MAKALAH
LATAR BELAKANG TIMBULNYA KAJIAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Disusun Sebagai TugasKelompok
Mata Kuliah FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu: Syarnubi,
M.Pd.I
Disusun
Oleh Kelompok 1:
Adela Destri (1532100073)
Adi Febi Hidayat (1532100074)
Berenda Permata Sari (1532100093)
Dewi Shintawati (1532100103)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
RADEN FATAH PALEMBANG
FAKULTAS ILMU TARBIIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt, karena berkat taufik dan
hidayahnya, kami dapat menyelesiakan makalah ini.
Salawat serta salam semoga tetap senantiasa tercurah untuk junjungan
kita Nabi Muhammad Saw. Beserta keluarga dan sahabatnya, diiringi dengan upaya
meneladani akhlaknya yang mulia.
Kami sampaikan bahwa pembuatan makalah ini untuk memenuhi mata kuliah Filsafat
Pendidik Islam dalam perspektif latar belakang munculnya filsafat Pendidikan,
dan kami ucapakan terima kasih kepada bapak dosen sudah memberikan kesempatan
kepada kelompok kami dalam menyusun makalah ini tersebut.
Sehubung dengan pembuatan makalah ini tentu banyak sekali
kekurangan-kekurangan untuk itu kami sangat mengharapkan atas saran, kritik,
dan masukan dan sebagainya sangat kami harapkan hal tersebut agar dapat
memperbaiki kesalahan kami untuk lebih baik lagi.
Akhirnya do’a kami panjatkan semoga upaya kita lakukan ini mendapat
ridha Allah Swt, dan menjadi amal ibadah bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Palembang, 21 Maret
2016
Penulis
D.
Perkembangan pemikiran Filsafat Pendidikan Islam........................... ......12
BAB I
PENDAHULUAN
Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran
yang mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh (universal) tentang
pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh ilmu pengetahuan agama Islam,
melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Melakukan
pemikiran filosofis pada hakikatnya adalah menggerakkan semua potensi
psikologis manusia seperti pikiran kecerdasan, kemauan, perasaan, ingatan serta
pengamatan panca indra tentang gejala kehidupan, terutama manusia dan alam
sekitarnya sebagai ciptaan Tuhan.
Seluruh proses pemikiran tersebut didasari pengalaman yang mendalam
serta luas tentang masalah kehidupan, kenyataan dalam alam raya, dan dalam
dirinya sendiri. Sebagai hasil pemikiran bercorak khas Islam, pada hakikatnya
adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan
ajaran agama Islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan
dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim.
Bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat pendidikan Islam merupakan
pemikiran yang mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan
pendidikan Islam. Oleh karena itu, filsafat ini juga memberikan gambaran
tentang latar belakang timbulnya filsafat Pendidikan Islam masih dalam aspek
fungsional, filsafat pendidikan Islam juga bertugas melakukan kritik-kritik
tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan Islam itu sendiri
sekaligus memberikan Pengarahan mendasar bagaimana metode tersebut harus
didayagunakan atau diciptakan agar efektif untuk mencapai tujuan.
Adapun latar belakang timbulnya filsafat pendidikan yang sebenarnya
bercikal bakal dari filsafat itu sendiri. Sehingga perlu bagi kami mengangkat
sebuah judul makalah “latar belakang
timbulnya kajian pendidikan Islam” agar kita mengetahui bagaimana lahir dan
berkembangnya filsafat pendidikan Islam yang mudah-mudahan dapat menambah
perbendaharaan tentang sejarah filsafat pendidikan Islam dan bermanfaat bagi
kami juga kita semua. Aamiin.
1.
Apa pengertian Filsafat Pendidikan Islam?
2.
Apa yang melatar belakangi
timbulnya kajian Filsafat Pendidikan Islam?
3.
Perkembangan pemikiran Filsafat
Pendidikan ?
4.
Perkembangan Filsafat
Pendidikan Islam ?
1. Hanya membahas
Pengertian Pendidikan Islam
2. Hanya membahas tentang apa yang melatar belakangi kajian Filsafat
Pendidikan Islam
3. Hanya membahas perkembangan pemikiran Filsafat Pendidikan
4. Hanya membahas Perkembangan Filsafat
Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
Berikut ini dikemukakan pengertian filsafat dalam kaitannya dengan
pendidikan pada umumnya dari beberapa ahli pikir sebagai berikut[1]:
Dengan segala tingkat karena dengan memahami
filsafatnya, orang akan dapat mengembangkan secara konsisten ilmu-ilmu
pengetahuan yang di pelajari. Filsafat mengkaji dan memikirkan hakikat segala
sesuatu secara menyeluruh, sistematis, terpadu, universal, dan radikal, yang
hasil nya menjadi pedoman dan arah dari perkembangan ilmu-ilmu yang
bersangkutan.
Untuk menyelesaikan masalah kependidikan, ada tiga disiplin ilmu yang membantu
filsafat pendidikan yaitu :
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan yang mampu menjawab
segala pertanyaan dan permasalahan mulai dari masalah-masalah yang sehubungan
dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan
kehidupannya[2].
Filsafat pendidikan yang membahas permasalahan pendidikan Islam tidak
berarti membatasi membahas diri pada permasalahan yang ada di dalam ruang
lingkup kehidupan beragama umat Islam yang luas yang berkaitan dengan
pendidikan bagi umat Islam[3]. Semua permasalahan bukan nonregilius yang menyangkut
permasalahan sosial dan ilmu pengetahuan serta teknologi itu dianalisis secara
mendalam, sehingga diperoleh hakikatnya.
Agama menjadi sumber inspirasi serta motivasi untuk berpikir, menyelidiki,
menilai, menyimpulkan, serta menemukan suatu hakikat dari alam raya ini yang
bermanfaat bagi umat Islam, yaitu ilmu pengetahuan yang luas dan dalam,
meskipun ilmu yang telah di ungkapkan itu belum seberapa dibanding ilmu Allah
itu sendiri[4].
Jika kita
memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat mereka sama sekali
lepas dari apa yang dikatakan agama. Bagi mereka titik berat filsafat adalah
mencari hikmah. Hikmah itu dicari untuk mengetahui suatu keadaan yang
sebenarnya apa itu, dari mana itu, hendak kemana, dan bagaimana. Namun
pertayaan filosofis itu kalau diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti
pada sesuatu yang disebut agama. Baik filosofis Timur maupun Barat mereka
memiliki pandangan yang sama bila sudah sampai pada pertanyaanya “ bisakah
permulaan yang ada ini , dan apakah yang sesuatu yang pertama kali terjadi,
apakah yang terakhir sekali bertahan didalam ini”. Akan tetapi mereka akan
berusaha. Untuk mencari hikmah yang sebenarnya supaya sampai puncak pengetahuan
yang tinggi, yaitu Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Mahakuasa.[5]
Di antara
permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang
terjadi di lingkungan pendidikan. Padahal menurut John Dewey, seorang filsuf
Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan dari semua pemikiran
mengenai pendidikan. Tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
menyelidiki faktor-faktor realitas dan pengalaman yang banyak terdapat dalam
lapangan pendidikan[6].
Salah satu masalah atau persoalan yang terjadi
dalam era pendidikan ialah analisis
terhadap berbagai metode, pendekatan, dan produk-produk pemikiran sejak era
klasik hingga abad modern. Konsep-konsep normatif Islam yang terdapat dalam
kedua sumber Islam yakni Al-Qur’an dan Sunnah, merupakan sumber sebagai
paradigma dalam memotret segala persoalan. Beragam pemaknaan yang dilakukan
oleh para ilmuwan muslim terhadap kedua sumber fundamental Islam tersebut
sehingga melahirkan puspa ragam wacana keagamaan, sosial, ekonomi, politik,
budaya, dan bahkan membentuk peradapan pada zaman klasik Islam[7].
Pendidikan islam
dipengaruhi oleh multifikator, kondisi, dan problem yang kompleks. Maju mundurnya
teori dan praktik pendidikan islam diakibatkan oleh komplektifitas problem
tersebut. Problem dimaksud berupa segala persoalan yang inhern dalam pendidikan, yakni problem internal, maupun berada di
luar jangkauan bidang pendidikan, yakni problem eksternal yang secara tak
langsung berpengaruh, seperti masalah pengangguran, kemiskinan, etos kerja,
stabilitas politik, lemahnya penegakkan hukum dan lain-lain terkait dengan
bidang hukum, sosial, ekonomi, dan politik.problem eksternal ini amat rumit dan
karena keterbatasan ruang, maka analisi problem pendidikan islam yang hendak
diuraikan dalam tulisan ini difokuskan pada problem internal saja[8].
Problem
internal yang dihadapi oleh pendidikan islam meliputi lemahnya visi atau tidak
jelasnya arah pendidikan yang dilaksanakan, penekanan yang tidak seimbang
antara pembentukan kepribadaan yang utama dalam diri seorang muslim dengan
peranan sosialnya ditengah umat, di mana hal ini menyebabkan timbulnya
kesalahan individual dan mengesampingkan tekologi yang dianggapnya tidak ada
hubungan sama sekali dengan kesalehan dan ketaqwaan. Problem paradigma berpikir
normatif-deduktif masih lazim dijumpai dalam pendidikan islam secara umum,
bukan hanya di indonesia, tetapi juga di negara-negara islam lainnya.[9] , tetapi juga di negara-negara
islam lainnya. Berikut ini adalah penjelasannya :
1. Lack
Of Vision
Ismail
Raji al-Faruqi menilai bahwa problem yang belum terselesaikan dari gejala
rendahnya standar kelembagaan di dunia islam adalah konsekuensidari lemahnya
visi ini. Lemahnya visi ini menyebabkan mereka sebagai alat jiplakan. Secara
tak sadar, materi dan metodologi tanpa spirit ini terus menerus menimbulkan
proses de-Islamisasi yang memengaruhi para pelajar dengan anggapannya bahwa hal
tersebut merupakan pendidikan Islam alternatif, atau sebagai agen perubahan dan
modernisasi.
2. Kesalehan
Individual dan Ketertinggalan Teknologi
Penyempitan
makna kepribadian menimbulkan dampak yang besar atas sikap mereka terhadap
sains dan teknologi. Seolah-olah sains dan teknologi tidak ada kaitannya dengan
kesalehan dan ketakwaan. Padahal, justru di bidang dengan negara-negara lain.
Sampai saat ini umat Islam masih jauh tertinggal dengan negara-negara lain
dalam hal ini ilmu teknologi modern praktis di semua penganut agama besar di
muka bumi ini, para pemeluk Islam adalah yang paling rendah dalam sains dan
teknologi.
3. Problem
Epistemologis : Dikotomi Ilmu
Akibat
berangkai dari pola pikir pendidikan yang dikotomis ini adalah terjadi
disharmoni relasi antara pemahan ayat-ayat ilahiah dengan ayat-ayat
kauniyah, antara iman dengan ilmu, antara ilmu dengan amal, antara dimensi
duniawi dengan ukhrawi, dan relasi antara dimensi ketuhanan (teosentris) dengan
kemanusiaan (antroposentris).
4. Tradisi
Berpikir Normatif-Deduktif
Bilamana
pendidikan Islam dewasa ini lebih mengarah pada pola mengajar tersebut, maka
dampaknya bisa dirasakan pada proses dan hasilnya. Proses pengajaran agama
Islam cendrung dilaksanakan dalam bentuk hafalan dan penguasaan materi
sebanyak-banyaknya. Bergesernya praktik pendidikan menjadi lebih identik dengan
mengajar ini menimbulkan penekanan yang tidak seimbang pada aspek pengetahuan
(kognitif) semata[10].
Namun, justru
dengan melakukan kajian secara historis-sosiologis terhadap berbagai pemikiran
Islam dengan sumber Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, dapat ditemukan sejumlah kendala
atau problematika bagi kemajuan umat Islam secara umum dan khususnya pula bagi
kemajuan dalam dunia pendidikan Islam.
Para
sejarahwan filsafat percaya bahwa pemikiran paling kuno yang murni atau
sebagian besarnya filosofis yang berasal dari kalangan Yunani, kira-kira enam
abad yang lalu. Para sejarahwan juga menyebutkan nama-nama mereka yang berupaya
mengenal wujud, permulaan dan keberakhiran alam raya. Socrates dialah orang
yang menamai dirinya dengan philosophus, pecinta kebijaksaaan. Ungkapan
ini lantas di Arabkan menjadi failasuf dan darinya pula kata falsafah
diambil. Sejak pertama kali Socrates menyebut dirinya sebagai filosof, dan
istilah filsafat digunakan semenjak itu[11].
Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai kepercayaan bahwa
kebenaran yang diterima semuanya bersumber dari mitos ke logos. Ini berarti
kebenaran yang dapat diterima akal tidak berlaku. Namun sesudah abad ke-6 SM
muncullah sejumlah ahli pikir yang menentang mitos tersebut, sehingga misteri
alam semesta jawabannya dapat diterima oleh akal. Hal ini sekaligus merupakan
cikal bakal filsafat[12].
Filsafat dan
pendidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, maka berdirilah filsafat
pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan pendidikan
yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban secara filosofis pula. Dengan
kata lain, kemunculan filsafat pendidikan ini disebabkan banyaknya perubahan
dan permasalahan yang timbul di lapangan pendidikan yang tidak mampu dijawab
oleh ilmu filsafat. Ditambah dengan banyaknya ide-ide baru dalam dunia
pendidikan yang berasal dari tokoh-tokoh filsafat Yunani[13].
Tanpa sikap
kritis untuk memisahkan mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi ada sikap
terhadap tradisi dalam konsep tradisonalitas. Namun tradisi, belum tentu semua
unsurnya tidak baik, maka harus dilihat dan diteliti mana yang baik untuk
dipertahankan dan diikuti. Sikap tradisionalitas itulah salah satu faktor
penyebab munculnya ilmu-ilmu filsafat pendidikan islam mengalami kemajuan dari
tradisi tradisional ke modern dalam dunia pendidikan Islam, yang mana
masalahnya yang bercorak hanya bersifat penghafalan, pengulangan, dan komentar-komentar
terhadap pendidikan Islam[14].
Sehingga
perlunya pembaharuan di bidang metode dan pendekatan pendidikan Islam, yaitu
beralih dari metode mengulang-ulang dan mengahafal pelajaran ke metode memahami
dan manganalisis. Selama ini, sistem pendidikan Islam lebih cenderung berkonsentrasi
pada buku-buku ketimbang subjek. Peserta didik hanya belajar menghafal, bukan
mengelolah pikiran secara kreatuf. Sehubungan dengan praktik ini, pertumbuhan
konsep pengetahuan menjadi rusak. Ilmu pengetahuan bukan merupakan sesuatu yang
kreatif, melainkan sesuatu yang diperoleh, karena itulah metode menghafal harus
diganti dengan metode memahami dan menganalisis secara krisis-konstruktif[15].
Sehingga
itulah kajian filsafat pendidikan Islam muncul untuk menjawab persoalan atau
permasalahan atau pendapat-pendapat baru yang terjadi dari era kependidikan
mulai dari masalah metode, pendekatan, komentar-komentar dll, karena filsafat
berpikir dan mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut khususnya masalah didalam
pendidikan Islam.
C.
Perkembangan
Pemikiran Filsafat Pendidikan
Dalam
sejumlah literatur yang membahas tentang filsafat dijelaskan, bahwa filsafat
berkembang dari munculnya kesadaran manusia terhadap potensi dirinya, khususnya
akal budi. Awal pemikiran filsafat muncul sebagai reaksi terhadap kungkungan
mitologi, dimana manusia dibelenggu oleh kepercayaan bahwa kehidupan alam
dikuasai yang dimunculkan oleh mitos[16].
Penelitian
merupakan bagian dari upaya manusia untuk menemukan apa yang disebut kebenaran.
Sementara kebenaran itu telah ada sebelum manusia itu ada. Ia berada diluar
alam manusia. Kebenaran itu sendiri bukanlah sesuatu yang statis melainkan
terus berkembang. Dorongan ingin tahu yang ada pada dirinya, selalu mendorong
manusia untuk terus mengembangkan “pencaharian” tersebut[17].
Dengan demikian, upaya untuk menemukan kebenaran itu sendiri merupakan
aktivitas tanpa henti.
Perkembangnya
filsafat itu sendiri berkembang saat munculnya kesadaran atau pemikiran-pemikiran
manusia terhadap potensi dirinya dan mencari kebenaran karna rasa ingin
tahunya.
1.
Perkembangan
pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno
Dari uraian
diatas dapat diketahui filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari
sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan kembali sebagai ilmu pengetahuan
yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah
bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak,
sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori
filsafat spiritualisme kuno[18].
Ø Timur Jauh
Di India berkembang filsafat Spiritualisme, Hinduisme, dan
Budhisme. Sedangkan Jepang berkembang Shintoisme. Begitu juga di China,
berkembang Toisme dan Komfusianisme[19].
Ø
Timur Tengah
Yang
berkembang adalah di Yahudi dan Kristen.
Ø Romawi danYunani: Antromornisme
Antromornisme merupakan suatu paham
yang menyamakan sifat-sipat Tuhan dengan sifat-sifat manusia (yang di ciptakan).
Misalnya tentang tuhan di samakan dengan tangan manusia. Paham ini muncul zaman
patristik dan skolastik, pada akhir zaman kuno atau zaman pertengahan filsafat
barat di pengaruhi oleh pemikiran Kristian.
2. Reaksi Terhadap Spritualisme Di Yunani
Spritualisme merupakan suatu aliran
filsafat yang mementingkan kerohanian, lawan dari materialisme. Namun demikian,
ternyata ada beberapa filosof yang merasa kurang puas dengan aliran
spritualisme, mereka menganggap aliran ini tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan
ilmiah. Maka lahirlah aliran materialism. Diantara tokonya adalah Leukipos dan
Demokritus (460-370 SM), yang menyatakan bahwa semua kejadian alam adalah atom,
dan semuanya adalah materi[20].
Ø Idealisme
Aliran ini memandang dan menganggap
yang nyata hanyalah nyata. Nyata selalu tetap tidak mengalami perubahan dan
pergeseran yang mengalami gerak tidak di kategorikan[21].
Ø Materialisme
Mereka berpendapat bahwa kejadian
seluruh alam terjadi karena atom kecil, yang menpunyai bentuk dan bertubuh, jiwa
pun dari atom kecil yang mempunyai bentuk bulat dan mudah bereaksi untuk
mengadakan gerak.
Ø
Rasionalisme
Aliran rasionalisme memandang akal
di anggap sebagai perantara khusus untuk menentukan kebenaran dalam ilmu
pengetahuan.
3. Pemikiran Filsafat Yunani Kuno Hingga Abad Pertengahan
Pada masa ini, keterangan-keterangan
mengenai alam semesta dan penghuninya masih berdasarkan kepercayaan. Dan karena
para filsuf belum puas atas keterangan itu, akhirnya mereka mencoba mencari
keterangan melalui budinya. Oleh karena itu filsuf-filsuf berusaha mencari inti
alam, maka mereka di sebut filsuf alam dan filsafat mereka disebut filsafat
alam.
Masa pra-socrates di warnai pula oleh munculnya kaum sofisme.
Masa pra-socrates di warnai pula oleh munculnya kaum sofisme.
4. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Socrates (470-399 SM)
Prinsip dasar pendidikan, menurut
Socrates adalah metode dialektis. Meode ini di gunakan Socrates sebagai dasar
teknis pendidikan yang di rencanakan untuk mendorong seseorang berpikir cermat,
untuk menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya[22].
5. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Plato ( 427-347 SM )
Menurut Plato, idealnya dalam sebuah
Negara pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapatkan perhatian
yang yang sangat mulia, maka ia harus di selenggarakan oleh Negara[23].
6.
Pemikiran
filsafat pendidikan menurut Aristoteles (367-345 SM)
Pendidikan bukanlah soal akal
semata-mata, melainkan soal memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang
lebih tinggi yaitu akal guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya,
sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan
secara benar[24].
D.
Perkembangan
Filsafat Pendidikan Islam
Perkembangan pendidikan Islam pada hakikatnya tidak
terlepas dari sejarah Islam. Oleh sebab itu periodisasi sejarah pendidikan
Islam itu sendiri. Secara garis besar Dr. Harun Nasution membagi sejarah Islam
ke dalam tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern. Kemudian
perinciannya dapat dibagi menjadi 5 masa[25],
yaitu :
1. Masa
hidupnya Nabi Muhammad SAW (571-632 M).
2. Masa
khalifah yang empat (Khulafaur Rasyidin : Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali di
madinah/632-661 M).
3. Masa
kekuasaan Umawiyah di Damsyik (661-750 M).
4. Masa
kekuasaan Abbasiyah di Bagdad (750-1250 M).
5. Masa
dari jatuhnya kekuasaan khalifah di Bahdad tahun 1250 M sampai sekarang.
Pembagian
5 masa di atas dalam kaitannya dengan periodisasi sejarah pendidikan Islam
nampak sebagaimana diuraikan pada bagian kedua. Akan tetapi dalam kaitannya
dengan kajian pendidikan Islam di indonesia, maka cakupan pembahasannya akan
berkaitan dengan sejarah Islam di indonesia dengan fase-fase sebagai berikut[26] :
1. Fase
datangnya Islam ke Indonesia.
2. Fase
pengembangan dengan melalui proses adaptasi.
3. Fase
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (proses politik).
4. Fase
kedatangan orang Barat (zaman penjajahan).
5. Fase
penjajahan Jepang.
6. Fase
Indonesia merdeka.
7. Fase
pembangunan.
Perkembangan
pendidikan Islam yang terjadi di Indonesia secara periodisasi diungkapkan dalam
uraian bagian ketiga. Dengan demikian periodisasi uraian tentang perkembangan
Islam ini mencakup periode sejarah Islam yang terjadi dalam kawasan dunia Islam
dan dalam kawasan Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan kepentingan studi
atau kajian Islam di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Latar
belakang dari timbulnya filsafat pendidikan Islam karna banyaknya persoalan dan
perubahan baru yang timbul didalam dunia pendidikan tersebut dan berusaha untuk
menjawab serta memecahkanya, rasa ingin tahu, dan ditambahnya ide-ide baru
dalam dunia pendidikan. Mulai dari masalah metode, pendekatan,
komentar-komentar dll, karena filsafat berpikir dan mencari solusi untuk
mengatasi masalah tersebut khususnya masalah didalam pendidikan Islam.
Berkembangnya
filsafat itu sendiri berkembang saat munculnya kesadaran atau pemikiran-pemikiran
manusia terhadap potensi dirinya dan mencari kebenarannya. Ada pun
pemikiran-pemikiran tersebut mulai dari pemikiran spiritualisme Kuno, Yunani,
Yunani Kuno abad pertengahan, hingga para tokoh seperti Socrates, Plato, dan
Aristoteles.
Perkembangan
pendidikan Islam yang terjadi di Indonesia secara periodisasi diungkapkan dalam
uraian bagian ketiga. Dengan demikian periodisasi uraian tentang perkembangan
Islam ini mencakup periode sejarah Islam yang terjadi dalam kawasan dunia Islam
dan dalam kawasan Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan kepentingan studi
atau kajian Islam di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Arifin, Muzayyin. 2003. Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung: Mizan
IKAPI.
Ø
http://thatha-mochi.blogspot.co.id/2012/01/makalah-kajian-filsafat- pendidikan.html. Tanggal 19 Maret 2016.
Jam 15 : 34 Wib.
Ø
Jalaludin. 2013.
Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rajawali Pers.
Ø
Jalaluddin, dan Abdullah Idi. 2011. Filsafat Pendidikan.
Jakarta: PT
RajaGrapindo
Persada.
Ø
Nata, Abudin.
2010. sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Ø
Rachman Assegaf, Abd. 2011. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Rajawali
Pers.
Ø
Taqi Mishbah,
Muhammad. 2003. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung:
Mizan IKAPI.
Ø
Zaprulkhan. 2014. Filsafat
Islam : Sebuah Kajian Tematik. Jakarta:
Rajawali Pers.
Ø Zuhairini
2010. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
[1]Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan IKAPI, 2003), hlm. 3
[2]Jalaluddin,
dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrapindo
Persada, 2011), hlm 31
[3]Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam..., hlm. 9
[4]Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam..., hlm. 10
[6]Jalaluddin,
dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan..., hlm. 32
[7]Zaprulkhan, Filsafat Islam :
Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 156
[8]Abd. Rachman Assegaf, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 19
[9]Abd. Rachman Assegaf, Filsafat
Pendidikan Islam..., hlm. 19
[10]Abd. Rachman Assegaf, Filsafat
Pendidikan Islam..., hlm. 20-23
[11]Muhammad Taqi Mishbah, Buku
Daras Filsafat Islam, (Bandung: Mizan IKAPI, 2003), hlm. 3-5
[12]Abudin Nata, sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 156
[13]Jalaluddin,
dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan..., hlm. 33
[14]Zaprulkhan, Filsafat Islam :
Sebuah Kajian Tematik..., hlm 161
[15]Zaprulkhan, Filsafat Islam :
Sebuah Kajian Tematik..., hlm 167
[16]Jalaludin, Filsafat Ilmu
Pengetahuan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 71
[17]Jalaludin, Filsafat Ilmu
Pengetahuan..., hlm. 72
[18]Jalaluddin,
dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan..., hlm. 34
[25]Zuhairini, Sejarah Pendidikan
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 7
[26]Zuhairini, Sejarah Pendidikan
Islam..., hlm. 8
izin copas
BalasHapus