Jumat, 01 Januari 2016

makalah (Flsft) cabang-cabang filsafat

CABANG-CABANG FILSAFAT
DOSEN PENGAMPU :
    SYARNUBI M.Pd.I


MAKALAH INI DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA
KULIAH ILMU FILSAFAT

DISUSUN OLEH KELOMPOK III :
Adela Destri                         ( 1532100073 )
                               Amelia Agustina                                      ( 1532100083 )
Berenda Permara Sari          ( 1532100093 )
Dewi Shintawati                  ( 1532100103 )

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2015/2016

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala. Karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “cabang-cabang filsafat”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membentuk khususnya kepada dosen pembimbing Syarnubi, M.Pd.I karena memberi kesempatan untuk kami dalam menyajikan makalah ini. Sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman sekalian dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Wassalamu’alaikumWr.Wb


Palembang, Oktober 2015


Penulis
BAB
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Tujuan studi dari cabang-cabang filsafat adalah mengantar seseorang kedalam dunia filsafat, sehingga minimal dia dapat mengetahui apa-apa saja bagian dari cabang-cabang filsafat.
Dalam filsafat ini perlu ditegaskan bahwa dalam menguraikan beberapa tema filsafat, seperti cabang-cabang filsafat. Kajiannya secara ketat bercorak filsafat dan ilmu pengetahuan juga diberikan fakta-fakta dan kebenaran tentang ilmu-ilmu empiris formal dan ilmu-ilmu lainnya. Yang memfokuskan pembahasan mengenai filsafat disini akan diuraikan pembahasan tentang sesuatu tertentu karena filsafat bertanya dengan kenyataan. Selain itu, dalam menguraikan materi cabang-cabang filsafat makalah ini menggunakan bahasa yang sangat sederhana dan komunikatif sehingga dapat diterima dengan baik oleh mahasiswa. Tentu saja ada sejumlah istilah-istilah teknik filosofis yang tidak bisa dideskripsikan apa adanya yang kadang kala cukup sulit bagi orang yang baru pertama kali belajar wacana filsafat.
Cabang-cabang filsafat adalah bidang-bidang studi filsafat. Ia merupakan cabang-cabang penyelidikan yang ada didalam filsafat. Namun pembagian ini adalah skema yang paling klasik dan paling umum diterima, sasaran cabang-cabang filsafat ini adalah untuk membentuk sikap dan perilaku yang akan mampu membuat manusia untuk bertindak dalam pengetahuan dan mempunyai pemikiran yang krisis.
 Dalam menganut ilmu-ilmu filsafat itu perlu karena kini kita semakin dewasa. Setiap ilmuwan mampu menempatkan posisi masing-masing ilmu sesuai dengan situasi dan kondisinya. Untuk itu, filsafat pun menjadi pembelajaran yang diperlukan oleh mahasiswa unuk memperkuat argumen-argumen mereka dalam berfilsafat. Yang bertujuan untuk menemukan jawaban-jawaban yang masih menjadi permasalahan dibidang mata kuliah lainnya.

A.      Rumusan Masalah
-  Apa saja yang terdapat dalam cabang-cabang filsafat ?
-  Apa itu Metafisika, Epistomologi, Logika, Aksiologi, Etika, dan Estetika ?

B.       Tujuan
-  Untuk mengetahui apa yang terdapat dalam cabang-cabang filsafat.
-  Untuk menngetahui apa itu Metafisika, Epistomologi, Logika, Aksiologi, Etika, dan Estetika.
  






















BAB II                                                                                                                                                           PEMBAHASAN
A.      Cabang-Cabang Filsafat
Pada awalnya, perbedaan filsafat dan ilmu pengetahuan sangatlah kecil. Pada zaman Yunani kuno hanya dibedakan empat ilmu, yaitu logika, ilmu pasti, ilmu pesawat dan ilmu kedokteran. Bahkan, kedokteran dan logika lebih dipandang sebagai seni atau keahlian. Mulai dari zaman renaisans (sekitar 1800 dan sesudahnya) menghasilkan ilmu-ilmu yang kebanyakan sekarang. Seperti sosiologi, psikologi, dan psikoanalisis yang masih muda. Dan ada yang lebih muda lagi seperti ekologi (ilmu keseimbangan lingkungan hidup).
Ilmu dibagi menjadi tiga kelompok :
1)    Ilmu- ilmu formal                : Matematika, logika, dan lain-lain
2)    Ilmu-ilmu empiris formal    : Ilmu alam, ilmu hayati, dan lain-lain
3)    Ilmu-ilmu hermeneutis        : Sejarah, ekonomi, dan lain-lain.[1]
Beberapa orang perpendapat bahwa ilmu hermeneutis tidak ilmiah karna disini tidak dicapai kepastian. Misalkan sejarah, disini tidak diterangkan sesuatu melainkan hanya diberikan fakta-fakta dan tidak pernah dicapai suatu kepastian bahwa fakta ini benar. Orang lain mengatakan bahwa ilmu-ilmu empiris formal dan ilmu-ilmu hermeneutis tidak begitu penting pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang termasuk kritik ilmu-ilmu. Teori-teori tentang pembagian ilmu-ilmu, tentang metode ilmu, tentang dasar kepastian dan tentang jenis-jenis keterangan yang diberikan, merupakan suatu cabang dari filsafat. Filsafat itu selalu bersifat “filsafat tentang” sesuatu yang tertentu karena filsafat bertanya tentang seluruh kenyataan. Tujuannya agar manusia sanggup menghasilkan sesuatu, baik secara teknis maupun puitis dalam terang pengetahuan yang benar. Kritik sastra, dan estetika merupakan bidang-bidang dalam cabang filsafat ini tetapi, perkembangan peradapan kehidupan manusia menuntut filsafat untuk lebih memperluas bidang penyelidikan. [2]
Saat ini, cabang-cabang filsafat dapat dibagi menjadi enam cabang pokok metafisika, epistemologi, logika, aksiologi, etika, estetika. Penjelasannya ialah sebagai berikut:

1.        Metafisika
Metafisika istilah ini berasal dari bahasa Yunani meta ta phifisika yang berarti “hal-hal yang terdapat sesudah fisika”. Sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang ada misalnya dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau sebagai yang dijumlahkan. Metafisika merupakan cabang filsafat yang memuat suatu bagian dari persoalan yang ada:
a.         Membicarakan tentang prinsip-prinsip yang paling universal.
b.         Membicarakan sesuatu yang bersifat keluar biasaan.
c.         Membicarakan karakteristik hal-hal yang sangat mendasar, yang berada diluar pengalaman manusia.
d.        Berupaya menyajikan suatu pandangnan yang komprehensif tentang segala sesuatu.
e.         Membicarakan persoalan-persoalan seperti: hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan pengertian tentang kemerdekaan wujud Tuhan, kehidupan, setelah mati dan lainnya.[3]
Metafisika studi mengenai kategorasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dengan yang lainnya sebagai contoh, bukankah menjual buku mengenai ontologi, melainkan lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib atau sihir, pengobatan alternative, dan hal-hal sejenisnya.[4]
Metafisika ini suatu cabang filsafat yang paling sulit dipelajari, terutama bagi pemuda yang baru belajar filsafat. Metafisika sering disebut juga sebagai “filsafat pertama” maksudnya ialah ilmu yang menyelidiki apa hakikat dibalik alam nyata ini, sering juga disebut sebagai “filsafat tentang hal yang ada” persoalannya adalah menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas pada apa yang dapat ditangkap oleh panca indra saja.[5]
Istilah pertama tidak berarti bahwa bagian filsafat ini harus ditempatkan didepan, tetapi menunjukkan kedudukan atau pentingnya. Filsafat ini pertama menyelidiki pengandaian-pengandaian paling mendalam dan paling akhir dalam pengetahuan manusiawi yang mendasari segala macam pengetahuan lainnya. Metafisika dibagi Lagi menjadi dua bagian yaitu: metafisika umum dan metafisika khusus.[6]
1.        Metafisika umum (Yang Disebut Ontologi)
Ontologi merupakan cabang dari metafisika yang membicarakan eksistensi dan ragam-ragam dari suatu kenyataan. Jenis ontologi ini, dari satu pihak menarik. Karena disini ditemukan kemungkinan untuk menterjemahkan isitilah-istilah falsafi dengan jawaban-jawaban yang diberikan atau pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dalam ontologi mengungkapkan suatu kepercayaan. Jenis kepercayaan ontologi ada empat:
a.    Ateisme (Yunani: a- ‘bukan’, theos ‘Allah’) mengajarkan bahwa allah itu tidak ada dan manusia sendirian dalam kosmos.
b.    Agnostitsme (Yunani: a- ‘bukan’, gnosis ‘pengetahuan’) mengajarkan bahwa tidak dapat diketahui apakah Allah itu tidak ada atau tidak, sehingga pertanyaan tentang Allah selalu terbuka.
c.    Panteisme (Yunani: pan ‘segala sesuatu’, theos ‘Allah’) mengajarkan bahwa seluruh kosmos sama dengan Allah, sehingga tidak ada perbedaan antara pencipta dan ciptaannya.
d.   Tisme mengajarkan bhwa Allah itu ada, ada perbedaan antara Allah dan penciptaannya.[7]
Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu :
a.     Materialisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
b.    Idealisme, yaitu aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki di banding materi.
c.     Dualisme, yaitu aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
d.    Agnotisisme, yaitu aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu keraguan atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
2.        Metafisika Khusus (Yang Disebut Kosmologi)
Metafisika khusus (kosmologi) adalah ilmu pengetahuan tentang struktur alam semesta  yang membicarakan tentang ruang, waktu, dan gerakan. Kosmologi berarti ilmu tentang dunia dan ketertiban yang paling fundamental dari seluruh realitas. Karena cabang filsafat ini menyelidiki apa yang dapat dikatakan tentang adanya Allah, lepas dari agama, lepas dari wahyu. Metafisika khusus lainnya adalah filsafat antropologi. Filsafat antropologi merupakan cabang-cabang filsafat yang berbicara tentang manusia. [8]
Kosmologi juga merupakan cabang dari metafisika khusus. Secara etismologis, istilah kosmologi yang kita kenal saat ini berasal dari dua kata Yunani kosmos dan logos. Kata kosmos berarti dunia atau ketertiban, sedangkan kata logos berarti kata, percakapan atau ilmu. Jadi kosmologi berarti percakapan tentang dunia atau alam dan ketertiban yang paling fundamental. Cabang filsafat ini memandang alam sebagai suatu totalitas dari fenomena dan berupaya untuk memadukan spekulasi metafisik dengan evidensi ilmiah di dalam suatu kerangka yang koheren. Dalam perkembangannya, cabang filsafat ini banyak memberi bantuan bagi ilmu-ilmu alam. Adapun bagian filsafat terbagi menjadi dua, yaitu:
a.    Antropologi, Setiap filsafat mengandung eksplisit ataupun implisit suatu pandangan tentang manusia, tentang tempatnya dalam kosmos, tentang hubungannya dengan dunia, dengan sesama. Manusia adalah sekaligus materi dan hidup, badan dan jiwa mempunyai kehendak dan pengertian. Sekitar tahun 1500 manusia betul-betul menjadi titik pusat dari filsafat. Sejak zaman renaisme manusia dipandang sebagai pusat sejarah, pusat pemikiran, pusat kehendak, kebebasan, dan dunia.
b.    Kosmologi, merupakan rangka umum yang dimana hasil-hasil dari ilmu alam dapat dipasang. Teori-teori umum tentang alam sebagai kesatuan yang berfungsi sebagai rangka umum. Kosmologi sekarang memandang alam sebagai suatu proses. Kosmologi itu bukan sistem tetap dan tak terhingga melainkan suatu proses perkembangan.[9]

2.        Epistemologi
Epistemogi lazimnya disebut teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karakter, dan kebenaran pengetahuan. Persoalan epistemologi sebagai pertanyaan-pertanyaan tentang kemungkinan pengetahuan, tentang batasan-batasan pengetahuan, tentang asal pengetahuan yang dibicarakan dalam epistomogi.
Kata epistimologi berarti “pengetahuan (Yunani:logia) tentang asal pengetahuan (epiteme)”. Epistomologi disebut “teori pengetahuan”. Secara etismologis, istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata episteme dan logos. Kata episteme berarti pengetahuan sedangkan kata logos berarti kata, pikiran, percakapan, atau ilmu. Jadi, epistomologi  berarti kata, pikiran, percakapan, ilmu tentang pengetahuan.
Epistomogi adalah cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Ia menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan.
Dalam epistemologi, pertanyaan-pertanyaan tentang kemungkinan-kemungkinan pengetahuan yang dibicarakan. Sehingga dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:
a.    Empiris, yaitu pengalaman dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.
b.             Rasionalisme, yaitu: tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.
c.    Positivisme, merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reabilitas pengetahuan.
d.   Intuisionisme. Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, dan tetap unik. [10]
Contoh : “Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”. Teori ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan materialisme.[11]

3.        Logika
Logika merupakan cabang filsafat yang tidak mengajar apa pun tentang manusia atau dunia. Ia merupakan suatu teknik atau “seni” yang mementingkan segi formal, bentuk dari pengetahuan. Logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu. Ia adalah cabang filsafat yang menyelidiki kesehatan cara berpikir, aturan-aturan mana yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan yang kita lontarkan sah.
Istilah logika pertama kali digunakan oleh Zeno dari cina (334-262 SM). Secara etimologis, istilah logika adalah istilah yang dibentuk dari kata Yunani logikos. Kata logikos ini berasal dari kata logos yang berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, dan bahasa. Sementara kata logikos sendiri berarti mengenai susuatu yang diutarakan. Mengenai kata, mengenai percakapan, atau yang berkenaan dengan bahasa.
Logika dapat dibedakan atas dua macam, yakni logika kodratiah dan logika ilmiah. Logikah kodratiah logika yang bekerja berdasarkan hukum-hukum logika ilmiah. Kedua macam logika ini tidak dapat dipisahkan. Karena logika ilmiah membantu logika kodratiah. Akal budi dapat bekerja  menurut hukum-hukum logika dengan cara yang spontan.
Logika ilmiah memperluas, mempertajam pikiran serta akal budi. Berkat pertolongan logika ini akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika dibagi dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif disebut juga logika formal. Logika ini membicarakan susunan proposisi-proposisi dan penyimpulan yang sifat keharusannya berdasarkan atas susunannya.[12]
Logika induktif mencoba untuk menarik kesimpulan tidak dari susunan proposisi-proposisi, melainkan dari sifat-sifat seperangkat bahan yang diamati. Ia mencoba untuk bergerak dari satu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju ke pernyataan yang bersifat umum mengenai semua fakta yang bercorak demikian, atau dari suatu perangkat akibat tertentu menuju kepada sebab atau sebab-sebab dari akibat-akibat tersebut. Dalam logika induktif hukum-hukumnya bersifat probabilitas. Contoh ketika siswa atau peneliti melakukan metode ilmiah, maka pelaku ilmiah ini harus melakukan kegiatan ilmiah ini dengan berpikir secara secara logis, mulai dari saat pelaku ilmiah melakukan pengamatan ,merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melaksnakan penelitian, mengumpulkan data berdasarkan prinsip yang logis,rasional,dan masuk akal.[13]


4.        Aksiologi
Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori: (1) baik dan buruk; (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama dibawah kajian filsafat adalah tingkah laku. Sesuai dengan sifatnya, ia menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian masalah secara mendalam artinya ia menyelesaikan masalah dengan cara pertama-tama mencari penyebab yang paling awal munculnya masalah. Sedangkan, universal artinya melihat masalah dalam hubungan yang seluas-luasnya.[14]
Aksiologi disamakan dengan value and valuation nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam pengertian yang lebih luas mencangkup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.[15]

5.        Etika
Etika adalah cabang filsafat yang berbicara tentang manusiawi, tentang tindakan. Ia merupakan cabang filsafat yang bersangkutan dengan tanggapan-tanggapan mengenai tingkah laku yang betul. Etika juga sering disebut sebagai filsafat moral, karena ia menyelidiki semua norma moral. Istilah estetika berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan, tempat yang biasa. Sementara ethikos berarti susila, keadaan atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Jadi, etika adalah adalah cabang filsafat yang membahas mengenai baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia.[16]
Objek material adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral. Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang berusia sejak lama. Kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis.
a.    Teori dentologis yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.
b.    Teori teologis lebih menekankan pada unsur hasil suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung dari pada ruginya.
Beberapa ahli membagi etika kedalam tiga studi, yakni etika deskriptif, etika normatif, dan meatika. Etika deskriptif adalah etika yang mencoba menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan penerimaan moral secara deskriptif.
Etika normatif kerap kali disebut juga filsafat moral (moral philosophy) atau etika filsafati. Etika normatif berarti sistem-sistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk dan penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik dan buruk, benar dan salah, sedangkan meatika menyelidiki dan menetapkan arti serta makna istilah-istilah normatif yang di ungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan.[17] Contoh : mahasiswa yang memperoleh nilai gemilang untuk ujian mata kuliah etika, belum tentu dalam perilakunya akan menempuh tindakan-tindakan yang paling baik menurut etika, malah bisa terjadi nilai yang bagus itu hanya sekedar hasil menyotek, jadi hasil perbuatan yang tidak baik.[18]

6.        Estetika 
Estetika disebut juga dengan keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat diserap dengan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah.
Estetika merupakan ilmu pengetahuan tentang keindahan. Secara etismologis, kata estetika berasal dari kata Yunani easthis yang berarti pengamatan, penserapan inderawi atau pemahaman intelektual. Estetika merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan seni dan keindahan. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa keindahan merupakan objek dari estetika. Sebab dalam estetika definisi, susunan, dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni, dibicarakan dalam estetika. Karena objek estetika adalah keindahan, maka estetika tidak mempersoalkan seorang seniman. Tapi estetika menyelidiki apa-apa saja yang disebut “indah”, prinsip-prinsip yang mendasari seni dan keindahan, pengalaman yang berkaitan dengan seni dan keindahan, seperti pencipta seni, penilaian terhadap seni atau perenungan atas seni dan keindahan. Dengan kata lain, dalam estetika, hakikat keindahan (seperti keindahan jasmani, keindahan rohani, keindahan seni dan keindahan alam), dan diselidiki emosi-emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang bagus, yang mengharukan dsb dibicarakan.[19]
Estetika dibedakan ke dalam dua bagian, yakni estetika deskriptif dan estetika normatif. Estetika deskriptif menggambarkan gejala-gejala pengalaman yang keindahan. Ia menguraikan dan melukiskan fenomena keindahan. Sedangkan estetika normatif mencari dasar pengalaman keindahan. Ia mempersoalkan dan menyelidiki hakikat, dasar dan ukuran pengalaman keindahan. [20]
Contoh, dalam mengamati suatu karya seni, kita menggunakan kelima indra tersebut untuk mendapatkan kesan yang ditimbulkan dari karya seni yang diamati, baik itu kesan warna, ruang, tekstur, dan sebagainya sehingga kita dapat merasakan unsure keindahan.[21]


























BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
1.      Dari pembahasan tentang cabang-cabang filsafat diatas dapat disimpulkan bahwa cabang-cabang filsafat terdiri dari Metafisika, Epistemologi, Logika, Aksiologi, Etika, Estetika yang bertanya tentang seluruh kenyataan yang benar dan memberi petunjuk pedoman bagi tingkah laku manusia yang baik dan sebagaimana mestinya.
2.   Jadi kesimpulannya : Metafisika adalah ilmu pengetahuan mengenai yang ada. Epistemologi adalah kata, pikiran, percakapan, ilmu pengetahuan. Logika adalah mengenai sesuatu yang diutarakan. Aksiologi adalah nilai aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk; (2) indah dan jelek. Etika adalah cabang filsafat yang berbicara tentang manusiawi dan tentang tindakan. Dan Estetika adalah keindahan.

















DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro, 2012, Filsafat Umum, Jakarta: RajaGrafindo Persada

https//adhychezz.wordpress.com/Berpikir Krisis dan Kreatif

https://alwi-maksufi.blogspot.com/Etika sebagai cabang Filsafat

https://nyimasindakusumawati.blogspot.com/Filsafat Umum

https://rommelpasopati.wordpress.com.metafisika

https//Susanto-edogawa.blogspot.com/Aksiologi

Martini, Eka, 2013, Filsafat Umum, Palembang: Noer Fikri Offset

Zaprulkhan, 2012, Filsafat Umum: sebuah pendekatan tematik, Jakarta:       
          RajaGrafindo Persada








[1] Eka Martini, Filsafat Umum, (Palembang: Noer Fikri Offset, 2013), hlm. 29.
[2] Ibid., hlm. 29.
[3] Ibid., hlm. 30.
[4] https://rommelpasopati.wordpress.com.metafisika /22 Desember 2015, 16:53 wib
[5] Achmadi, Asmoro, op., cit, hlm. 31.
[6] Ibid., hlm 36-37.
[7] Ibid., hlm. 37.
[8]  Ibid.,
[9] Ibid., hlm. 38-48.
[10] Ibid., hlm. 48.
[12] Eka Martini, op., cit, hlm. 48.
[13] https//adhychezz.wordpress.com/Berpikir Krisis dan Kreatif /22 Desember 2015, 17:18 wib
[14] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 16.
[15] https//Susanto-edogawa.blogspot.com/Aksiologi/22 Desember 2015, 17:17 wib
[16] Asmoro Achmadi, Op.,cit, hlm. 16.
[17] Ibid., hlm. 17.
[19] Ibid., hlm. 18.
[20] Zaprulkhan, Filsafat Umum: sebuah pendekatan tematik, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 13.
[21]  Ibid., hlm. 15.

1 komentar: