot.Com
ü Http://Kusnitohir.Blogspot.Com
ü Nasution, Harun, Prof. Dr. 2010, Teologi Islam,
Jakarta, UI Press
ü Rozak, Abdul, Dr. M.Ag, Anwar, Rosihon, Dr. M.Ag,
Ilmu Kalam, 2009, Bandung, CV PUSTAKA SETIA
[4] Ibid,
hal.17
[5] Ibid,hal.19
[6] Ibid,
hal.22
[7] Ibid,
hal.24
[8] Ibid, hal 26.
[9] Abdul Rozak, Rosihon Anwar,Op.Cit,.hal 163
[10] Siradjudin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah
wal jamaah(Jakarta : Puataka
Tarbiyah,2013).hal. 216
[11] Abdul Rozak, Rosihon Anwar,Op.Cit,.hal 164
[13] Kampus uin raden fatah Palembang, 21 November 2015, 10:13, http://asepidris.blogspot.com,
[14] Kampus uin raden fatah Palembang, 21 November 2015, 10:30, http://kusnitohir.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar