Jumat, 01 Januari 2016

makalah (Flsft) objek material dan formal filsafat

Add caption
objek material dan formal filsafat



BAB I
PENDAHULUAN
Sejak hadirnya manusia di dunia sebagai makhluk bumi, sebenarnya mereka telah memiliki ilmu pengetahuan sebagai penolong hidupnya untuk bertahan dan melangsungkan berkelanjutan generasinya hingga hari ini. Dalam persektif agama, ilmu bersumber dari Sang Khalik Ketika Tuhan hendak menciptakan manusia, tentu saja telah dibekali dengan seperangkat aat deteksi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Semua alat deteksi telah diciptakan kepada diri manusia, berupa akal pikiran untuk mengkaji, dan melakukan riset di dunia; demikian juga mata hati dan oerasaan untuk merespon, menanggapi, menilai, memilih, dan melahirkan keputusan yang tepat dan benar, yangbersuara halus yang tidak perna salah dalam memutuskan sesuatu.
Sejarah perjalanan ilmu pengetahuan mulai dari klasik hingga kontemporer tercatat, banyak temuan ilmuan yang tidak dapat terjawap secara tuntas karena keterbatasan manusia itu sendiri.
Sintesis dari keterbatasan di kemukakan Mohammad Bahrun (2012), tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawap secara positif oleh ilmu pengetahuan. Karenanya ilmuitu terbatas; terbatas pada subjek, objek, metologinya sendiri. Sedangkan menurut Endang Saifuddin Anshari (2009), tidak semua persoalan manusia ada jawabannya dari agama. Ada beberapa poin masalah manusia yang tidak ada jawabannya dalam agama. Pertama, soal –soal yang prinsipiel, seperti kendaraan berjalan sebelah kiri atuau kanan dan soal perbankan. Kedua, Persoalan yan tidak secara tegas dibahas di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah diserahkan Ijtihat (produk pemikiran manusiayang tidak bertentangan dengan tekstualnya wahyu Al-Qur’an  maupun Sunnah Nabi).
Berdasarkan itu, Noeng Muhajir (2007), mengatakan ilmu dan filsafat yang bersumber kitab suci ini sebagai epistemologi mora dan religius. Sementara itu, ada pula yang memfokuskan pada eksistensi Tuhan, penciptaan alam semesta, dan kesusilaan. Muhajir menyimpulkan bahwa keyakinan religius tumbuh dalam penghayatan religius. Dengan kekuatan akal budi 9 ilmu dan filsafat ), mausia dapat memetik kebenaran.
           
                                                                                                                                    1
Dalam kontekini, maka dapat dipahami tentang kebenarannya,yakni: Pertama, kebenara hakiki, yaitu kebenran mutlak yang bersumber dari wahyu ilahi. Kedua, kebenaran ilmiah ilmu pengetahuan yaitu kebenaran yang disandarkan pada teori kebenaran dan bukti empiris yang diriset dan  ditelaah.
 Secara umum dikenal menjadi 3 kriteria kebenaran ilmiah. Pertama, kohorensi, yakni teori kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria kebenaran secara konsisten pada suatu argumentasi. Kedua,  korespodensi, yakni teori kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung suatu pernyataan dan objek pernyataan, seperti manis, tawar, asin. Artinya, secara teoretis dan empris terbukti adanya dan tidak terbantahkan.
Tujuan studi filsafat adalah menghantarkan seseorang kedalam dunia filsafat, sehingga minimal dia dapat mengtahui apakah filsafat, maksud dan tujuannya.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, yang dikenal sebagai ilmuan filsafat Indonsia dan ahli pikir filsafat pancasila, studi filsafat dimaksudkan untuk “pendidikan mental”. Pendidikan mntal yang di adalah cara atau bentuk mentalis filsafat yang memuat tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umumnya adalah menjadikan manusia yang susila. Pengertian “susila” di sini terdapat dalam ruang lingkup tertentu sesuai dengan tempat dan aturan yang ada.
Sedangkan tujuan khususnya adalah menjadikan manusia yang berilmu. Dalam hal ini, ahli filsafat dipandang sebagai orang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan (ilmuan), yang selalu mencari kenyataan kebenaran dari semua problem pokok keilmuan.
Pebedaan orang yang berfilsafat dengan yang tidak berfilsafat terletak pada sikap seseorng terhadap hidupnya. Karena filsafat akan mengajarkan kepada kita tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan makhluk tuhan untuk diaplikasikan dalam hidup, maka yang diperlukan dalam studi filsafat.

           
                                                                                                                                                2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1  OBJEK FILSAFAT
Filsafat merupakan bagian dari filsafat pengetahuan. Secara umum, untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat, maka diperlukan pembahasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus dalam mempelajari objek-objek yang ada dan terkait dengan filsafat , untuk itu didalam memepelajari filsafat  terdapat dua objek, yaitu objek material dan objek formal.
Berikut penjelasan dari kedua objek tersebut.
Objek material adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. “Ada” disini mempunyai tiga pengertian, yaitu ada dalam kenyataan, pikiran, dan kemungkinan. [1]
Sedangkan objek formal adalah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris.  [2]
Menurut Ir. Poedjawijatna yang menentukan perbedaan ilmu yang satu dengan yang lainnya adalah objek formalnya, sehinggga kalau ilmu membatasi diri dan berhenti pada dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat hendak mencari keterangan yang sedalam dalamnya, inilah objek formal filsafat[3].
Tentang objek material ini banyak yang sama dengan material sains bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki objek material yang empiris sedangkan filsafat menyelidiki objek  itu juga tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Kedua, ada objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek material yang material yang selama-lamanya tidak empriris. Jadi, objek material filsafat lebih tinggi dari objek material sains.[4]
Segala sesuatu yang ada artinya yang ada dengan sendirinya dan keberadaannya disebabkan oleh keberadaan yang lain. Segala sesuatu yang ada, ada yang wajib adanya bukan karena kemungkinan lain dan ada yang tidak wajib adanya dan wajib bergantung kepada beberapa kemungkinan.
Segala sesuatu yang wajib ada secara filosofis adalah wujud dari keberadaan yang ada dengan sendirinya dan tidak berada dengan sendirinya. Ada itu adakalanya tergambarkan oleh pancaindra, seperti langit, bumi, bulan, bintang, manusia, dan gunung – gunung, tetapi ada yang tidak tampak menurut keterbatasan manusia, misalnya Sang Pencipta alam itu.
Manusia merupakan objek material filsafat, dilihat dari kedudukannya sebagai manusia di muka bumi maupun fungsi dan perannya sebagai anggota masyarakat. Akan tetapi, jika berbicara tentang bagimana nasib dan takdir manusia, jodoh,  rezeki, batas usia dan masa depannya hal ini bukan lagi objek material melainkan objek formal. Oleh karena itu, jawaban – jawaban filosofis terhadap masalah demikian murni mengandalkan logika, tanpa memperdulikan kebenaran observatif yang ditemukan oleh sains.
Sebagi contoh, tidur dan mimpi. Tidur merupakan masa istirahatnya tubuh dan urat saraf manusia. Mata yang letih anggota badan yang terlalu capek atau kekenyangan yang dengan mudah merangsang rasa kantuk dan akhirnya tetidur lelap. Dalam tidur sering muncul mimpi, padah realitasnya orang yang sedang mimpi berada di bawah alam sadar. Tidur sama dengan mati dan mati sama dengan tidur yang panjang. Lalu, mengapa orang berada di bawah alam sadar dapat bermimpi? Apakah mimpi itu realitas atau khayalan? Tentu saja, orang yang sedang tidur tidak dapat untuk berkhayal. Dengan demikian mimpi adalah realitas yang dialami oleh orang dialam bawah sadar. Apabila orang bermimpi dikejar – kejar setan, ada yang dalam mimpinya benar - benar ketakutan, tidurnya terlihat gelisah dan berteriak histeris. [5]


Dalam filsafat, semua realitas diatas bukan realitas yang sebenar-benarnya oleh kaerna itu, kebenaran bukan dibatasi oleh hasil uji coba dilabolatorium atau hanya karna telah mengalaminya, pertanyaan yang merangsang tercabutnya kebenaran adalah semua itu berada dalam kajian ontology pendalaman rasional tentang hakikat segala sesuatu yang tidak terjawab oleh sains. Sebagaimana objek materi filsafat yang menguliti keberadaan tuhan.
Ontologi adalah teori hakikat yang mempertanyakan setiap eksistensi dengan, sumber ditemukan. Berbicara tentang sumber setiap pengetahuan, dalam filsafat lahir pengetahuan.
Dalam filsafat lahir pendekatan kedua, yaitu epistomologi yang berasal dari bahasa latin “episteme” yang berarti knowledge, yaitu pengetahuan “logos” berarti theory. Jadi, epistemologi berarti teori pengetahuan atau teori tentang metode, cara dan dasar ilmu pengetahuan atau studi tentang hakikat tertinggi, kebenaran dan batasan ilmu manusia (sarwar, 1994 : 22). Dalam filsafat, epistemologi adalah cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode-metode, dan kasihan pengetahuan. Istilah “Epistemologi” pertama kali dipakai oleh J.F.Farier Institues of Metaphysics (1854 M) yang membedakan dua filsafat epistemologi  dan ontologi. Epistemologi berbeda dengan logika. Jika logika merupakan sains formal (formal scaince) yang berkenaan dengan atau tentang prinsip-prinsip penalaran yang sahih, epistemologi adalah isumbern filosofi tentang asal-usul pengetahuan dan kebenaran. Puncak pengkajian epistemologi adalah masalah kebenaran yang membawa ke ambang pintu metafisika.
Epistemologi adalah analisis filosofis terhadap sumber-sumber pengetahuan. Dari mana dan bagaiamana pengetahuan diperoleh, merupakan kajian epistemology. Sebagai contoh adalah semua pengetahuan berasal dari tuhan, artinya tuhan sebagai sumber pengetahuan ontologism sesuatu itu menjelaskan objek yang ditelaah objek tersebut, wujud hakikatnya serta bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya tangkap manusia, seperti berfikir, berasal, dan mengindra yang memberikan pengetahuan. Landasan epistemologis suatu ilmu menjelaskan proses dan prosedur yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang benaran menjelaskan keebenaran serta kriteria dan cara mendapatkan pengetahuan tujuan yang dicapai oleh pengetahuan daalam filsfat menjadi kajian ontologis.
                                                                                                                              5
Epistemologi mempersoalkan kebenaran pengetahuan. Pengetahuan yang benar adalah yang telah memenuhi unsure-unsur epistemologi yang dinyatakan secara sistematis dan logis. Dalam epistemology dibicarakan tentang sumber pengetahuan yang gejalanya dapat diamati.
Kajian utama filsafat, sebagaiman dikemukan diatas adalah berkaitan dengan masalah ilmu dan pengetahuan atau tahu mengetahui, dan pengetahuan (kognitio). Maksudnya adalah memikirkan segala hakikat segala pengetahuan atau hakikat keberadaan segala sesuatu yang bersifat fisical maupun metafisika, baik yang umum maupun khusus. Epistemologi adalah filsafat yang mengkaji seluk-beluk antara tata cara memperoleh suatu pengetahuan,sumber-sumber pengetahuan, metode dan pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan logis dan rasional.
Secara filosofis jika mimpi buruk, cukup menyiksa orang yang sedang tidur bagaimana dengan orang yang sudah mati dekejar - kejar dosa dan mimpi yang menjadi penyebab ia disiksa. Contoh tersebut menggambarkan bahwa tidur dan mimpi adalah objek material filsafat sedangkan hubungan antara mimpi dan realitasnya yang sesungguhnya serta hubungannya dengan siksaan di alam kubur merupakan formal filsafat, sehingga jawaban – jawaban atas rahasia mimpi membutuhkan perenungan yang mendalam.[6]












1.2  RUANG LINGKUP FILSAFAT
Filsafat berkembang sangat pesat, seiring tumbuh dan berkembangnya beragam keilmuan yang telah dilahirkan oleh para ilmuan. Berkembangnya filsafat ilmu mengantarkan berbagai disiplin ilmu baru tentu saja semakin memperluas wilayah kajian filsafat ilmu, baik yangmenyangkut cakupan fisika maupun metafisika.
The Liang Gie (2007) mengemukakan ruang lingkup filsafat ilmu dari para filsuf dunia sebagai berikut:
Pertama, Peter Angeles, yang menurutnya filsafat mempunyai empat bidang konsentrasi utama:
1.      Telaah mengenai berbagai konsep,pra-anggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunan, untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermar;
2.      Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut sruktur parlembangannya;
3.      Telaah mengenai keterkaitan antara berbagai ilmu;
4.      Telaah mengenai akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapa dan pemahaman manusia terhadap realitas, entitas, teoritas, sumber, dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan.

Kedua, Cornelius Benyamin, yang membagi pokok filsafat dalam 3 bagian:
1.      Telaah mengenai metode ilmu, lambangilmu.
2.      Penjelasan tentang konsep dasar, pra-anggapan, dan pangkal pendirian ilmu.
3.      Aneka telaah mengenai salingketerkaitan antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu karier alam semesta, misalnya idealisme, materialisme, monisme, atau pluralisme[7].
Ketiga, Marx War Tofsjy, yang memberikan berbagai tantangan dari soal-soal
interdisipliner dalam filsafat ilmu yang meliputi:
1.      Perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal, dan metodologi ilmu.
2.      Persoalan ontologi dan epistemologi yang khas bersifat filsafat dengan pembahasan yang memadukan peralatan analitis dari logika modern dan model konseptual.
Pandangan lain mengemukakan ruang lingkup filsafat ilmu ini secara lebih perinci berdasarkan disiplin ilmu, sebagaimana dikatakan Fuad Ikhsan (2010): Pertama, Alurey Castell, membagi masalah filsafat kepada lima bagian:
a)      Theological Problem (masalah teologis),
b)      Metaphisical Problem (masalah metafisika),
c)      Ethical Problem (masalah etika),
d)     Political Problem (masalah politik),
e)      Historical Problem ( masalah sejarah)
Dari sekian banyak telaah tentang ruang lingkup filsafat dan filsafat ilmu yang telah dikemukakan, baik dari masa Plato Aristoteles, Renaisans, maupun pemikiran filsafat kontemporer, ternyata ruang lingkup filsafat dan filsafat ilmu sangat luas. Namun demikian, dia tetap saja berputar di sekitar lapangan utama filsafat, yakni seputar logika, etika, estetika, fisika, dan metafisika.
Selanjutnya Jujun Suriasumantri (2010) mengemukakan, bagaimana proses yang memungkinkan timbulnya pengetahuan berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran? Adakah kriterianya? Cara,teknik,atau sarana apa yang membentuk kita dalam mendapatkan pengetahuan berupa ilmu? Inilah yang dikenal dengan landasan epistemologis.
Pandangan filsuf Muslim membagi epistemologi berdasarkan objeknya menjadi dua bagian, yakni:
a)      Khuduri, hadirnya sesuatu ke dalam dirinya sendiri, contoh lapar, sedih, dan lain-lain.
Khusuli, hadirnya sesuatu dari dalam dirinya sendiri (harus ada bendanya terlebih dahulu), contoh melihat bentuk gunung, laut, lembah, dan hutan.[8]

BAB 3
PENUTUP
2.1  KESIMPULAN
Jadi kesimpulannya, objek filsafat ada dua yaitu objek material dan objek formal
Objek material adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan objek formal adalah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. 
























                                                                                                                                                9
Daftar Pustaka

Ahmadi, Asmoro.“Filsafat Umum”. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2013.
Tafsir, Ahmad. ”Filsafat Umum Aksi dan Hati Sejak Tales Sampai Capra”. Bandung : PT Remaja     Rosdakarya. 2013.
Atang Abdul, Hakim dan Beni Ahmad Saebani , “Filsafat Umum dan Metologi Sampai Teofilosofi”. Bandung : CV Pustaka Setia. 2008.
Latief, Muchtar. “ Filsafat ”. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group. 2014.














                                                                                                                                                10
Objek Material dan Objek Formal serta Ruang Lingkup Filsafat


Disusun Oleh              : Kelompok VI (Enam)
  Agusrianto               (1532100076)
              Apri Wibowo            (1532100086)
              Delsie Iin Syafutri     (1532100096)
Dosen                          : Syarnubi, M.Pd.I
Nama Mata Kuliah      : Filsafat Umum
Kelas Perkuliahan       : PAI 3
Jurusan                        : Pendidikan Agama Islam


UIN RADEN FATAH 2015/2016


Daftar Isi
                                   
                                                                                                Halaman
Daftar Isi ……………………………………………………………………  i
Bab 1 Pendahuluan …………………………………………………………  1-2
Bab 2 Pembahasan
1.1  Objek Filsafat ………………………………………………………….. 3 - 6
1.2  Ruang Lingkup Filsafat ………………………………………………... 7- 8
Bab 3 Penutup
2.1  Kesimpulan ……………………………………………………………. 9
Daftar Pustaka ………………………………………………………………10









                                                                                                                                               

i




[1] Asmoro Ahmadi.“Filsafat Umum”. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013). Hal. 9
[2] Ahmad Tafsir. ”Filsafat Umum Aksi dan Hati Sejak Tales Sampai Capra”.(Bandung : PT Remaja Rosdakarya,    2013). Hal. 21
[3] Asmoro Ahmadi, op.cit. Hal. 9

[4] Ahmad Tafsir, op.cit. Hal. 21        
                                                                                                                                                                                                3

[5] Hakim Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani , “Filsafat Umum dan Metologi Sampai Teofilosofi”.(Bandung : CV Pustaka Setia, 2008) Hal.  20

                                                                                                                                                                                            4                                                                                                                                             

[6]Hakim Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani ,ibid. Hal. 21-22                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             6                                                          
[7] Muchtar Latief. “ Filsafat ”.(Jakarta : Kencana Prenadamedia group, 2014). Hal 26

                                                                                                                                                                                                7
[8]Latief Muchtar, ibid.Hal.  27
                                                                                                                                                                                                8


2 komentar: