Jumat, 01 Januari 2016

makalah (Flsft) perkembangan dan tokoh-tokoh filsafat

Perkembangan dan Tokoh- tokoh Filsafat Islam
Add caption
DisusunSebagaiTugasKelompok
Mata Filsafat Umum
Dosen Pengampu: Syarnubi, M, Pd. i




Disusun Oleh
Adi Kurniawan (1532100075)
Anggun Violita (1532100085)
Citra Sari Riski (1532100095)
Dhona Arba (1532100105)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2015/2016

 


KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Segala puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring salam semoga selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad Saw. Keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas ajarannya hingga hari kiamat.
            Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Perkembangan dan Tokoh- tokohFilsafat Islam”.
            Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Dalam penyusunan makalah ini penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan materi perkuliahan serta arahannya, mudah-mudahan Allah SWT. Membalas atas semua bantuan yang telah diberikan dengan tulus dan ikhlas. Penulis berharap makalah ini berguna bagi kita semua amin. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Akhirul kalam,
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

                          Palembang, 12 Desember  2015
                                                                                                                       Penulis



BAB I
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
            Filsafat merupakan bagian dari hasil kerja berpikir dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal dan universal. Sedangkan filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran filosof tentang ketuhanan, kenabian, manusia dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis serta dasar-dasar atau pokok-pokok pemikirannya dikemukakan oleh para filosof Islam. Pertemuan islam (kaum muslim) dengan filsafat, terjadi pada abad ke-8 masehi atau abad ke-2 hijriah, pada saat islam berhasil mengenbangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru. Buku-buku filsafat yunani, diseleksi dan isadur seperlunya, serta diterjemahkan kedalam bahasa arab. Minat dan gairah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan waktu begitu tinggi karena pemerintahlah yang menjadikan pelopor serta pioner utamanya. Maka dapat dipahami bahwa perkembangan filsafat islam, pada mulanya terwariskan dari karangan-karangan filosofi yunani, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa latin, dan berpengaruh bagi ahli-ahli fikir Eropa sehingga ia diberi gelar penafsiran( comentator), penafsiran filsafat Aristoteles.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana perkembangan Filsafat Islam?
2.    Siapa saja tokoh-tokohnya?
3.    Jelaskan tentang pemikiran mereka!




BAB II
Pembahasan
A.    Perkembangan filsafat Islam
                Filsafat islam merupakan gabungan dari dua kata, yaitu filsafat dan islam. Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu kata philein atau philos dan shopia. Kata philein atau philos bearti cinta (love), tapi dalam maknanya yang luas yakni berupa hasrat ingin tahu seseorang terhadap kebijaksanaan, ilmu pengetahuan atau kebenaran. Sementara itu, kata islam secara sematik berasal dari akar kata salima yang bearti menyerah, tunduk, dan selamat. Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah, dan dengan menyerahkan diri kepada-Nya maka akan memperoleh keselamatan dan kedamaian.[1]
            Filsafat islam pada mulanya dikembangkan oleh para filosof, tak terkecuali filosof muslim. Hal ini dikarenakan pertanyaan-pertanyaan manusia mengenai pertanyaan-pertanyaan yang muncul mengenai agama, tetapi belum ditemukan jawabannya. [2]
            Dalam sejarah, pertemuan Islam (kaum muslimin) dengan filsafat, terjadi pada abad-abad ke-8 masehi atau abad ke-2 Hijriah, pada saat Islam berhasil mengembangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru. Dalam abad pertengahan, filsafat dikuasai oleh umat Islam. Buku-buku filsafat Yunani, diseleksi dan disadur seperlunya, serta diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Perkembangan fisafat islam, hidup dan memainkan peran signifikan dalam kehidupan intlektual dunia islam. Minat dan gairah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan waktu itu begitu tinggi karena pemerintahlah yang menjadi pelopor serta pioner utamanya.[3]
            Filsafat islam merupakan hasil pemikiran umat islam secara keseluruhan. Pemikiran umat islam ini merupakan buah dari dorongan ajaran Al-quran dan hadis. Kedudukan akal yang tinggi dalam kedua sumber ajaran islam tersebut bertemu dengan peranan akal yang besar dan ilmu pengetahuan yang berkembang maju dalam peradaban umat lain, terutama peradaban Yunani, Persia, dan India.[4]



B.   Tokoh-tokoh Filsafat Islam
TOKOH
PEMIKIRAN FILSAFATNYA
CONTOHNYA
Al-Kindi
Berfilsafat tidak berakibat mengaburkan dan mengorbankan kenyakinan agama. Al-kindi menyakinkan banyak definisi filsafat tanpa menyatakan bahwa definisi mana yang menjadi miliknya. Yang disajikan adalah definisi-definisi dari filsafat terdahulu, itupun tanpa menegaskan dari siapa dipeerolehnya. Mungkin dengan menyebut berbagai macam definisi itu dimaksudkan bahwa pengertian yang sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang ada, tidak hanya pada salah satunya. Hal ini berarti bagi Al-Kindi bahwa untuk memperoleh pengertian lengkap tentang filsafat itu harus memperhatikan semua unsur yang terdapat dalam semua definisi tentang filsafat. Menurut Al-Kindi, filosof adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil.[5]
Prof. Ahmad Fuad Al-Ahwani pernah menerbitkan makalah Al-Kindi tentang filsafat pertamanya dengan judul Kitab Al-Kindi Ila Al-Mu’tasim Billah fi-Al-Falsafah Al-Ula(Surat Al-Kindi kepada Mu’tasim Billah tentang Filsafat Pertamanya).
Al-Farabi
Al Iilmu bilmaujudaat bima Hiya Al Maujudaat, yang berarti suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada ini. Al-Farabi berhasil meletakkan dasar-dasar filsafat kedalam ajaran Islam. Dia juga berpendapat bahwa tidak ada  pertentangan antara filsafat Plato dan Aristoteles, sebab kelihatan berlainan pemikirannya tetapi hakikatnya mereka bersatu dalam tujuannya. Pola pkir pada bidang mantiq dan fisika, Al-Farabi sependapat dengan alur pikir Aristoteles, dalam bidang etika dan politik, ia sependapat dengan Plato dan persoalan metafisika ia sependapat dengan plotunis.[6]
Terhadap karya Aristoteles adalah masalah Burhan (dalil), Ibarat(keterangan), Khitobah (cara berpidato),  al jadal (argumen/berdebat), Qias (analogi), adapun ulasan ia terhadap karya Plotinus adalah kitab Al majelis fi-Ihnil falaq, juga terhadap karya Iskandar Al Dfraudisiy tentang Maqalah Fin-nafsi.
Ibnu Sina
Dalam hal filsafat Ibnu Sina mengusahakan memadukan filsafat dan agama. Menurut nabi dan filosof menerima kebenaran dari sumber yang sama, yakni malaikat Jibril yang juga disebut akal sepuluh atau akal aktif. Perbedaannya hanya terletak pada cara pemerolehnya, bagi nabi, terjadinya hubungan dengan malaikat Jibril melalui akal materi yang disebut hads (kekuatan suci), sedangkan filosof melalui filosofi melalui akal mustafad. Ibnu Sina dalam membuktikan adanya Tuhan (isbat wujud Allah)  dengan dalil wajib al-wujud dan mukmin al-wujud mengesahkan duplikat Al-Farabi.
As-Syifa, buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar, terdiri dari 4 bagian, yaitu logika, fisika, matematika, dan metafisika(ketuhanan).  Buku tersebut mempunyai beberapa naskah yang terbesar diberbagai perpustakaan barat dan timur. Bagian ketuhanan dan fisika pernah dicetak dengan cetakan batu. Di Teheran pada tahun 1956 Lembaga Keilmuan Ckoslowakia di Praha menerbitkan pasal ke enam dari bagian fisika yang khusus mengenai ilmu jiwa.
Al-Razi
Metode pemikirannya adalah bersistem pengembangan daya intlektual. Apabila ada seseorang murid bertanya maka pertanyaannya itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilemparkan kembali kepada murid-murid lainnya yang terbagi kepada beberapa kelompok. Beliau juga membahas mengenai filsafat Lima Kekal (Al-Qadiim) lima hal yang kekal . dan dia juga mngklasifikasinya pada yang hidup dan aktif. Al Razi adalah termasuk seorang rasonalis murni. Ia hanya mempercayai terhadap kekuatan akal. Bahkan didalam bidang kedokteran bidang studi klinis yang dilakukannya telah menemukan metode yang kuat, dengan berpijak kepada observasi dan eksperimen. Pokok-pokok pendirian Al Razi dalam pemikiran ini adalah pertama, alam kedua dan ketiga kekalan gerak.
Al Razi termasuk orang yang aktif berkarya aktif, buku-bukunya saangat banyak, bahkan dia sendiri mempersiapkan sebuah katalogyang kemudian diproduksi oleh Ibn Al-Nadim. Adapun buku-buku yang ditulisnya, mencakup ilmu kedokteran, ilmu fisika, logika, matematika dan astronomi, komemtar-komentar, ringkasan dan ikhtisar, filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis, atheisme, dan campuran. [7]
Ibnu Maskawaih
a.       Hikmah dan Falsafah
Maskawaih membedakan antara pengertian hikmah (kebijaksanaan, wisdom) dan falsafah (filsafat). Menurutnya, hikmah adalah keutaman jiwa yang cerdas (aqilah), yang mampu membeda-bedakan. Sedangkan filsafat, ia tidak memberikan dengan tegas . ia hanya membagi filsafat menjadi dua bagian, bagian teori dan bagian praktis.
b.      Metafisika
Metafisika maskawaih mencangkup pembahasan tentang bukti adanya Tuhan Pencipta, jiwa dan kenabian (nubuwwah).[8]
 Dengan kesempurnaan ilmunya ilmunya itu pikirannya benar, kenyakinannya benar dan tidak ragu-ragu terhadap kebenaraan. Dari kesempurnaan moral adalah sampai dapat mengatur hubungan antar sesama manusia sehingga tercipta kebahagian hidup bersama.
Ikhwan Al-Shafa’
Beliau menyatakan bahwa filsafat itu bertingkat-tingkat. Yaitu : cinta ilmu, mengetahui hakikat wujud-wujud menurut kesanggupan manusia, berkata dan berbuat sesuai dengan ilmu. Dapat disimpulkan, bahwa golongan ahwanussafa tidak membagi filafat amalan, melainkan bagian amalan, melainkan bagian amalan ini keseluruhannya dimasukkan kedalam bagian ketuhanan. Disamping itu mereka juga memasukkan politik kenabian dan ilmu keakhiratan pada partikel-partikel yang baru.tujuan pokok bidang keagamaan yang hendak mereka capai, yakni merekonsiliasikan atas menyelaraskan antara agama dan filsafat dan juga antara agama-ama yang ada. Ungkapan ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa syariah telah dikotori bermacam-macam kejahilan dan dilumuri berbagai kesesatan.[9]
Kelompok Ikwan Al-Shafa ini menghasilkan karya tulis sebanyak 52 risalah yang mereka namakan dengan Rasa’il Ikhwan al-Shafa. Ia merupakan ensiklopedia populer tentang ilmu filsafat yang ada pada waktunya itu.
Al-Ghazali
Karangan Al-Ghazali berjumlah kurang lebih 100 buah. Karangannya meliputi berbagai macam lapangan ilmu pengetahuan, seperti ilmu kalam, fiqih, tasawuf, akhlak, autobiografi. Sebagai besar karangnnya adalah berbahasa arab, dan sebagaiannya lagi berbahasa persia. Sikap skeptis yang menimpa diriku dan yang berlangsung lama, telah berakhir suatu keadaan, dimana diriku tidak mempercayai kepada pengetahuan indrawi, keraguan-keraguan Al-Ghazali terhadap pengetahuan inderawi. Pada waktu berjaga(tidak tidur) Al Ghazali masih menyangsikan kebenaran yang diperoleh lewat indra maupun akal pikiran. Karena apakah memang benar dipercayai sesuatu yang nyata jika dibandingkan keadaan yang dialami ? sebab bisa saja datang suatu keadaan baru dimana hubungannya dengan waktu jagamu, sama dengan hubungan antara waktu jagamu dengan keadaan baru, yang tidak lain hanyalah mimpi belaka. Filsafat Metafisika yaitu mengenai kejadian alam dam dunia, Al Ghazali berpendapat bahwa dunia berasal dari iradat (kemauan) Tuhan semata-mata, tidak terjadi dengan sndirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan. Iradat ittu menghasikan ciptaan yang berganda, disatu pihak merupakan zarah-zarah (atom-atom) yang masih abtrak.
Penyesuaian yang kongkret antara zarah-zarah abstrak yang undang-undang itulah yang merupakan dunia dan kebiasaannya yang kita lihat ini. Iradat tuhan itu sendiri adalah mutlak, bebas dariikatan waktu dan ruang, tetapi dunia yang diciptaan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal manusia. [10]
Kitabnya yang terkenal yaitu Ihya Ulumuddin, yang artinya menghidupkan ilmu-ilmu agama, dan yang dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara Syam, Yarussalem, Hijas dan Yus, dan berisi antara panduan indah antara fiqih, tasawuf dan falsafat, bukan saja terkenal dikalangan kaum muslim, tetapi didunia barat dan luar islam. Dalam menjatuhkan prinsip kaum filsafat, Ia yus duruminal-wahid illah syiun wahid Al Gzhali mengemukakan contoh-contoh filsafat sendiri.
Ibnu Bajjah
Ibnu Bajjah adalah ahli yang menyadarkan pada teori dan praktik ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spektakuler seperti logika, filsafat alam dan metafisika, sebagaimana yang dikatan De Boer dalam The History of philosofhiin islam. Menurut ibnu bajjah materi dapat berekstensi harus ada bentuk. Dia berargumen jika berbentuk, maka ia akan berbagi menjadi materi dan bentuk dan begitu seterusnya, ad infinium. Tindakan manusia menurut Ibnu Bajjah menjadi dua yakni : tindakan hewani dan tindakan. Pertama, tindakan hawani, timbul dikarenakan adanya motif naluri atau hal-hal yang berhubungan dengannya, baik dekat maupun jauh. Kedua, tindakan manusiawi, timbul dikarenakan adanya pemikiran yang lurus dan keamanan yang bersih dan tinggi. Unsur manusiawi manusia untuk mempelajari merupakan unsur pasif, begitu pula dalam arti yang berbeda. Unsur aktif berkeinginan mencapai kesempurnaan saja, sesudah itu ia berhenti dan pengulangan cara itu dilaksanakan hanya melalu pendapat dan ruh (soul) yang berhasrat. Akal dan pengetahuan yang benar dapat diperoleh melalui akal dan akal merupakan satu-satunya sarana yang dapat mewujudkanuntuk mencapai kemakmuran dan membangun kepribadian. Definisi jiwa dan menyatakan bahwa tubuh, baik yang alamiah maupun yang tidak alamiah, tersusun dari materi dan bentuk-bentuk merrupakan perolehan permanen atau kenyataan tubuh.jiwa yang berhasrat itu terbagi menjadi tiga bagian yaitu : hasrat imajinatif yang melalui anak keturunan dibesarkan individu-individu dibawa ketempat-tempat tinggal mereka dan memiliki rasa sayang, cinta dan yang semacamnya. Hasrat menegah, yang melalui timbul nafsu akan makanan, perumahan, kesenian, dan ilmu. Hasrat berbicara, yang melalui timbul pengajaran, ini merupakan hasrat khusus yabg dimiliki manusia, tidak seperti kedua hasrat sebelumnya.[11]  
Sebagaimana dijelaskan di buku ini Ibnu Bajjah sangat menyutujui politik Al Farabi. Misalnya dia menerima pendapat Al Farabi yang membagi negara menjadi negara yang sempurna. Dia juga setuju dengan Al Farabi yang beranggapan bahwa individu yang berbeda dari sebuah bangsa memiliki watak yang berbeda pula, sebagian dari mereka lebih suka memerintah dan sebagian yang lain lebih suka diperintah. Contoh dari etika yaitu makan misalnya, bersifat hewani sepanjang hal itu dilakukan untuk menjaga kekuatan dan kehidupan demi meraih karunia-karunia spiritual. Sehingga pangkal perbedaan-perbedaan antara dua tindakan tersebut bagi Ibnu Bajjah adalah pada segi motifnya, bukan pada segi tindakannya itu.
Ibnu Tufail
Tentang dunia, salah satu masalah filsafat adalah apakah dunia itu kekal, atau diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan atas kehendak-Nya ? Dalam filsafat muslim, Ibnu Tufail, sejalan dengan kemahiran dalekstisnya,menghadapi masalah itu dengan tepat sebagaimana kant. Tidak seperti pendahulunya, tidak menganut doktrin saingannya, sekali pun dia tidak mendamaikannya. Tentang tuhan dengan mengikuti pandangan Ibnu Sina, Ibnu Tufail membuat perbedaan antara kekal dalam esensi dan kekal dalam waktu, dan percaya tuhan ada sebelumnya dunia dalam hal esensi tapi tidak dalam hal waktu. Tentang Kosmologi Cahaya, Ibnu Tufail menerima prip bahwa dari satu tidak ada lagi apa-apa kecuali satu itu. Manifestasi kemajemukan kemawujudan dari yang satu dijelaskan dalam gaya Neo-Platonik yang monoton, sebagai tahap-tahap berurutan pemancaran yang berasal dari cahaya tuhan. Epistimologi Pengetahuan, Ibnu Tufail akhirnya berpaling kepada kedisiplinan jiwa, yabg membawa kepada ekstase, sumber tertinggi pengetahuan. Jiwa menjadi sadar dan mengalami apa yang tak pernah dilihat oleh mata atau didengar telinga, atau dirasa hati orang manapun. Etika/akhlak, manusia merupakan perpaduan tubuh, jiwa hewani dan esensi non-bendawi, dan dengan demikian menggambarkan binatang, benda angkasa dan tuhan. Peniruan yang kedua menuntut darinya kebersihan pakaian dan tubuh, kebaikan terhadap obyek-obyek hidup dan tak hidup, perenungan atas esensi Tuhan dan perputaran esensi orang dalam ekstase.[12]  
Isi dari risalah Ibnu Tufail ini adalah secar dramatis. Dimulai dengan kelahiran mendadak Hay disebuah pulau kosong. Kemudian dia dibuang ditempat terpencil oleh saudara perempuan seorang raja. Dengan maksud perkawinannya dengan yaqsan tetap dirahasiakan. Ditempat itu dia diasuh dan diberi makan oleh rusa kecil. Anak tersebut oeh ibnu tufail dinamakan Hay ibn Yaqzan. Pada suatu hari terlihat oleh Hay terjadi kebakaran dipulau itu. Api itu diambilnya, lalu dinyala-nyalakan kayu itu terus menerus. Dengan kay uitu dicoba menbakar burung, lalu terasalah baginya makananya yang lebih lezat setelah dimasak itu. Dia mulai berburu hewan guna dimasak dan dimakan. Guna teman berburu maka itu lalu dipeliharanya anjing. Dipulau Hay tinggal disana dia berjumpa dengan Hay, setelah dia mengajari Hay tutur bahasa manusia, maka mereka berduapun mengadakan bertukar fikiran. Disinilah Ibnu Tufail menggambarkan bagaimana alam pikiran hay yang berkembang sendiri itu dapat saja sesuai pendapatnya dengan alam pikiran sialim yang terpelajar dari masyarakat ramai itu.  
Ibnu Rusyd
Pencari Tuhan, Ibnu Rusyd meneliti berbagai golongan yang timbul dalam islam, menurut pendapat dia yang paling terkenal ada 4 , yaitu : Asy’riyah, Mu’tazilah, Batiniah, dan Hasyiwiah. Masing- golongan menpunyai kepercayaan yang berlainan tentang tuhan, dan banyak memindahkan kata-kata syara’ dari arti lahirnya kepada takwilan-takwilan yang disesuaikan dengan kepercayaannya. Kemudian mereka harus dianut oleh semua orang dan barang  siapa yang menyimpang darinya berarti kafir atau telah menjadi bid’ah. Sebab terjadi keadaan tersebut ialah karena mereka sudah menyimpang dari maksud dari syara’ dan tidak dapat memahaminya. Menurut Ibnu Rusyd untuk ini mereka mereka tidak menempuh jalan yang ditunjukkan oleh syara’ karena mendasarkan baharunya alam atas tersusun dari bagian-bagian yang tidak terbagi–bagi, dan bahwa bagian-bagian itu adalah baru. Kalu kita memperkirakan alam ini baru, maka ia mesti ada pembuatnya yang baru, dan pembuat ini membutuhkan pembuat yang lain, dan begitu seterusnya sampai tidak berkesudahan. Kalau kita memperkirakan alam ini qadim (azali), maka perbuatan pembuatan yang berhubungan dengan perkara-perkara yang  dibuatnya tersebut adalah qadim juga. Qadimnya Alam, apakah alam ini qadim (ada tanpa permulaan) ataukah hadits (ada setelah tiada), maka menurut Ibnu Rusyd, perselisihan antara kaum theologi pengikut Asy’ariah dan para filosof klasik hampir bisa dikembalikan kepada perselisihan mengenai penamaan  saja, khususnya bagi beberapa orang filosof saja. Sebab mereka telah sepakat adanya tiga macam wujud yaitu yang dua bersifat eksrim dan yang satu merupakan bentuk pengetahuan dari keduanya. Kebangkitan Jasmani , menurut Ibnu Rusyd, keimanan terhadap kebangkitan jasmani adalah suatu keharusan bagi terwujudnya keutamaan akhlak,  keutamaan teori dan amalan lahir, karena seseorang tidk memperoleh kehidupan yang  sebenarnya dalam dunia ini kecuali dengan amalan-amalan lahir, dan untuk kehidupan didunia dan akhirat, tidak bisa tercapai kecuali dengan keutamaan-keutamaan teori. [13] 
Ibnu Rusyd banyak mengarang buku, tetapi yang asli berbahasa arab sampai ketangan kita sekarang hanya sedikit. Diantara karangan-karanganya dalam soal filsafat adalah : Tahafutut-tahafut, risalah fi ta’allaqi’ilmillahi’an’ Adami Ta’alluqihi bil-juziat, Tafsiru ma bad’dath-Thabiat.  





DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Yusuf Musa, falsafat al-Ahklaq fi al-Islam, kairo: Dar al-A’raf, 1945
Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A., filsafat islam, filosof dan filsafatnya, jakarta: rajawali pers, 2004
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramadina, 1997
Nasution Hasyimsyah, filsafat islam, jakarta, Gaya media Pratama, 1998.





















KESIMPULAN
            Dari pembahasan diatas, kita telah membuktikan keluasaan dan kedalaman pemikiran filsafat islam, baik yang berkembang dikawasan Islam Timur (Arab) maupun yang berkembang dikawasan islam barat (Adalus, Spayol). Sebagaimana filsafat lainnya, filsafat islam mempunyai kedudukan yang amat penting dalam dunia pemikiran filsafat. Bahkan, orang barat tidak akan mengenal filsafat (juga sains) tanpa kontribusi dari islam. Kita yang hidup hari ini mampu menangkap sinyal yang disyaratkan oleh para Filosof Muslim (juga para saintisnya) dan mengaplikasikannya dengan kondisi kekiniannya. Mengenal filosof Muslim, berarti kita harus mampu melampauinya.           
           




[1] . Zaprulkhan,  filsafat islam sebuah kajian tematik, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada), 2014, hlm. 3.
[2]  Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA), 2008, hlm. 435.                             
[4]  Sirajuddin Zar,  filsafat islam filosof dan filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2010, hlm. 37
[5] Muhammad Syafiq Grabal, al-Mausu’at al-Arabiyyat al-Muyassarat, (kairo: Dar al-Qalam & Franklin foundation, 1965), hlm. 1383.
[6] Muhammad Ali Abu Rayan, Al-Falsafat Al-islamiyyah Syakhshiyatuhu wa Mazahibuha, (tt: MK. Iskandariyat, t.t.) hlm. 367.
[7] M.M.Syarif, (Ed.)., The History of Muslim Philosophy, (New York: Dovers Publications, 1967), hlm. 434.
[8] Muhammad Yusuf Musa, Falsafat al Akhlak fi al-islam, (kairo: Dar al-A’arif, 1945), hlm. 71.
[9] Muhammad ‘Athif Al-Iraqy, al-Falsafat al-Islamiyyat, (Kairo: Dar al-Ma’rif, 1978), hlm. 29.
[10] Zaki Mubarak, al-Akhlak ‘ind Al-Ghazali, (Mesir: Dar al-Katib al-Araby al-Thaba’at al-Nasyr, 1968), hlm. 47.
[11] T.J. De Boer, Tarikh al-Falsafat fi al-Islam, Terj. Muhammad Abd Al-Hadi Abu Zaidah, (Kairo: Mathbat’at al-Taklif, 1962), hlm. 280.
[12] Harun Nasution, islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta  Universitas Indonesia, 1985), hlm. 55.
[13] Nurcholish Madjid, Kaki Langit Perabadan Islam, (Jakarta: paramadina, 1997), hlm. 94-95.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar