CABANG-CABANG
FILSAFAT
DOSEN
PENGAMPU :
SYARNUBI M.Pd.I
MAKALAH
INI DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA
KULIAH
ILMU FILSAFAT
DISUSUN
OLEH KELOMPOK III :
Adela Destri ( 1532100073 )
Amelia
Agustina ( 1532100083 )
Berenda Permara Sari ( 1532100093 )
Dewi Shintawati ( 1532100103 )
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN
RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
Subhanahuwata’ala. Karena berkat rahmat-Nya kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “cabang-cabang filsafat”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membentuk khususnya kepada dosen pembimbing Syarnubi, M.Pd.I karena memberi
kesempatan untuk kami dalam menyajikan makalah ini. Sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
teman-teman sekalian dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalamu’alaikumWr.Wb
Palembang,
Oktober 2015
Penulis
BAB
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Tujuan studi dari cabang-cabang filsafat
adalah mengantar seseorang kedalam dunia filsafat, sehingga minimal dia dapat
mengetahui apa-apa saja bagian dari cabang-cabang filsafat.
Dalam filsafat ini perlu ditegaskan
bahwa dalam menguraikan beberapa tema filsafat, seperti cabang-cabang filsafat.
Kajiannya secara ketat bercorak filsafat dan ilmu pengetahuan juga diberikan
fakta-fakta dan kebenaran tentang ilmu-ilmu empiris formal dan ilmu-ilmu
lainnya. Yang memfokuskan pembahasan mengenai filsafat disini akan diuraikan
pembahasan tentang sesuatu tertentu karena filsafat bertanya dengan kenyataan.
Selain itu, dalam menguraikan materi cabang-cabang filsafat makalah ini
menggunakan bahasa yang sangat sederhana dan komunikatif sehingga dapat
diterima dengan baik oleh mahasiswa. Tentu saja ada sejumlah istilah-istilah
teknik filosofis yang tidak bisa dideskripsikan apa adanya yang kadang kala
cukup sulit bagi orang yang baru pertama kali belajar wacana filsafat.
Cabang-cabang filsafat adalah
bidang-bidang studi filsafat. Ia merupakan cabang-cabang penyelidikan yang ada
didalam filsafat. Namun pembagian ini adalah skema yang paling klasik dan
paling umum diterima, sasaran cabang-cabang filsafat ini adalah untuk membentuk
sikap dan perilaku yang akan mampu membuat manusia untuk bertindak dalam
pengetahuan dan mempunyai pemikiran yang krisis.
Dalam menganut
ilmu-ilmu filsafat itu perlu karena kini kita semakin dewasa. Setiap ilmuwan
mampu menempatkan posisi masing-masing ilmu sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Untuk itu, filsafat pun menjadi pembelajaran yang diperlukan oleh
mahasiswa unuk memperkuat argumen-argumen mereka dalam berfilsafat. Yang
bertujuan untuk menemukan jawaban-jawaban yang masih menjadi permasalahan
dibidang mata kuliah lainnya.
A.
Rumusan Masalah
- Apa saja yang terdapat dalam
cabang-cabang filsafat ?
- Apa itu Metafisika, Epistomologi,
Logika, Aksiologi, Etika, dan Estetika ?
B.
Tujuan
- Untuk mengetahui apa yang terdapat dalam
cabang-cabang filsafat.
- Untuk menngetahui apa itu Metafisika,
Epistomologi, Logika, Aksiologi, Etika, dan Estetika.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Cabang-Cabang Filsafat
Pada awalnya, perbedaan filsafat dan
ilmu pengetahuan sangatlah kecil. Pada zaman Yunani kuno hanya dibedakan empat
ilmu, yaitu logika, ilmu pasti, ilmu pesawat dan ilmu kedokteran. Bahkan,
kedokteran dan logika lebih dipandang sebagai seni atau keahlian. Mulai dari
zaman renaisans (sekitar 1800 dan sesudahnya) menghasilkan ilmu-ilmu yang
kebanyakan sekarang. Seperti sosiologi, psikologi, dan psikoanalisis yang masih
muda. Dan ada yang lebih muda lagi seperti ekologi (ilmu keseimbangan
lingkungan hidup).
Ilmu dibagi menjadi tiga kelompok :
1) Ilmu- ilmu formal : Matematika, logika, dan
lain-lain
2) Ilmu-ilmu empiris formal : Ilmu alam, ilmu hayati, dan lain-lain
3) Ilmu-ilmu hermeneutis : Sejarah, ekonomi, dan lain-lain.[1]
Beberapa orang perpendapat bahwa ilmu
hermeneutis tidak ilmiah karna disini tidak dicapai kepastian. Misalkan
sejarah, disini tidak diterangkan sesuatu melainkan hanya diberikan fakta-fakta
dan tidak pernah dicapai suatu kepastian bahwa fakta ini benar. Orang lain
mengatakan bahwa ilmu-ilmu empiris formal dan ilmu-ilmu hermeneutis tidak
begitu penting pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang termasuk kritik
ilmu-ilmu. Teori-teori tentang pembagian ilmu-ilmu, tentang metode ilmu,
tentang dasar kepastian dan tentang jenis-jenis keterangan yang diberikan,
merupakan suatu cabang dari filsafat. Filsafat itu selalu bersifat “filsafat
tentang” sesuatu yang tertentu karena filsafat bertanya tentang seluruh
kenyataan. Tujuannya agar manusia sanggup menghasilkan sesuatu, baik secara
teknis maupun puitis dalam terang pengetahuan yang benar. Kritik sastra, dan
estetika merupakan bidang-bidang dalam cabang filsafat ini tetapi, perkembangan
peradapan kehidupan manusia menuntut filsafat untuk lebih memperluas bidang
penyelidikan. [2]
Saat ini, cabang-cabang
filsafat dapat dibagi menjadi enam cabang pokok metafisika, epistemologi,
logika, aksiologi, etika, estetika. Penjelasannya ialah sebagai berikut:
1.
Metafisika
Metafisika istilah ini
berasal dari bahasa Yunani meta ta
phifisika yang berarti “hal-hal yang terdapat sesudah fisika”. Sebagai ilmu
pengetahuan mengenai yang ada misalnya dengan yang ada sebagai yang digerakkan
atau sebagai yang dijumlahkan. Metafisika merupakan cabang filsafat yang memuat
suatu bagian dari persoalan yang ada:
a.
Membicarakan
tentang prinsip-prinsip yang paling universal.
b.
Membicarakan
sesuatu yang bersifat keluar biasaan.
c.
Membicarakan
karakteristik hal-hal yang sangat mendasar, yang berada diluar pengalaman
manusia.
d.
Berupaya
menyajikan suatu pandangnan yang komprehensif tentang segala sesuatu.
e.
Membicarakan
persoalan-persoalan seperti: hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan
pengertian tentang kemerdekaan wujud Tuhan, kehidupan, setelah mati dan
lainnya.[3]
Metafisika
studi mengenai kategorasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dengan
yang lainnya sebagai contoh, bukankah menjual buku mengenai ontologi, melainkan
lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib atau sihir, pengobatan alternative,
dan hal-hal sejenisnya.[4]
Metafisika ini suatu
cabang filsafat yang paling sulit dipelajari, terutama bagi pemuda yang baru
belajar filsafat. Metafisika sering disebut juga sebagai “filsafat pertama”
maksudnya ialah ilmu yang menyelidiki apa hakikat dibalik alam nyata ini,
sering juga disebut sebagai “filsafat tentang hal yang ada” persoalannya adalah
menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas
pada apa yang dapat ditangkap oleh panca indra saja.[5]
Istilah pertama tidak
berarti bahwa bagian filsafat ini harus ditempatkan didepan, tetapi menunjukkan
kedudukan atau pentingnya. Filsafat ini pertama menyelidiki
pengandaian-pengandaian paling mendalam dan paling akhir dalam pengetahuan
manusiawi yang mendasari segala macam pengetahuan lainnya. Metafisika dibagi
Lagi menjadi dua bagian yaitu: metafisika umum dan metafisika khusus.[6]
1.
Metafisika
umum (Yang Disebut Ontologi)
Ontologi merupakan
cabang dari metafisika yang membicarakan eksistensi dan ragam-ragam dari suatu
kenyataan. Jenis ontologi ini, dari satu pihak menarik. Karena disini ditemukan
kemungkinan untuk menterjemahkan isitilah-istilah falsafi dengan
jawaban-jawaban yang diberikan atau pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dalam
ontologi mengungkapkan suatu kepercayaan. Jenis kepercayaan ontologi ada empat:
a. Ateisme
(Yunani: a- ‘bukan’, theos ‘Allah’)
mengajarkan bahwa allah itu tidak ada dan manusia sendirian dalam kosmos.
b. Agnostitsme
(Yunani: a- ‘bukan’, gnosis
‘pengetahuan’) mengajarkan bahwa tidak dapat diketahui apakah Allah itu tidak
ada atau tidak, sehingga pertanyaan tentang Allah selalu terbuka.
c. Panteisme
(Yunani: pan ‘segala sesuatu’, theos
‘Allah’) mengajarkan bahwa seluruh kosmos sama dengan Allah, sehingga tidak ada
perbedaan antara pencipta dan ciptaannya.
Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan
yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu :
a. Materialisme, yaitu aliran yang
mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang itu adalah materi. Sesuatu
yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
b. Idealisme, yaitu aliran ini menjawab
kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat itu justru rohani
(spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki di banding materi.
c. Dualisme, yaitu aliran ini ingin
mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada
(kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu
materi dan rohani.
d. Agnotisisme, yaitu aliran ini merupakan
pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu keraguan atas setiap
jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
2.
Metafisika
Khusus (Yang Disebut Kosmologi)
Metafisika khusus (kosmologi) adalah
ilmu pengetahuan tentang struktur alam semesta
yang membicarakan tentang ruang, waktu, dan gerakan. Kosmologi berarti
ilmu tentang dunia dan ketertiban yang paling fundamental dari seluruh
realitas. Karena cabang filsafat ini menyelidiki apa yang dapat dikatakan
tentang adanya Allah, lepas dari agama, lepas dari wahyu. Metafisika khusus
lainnya adalah filsafat antropologi. Filsafat antropologi merupakan
cabang-cabang filsafat yang berbicara tentang manusia. [8]
Kosmologi juga merupakan cabang dari
metafisika khusus. Secara etismologis, istilah kosmologi yang kita kenal saat
ini berasal dari dua kata Yunani kosmos dan logos. Kata kosmos berarti dunia
atau ketertiban, sedangkan
kata logos berarti kata, percakapan atau ilmu. Jadi kosmologi berarti
percakapan tentang dunia atau alam dan ketertiban yang paling fundamental.
Cabang filsafat ini memandang alam sebagai suatu totalitas dari fenomena dan
berupaya untuk memadukan spekulasi metafisik dengan evidensi ilmiah di
dalam suatu kerangka yang koheren. Dalam perkembangannya, cabang
filsafat ini banyak memberi bantuan bagi ilmu-ilmu alam. Adapun bagian filsafat
terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Antropologi, Setiap filsafat mengandung
eksplisit ataupun implisit suatu pandangan tentang manusia, tentang tempatnya
dalam kosmos, tentang hubungannya dengan dunia, dengan sesama. Manusia adalah
sekaligus materi dan hidup, badan dan jiwa mempunyai kehendak dan pengertian. Sekitar
tahun 1500 manusia betul-betul menjadi titik pusat dari filsafat. Sejak zaman
renaisme manusia dipandang sebagai pusat sejarah, pusat pemikiran, pusat
kehendak, kebebasan, dan dunia.
b. Kosmologi, merupakan rangka umum yang
dimana hasil-hasil dari ilmu alam dapat dipasang. Teori-teori umum tentang alam
sebagai kesatuan yang berfungsi sebagai rangka umum. Kosmologi sekarang
memandang alam sebagai suatu proses. Kosmologi itu bukan sistem tetap dan tak
terhingga melainkan suatu proses perkembangan.[9]
2.
Epistemologi
Epistemogi lazimnya disebut teori
pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karakter, dan
kebenaran pengetahuan. Persoalan epistemologi sebagai pertanyaan-pertanyaan
tentang kemungkinan pengetahuan, tentang batasan-batasan pengetahuan, tentang
asal pengetahuan yang dibicarakan dalam epistomogi.
Kata epistimologi
berarti “pengetahuan (Yunani:logia) tentang asal pengetahuan (epiteme)”.
Epistomologi disebut “teori pengetahuan”. Secara etismologis, istilah
epistemology berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata episteme dan
logos. Kata episteme berarti pengetahuan sedangkan kata logos berarti kata,
pikiran, percakapan, atau ilmu. Jadi, epistomologi berarti kata, pikiran, percakapan, ilmu
tentang pengetahuan.
Epistomogi adalah
cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Ia menyelidiki
asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan yang secara umum
membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan.
Dalam epistemologi,
pertanyaan-pertanyaan tentang kemungkinan-kemungkinan pengetahuan yang
dibicarakan. Sehingga dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir,
yaitu:
a. Empiris, yaitu pengalaman dimana
pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.
b.
Rasionalisme,
yaitu: tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan
manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal.
Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode
deduktif.
c. Positivisme, merupakan sistesis dari
empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun
harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan
validitas dan reabilitas pengetahuan.
d. Intuisionisme. Intuisi tidak sama dengan
perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya
dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, dan
tetap unik. [10]
Contoh : “Ibu kota
Republik Indonesia adalah Jakarta”. Teori ini digagas oleh Aristoteles (384-322
S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Penganut
teori ini adalah mazhab realisme dan materialisme.[11]
3.
Logika
Logika merupakan cabang
filsafat yang tidak mengajar apa pun tentang manusia atau dunia. Ia merupakan
suatu teknik atau “seni” yang mementingkan segi formal, bentuk dari
pengetahuan. Logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari
suatu perangkat bahan tertentu. Ia adalah cabang filsafat yang menyelidiki
kesehatan cara berpikir, aturan-aturan mana yang harus dihormati supaya
pernyataan-pernyataan yang kita lontarkan sah.
Istilah logika pertama
kali digunakan oleh Zeno dari cina (334-262 SM). Secara etimologis, istilah
logika adalah istilah yang dibentuk dari kata Yunani logikos. Kata logikos ini
berasal dari kata logos yang berarti sesuatu yang diutarakan, suatu
pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, dan bahasa. Sementara kata
logikos sendiri berarti mengenai susuatu yang diutarakan. Mengenai kata,
mengenai percakapan, atau yang berkenaan dengan bahasa.
Logika dapat dibedakan
atas dua macam, yakni logika kodratiah dan logika ilmiah. Logikah kodratiah
logika yang bekerja berdasarkan hukum-hukum logika ilmiah. Kedua macam logika
ini tidak dapat dipisahkan. Karena logika ilmiah membantu logika kodratiah.
Akal budi dapat bekerja menurut
hukum-hukum logika dengan cara yang spontan.
Logika ilmiah
memperluas, mempertajam pikiran serta akal budi. Berkat pertolongan logika ini
akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih
aman. Logika dibagi dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan logika
induktif. Logika deduktif disebut juga logika formal. Logika ini membicarakan
susunan proposisi-proposisi dan penyimpulan yang sifat keharusannya berdasarkan
atas susunannya.[12]
Logika induktif mencoba
untuk menarik kesimpulan tidak dari susunan proposisi-proposisi, melainkan dari
sifat-sifat seperangkat bahan yang diamati. Ia mencoba untuk bergerak dari satu
perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju ke pernyataan yang bersifat
umum mengenai semua fakta yang bercorak demikian, atau dari suatu perangkat
akibat tertentu menuju kepada sebab atau sebab-sebab dari akibat-akibat
tersebut. Dalam logika induktif hukum-hukumnya bersifat probabilitas. Contoh ketika siswa atau peneliti melakukan metode
ilmiah, maka pelaku ilmiah ini harus melakukan kegiatan ilmiah ini dengan
berpikir secara secara logis, mulai dari saat pelaku ilmiah melakukan
pengamatan ,merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melaksnakan penelitian,
mengumpulkan data berdasarkan prinsip yang logis,rasional,dan masuk akal.[13]
4.
Aksiologi
Aksiologi adalah filsafat
nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori: (1) baik dan buruk; (2)
indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama dibawah kajian filsafat adalah
tingkah laku. Sesuai dengan sifatnya, ia menyelesaikan masalah secara mendalam
dan universal. Penyelesaian masalah secara mendalam artinya ia menyelesaikan
masalah dengan cara pertama-tama mencari penyebab yang paling awal munculnya
masalah. Sedangkan, universal artinya melihat masalah dalam hubungan yang
seluas-luasnya.[14]
Aksiologi disamakan
dengan value and valuation nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam
pengertian yang lebih luas mencangkup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban,
kebenaran dan kesucian. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau
nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai,
seperti nilainya atau nilai dia.[15]
5.
Etika
Etika adalah cabang filsafat yang
berbicara tentang manusiawi, tentang tindakan. Ia merupakan cabang filsafat
yang bersangkutan dengan tanggapan-tanggapan mengenai tingkah laku yang betul.
Etika juga sering disebut sebagai filsafat moral, karena ia menyelidiki semua
norma moral. Istilah estetika berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani ethos
dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan, tempat yang biasa. Sementara
ethikos berarti susila, keadaan atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Jadi,
etika adalah adalah cabang filsafat yang membahas mengenai baik-buruk atau
benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti
kewajiban-kewajiban manusia.[16]
Objek material adalah tingkah laku atau
perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan,
bermoral atau tidak bermoral. Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang
berusia sejak lama. Kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu
perilaku dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan
Teologis.
a. Teori dentologis yaitu menyatakan bahwa
baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan
akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang
ada.
b. Teori teologis lebih menekankan pada
unsur hasil suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung
dari pada ruginya.
Beberapa ahli membagi etika kedalam tiga
studi, yakni etika deskriptif, etika normatif, dan meatika. Etika deskriptif
adalah etika yang mencoba menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan penerimaan
moral secara deskriptif.
Etika normatif kerap kali disebut juga
filsafat moral (moral philosophy) atau etika filsafati. Etika normatif berarti
sistem-sistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk dan penuntun dalam
mengambil keputusan yang menyangkut baik dan buruk, benar dan salah, sedangkan
meatika menyelidiki dan menetapkan arti serta makna istilah-istilah normatif yang
di ungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan yang membenarkan atau menyalahkan
suatu tindakan.[17] Contoh : mahasiswa yang memperoleh nilai gemilang untuk
ujian mata kuliah etika, belum tentu dalam perilakunya akan menempuh
tindakan-tindakan yang paling baik menurut etika, malah bisa terjadi nilai yang
bagus itu hanya sekedar hasil menyotek, jadi hasil perbuatan yang tidak baik.[18]
6.
Estetika
Estetika disebut juga dengan keindahan
(philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetis (Yunani) yang artinya
hal-hal yang dapat diserap dengan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan
dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah
atau tidak indah.
Estetika merupakan ilmu pengetahuan
tentang keindahan. Secara etismologis, kata estetika berasal dari kata Yunani
easthis yang berarti pengamatan, penserapan inderawi atau pemahaman
intelektual. Estetika merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan seni dan
keindahan. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa keindahan merupakan objek dari
estetika. Sebab dalam estetika definisi, susunan, dan peranan keindahan,
khususnya di dalam seni, dibicarakan dalam estetika. Karena objek estetika
adalah keindahan, maka estetika tidak mempersoalkan seorang seniman. Tapi
estetika menyelidiki apa-apa saja yang disebut “indah”, prinsip-prinsip yang
mendasari seni dan keindahan, pengalaman yang berkaitan dengan seni dan
keindahan, seperti pencipta seni, penilaian terhadap seni atau perenungan atas
seni dan keindahan. Dengan kata lain, dalam estetika, hakikat keindahan
(seperti keindahan jasmani, keindahan rohani, keindahan seni dan keindahan
alam), dan diselidiki emosi-emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah,
yang agung, yang tragis, yang bagus, yang mengharukan dsb dibicarakan.[19]
Estetika dibedakan ke dalam dua bagian,
yakni estetika deskriptif dan estetika normatif. Estetika deskriptif
menggambarkan gejala-gejala pengalaman yang keindahan. Ia menguraikan dan
melukiskan fenomena keindahan. Sedangkan estetika normatif mencari dasar
pengalaman keindahan. Ia mempersoalkan dan menyelidiki hakikat, dasar dan
ukuran pengalaman keindahan. [20]
Contoh, dalam mengamati suatu karya
seni, kita menggunakan kelima indra tersebut untuk mendapatkan kesan yang
ditimbulkan dari karya seni yang diamati, baik itu kesan warna, ruang, tekstur,
dan sebagainya sehingga kita dapat merasakan unsure keindahan.[21]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Dari
pembahasan tentang cabang-cabang filsafat diatas dapat disimpulkan bahwa
cabang-cabang filsafat terdiri dari Metafisika, Epistemologi, Logika,
Aksiologi, Etika, Estetika yang bertanya tentang seluruh kenyataan yang benar
dan memberi petunjuk pedoman bagi tingkah laku manusia yang baik dan
sebagaimana mestinya.
2. Jadi kesimpulannya : Metafisika adalah
ilmu pengetahuan mengenai yang ada. Epistemologi adalah kata, pikiran,
percakapan, ilmu pengetahuan. Logika adalah mengenai sesuatu yang diutarakan.
Aksiologi adalah nilai aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori : (1) baik
dan buruk; (2) indah dan jelek. Etika adalah cabang filsafat yang berbicara
tentang manusiawi dan tentang tindakan. Dan Estetika adalah keindahan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi,
Asmoro, 2012, Filsafat Umum,
Jakarta: RajaGrafindo Persada
https//adhychezz.wordpress.com/Berpikir
Krisis dan Kreatif
https://alwi-maksufi.blogspot.com/Etika
sebagai cabang Filsafat
https://nyimasindakusumawati.blogspot.com/Filsafat
Umum
https://rommelpasopati.wordpress.com.metafisika
https//Susanto-edogawa.blogspot.com/Aksiologi
Martini,
Eka, 2013, Filsafat Umum, Palembang: Noer Fikri Offset
Zaprulkhan, 2012, Filsafat Umum: sebuah pendekatan
tematik,
Jakarta:
RajaGrafindo Persada
[1] Eka Martini, Filsafat Umum, (Palembang: Noer Fikri
Offset, 2013), hlm. 29.
[2] Ibid., hlm. 29.
[5] Achmadi, Asmoro, op., cit,
hlm. 31.
[7] Ibid., hlm. 37.
[12]
Eka Martini, op., cit, hlm. 48.
[20] Zaprulkhan, Filsafat Umum: sebuah
pendekatan tematik, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 13.
izin copas materinya pak :)
BalasHapus