Selasa, 19 Juli 2016

Kel. 8 Pendekatan2 dalam Supervisi



 MAKALAH
Pendekatan-pendekatan dalam supervisi

Disusun Sebagai Tugas Kelompok
Mata Kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan


Dosen Pengampu: Pebro Aini, M.Pd.I



Disusun Oleh Kelompok 8 :
Aji Effendi (1532100097)
Askur Hadi (1532100088)
Dewi Shinta (1532100103)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015/2016





BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

          Dalam pendidikan salah satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah adanya supervisi. Supervisi penting keberadaanya untuk mengawasi setiap pola dan kinerja seseorang yang bertujuan untuk efektif dan efisiennya kegiatan di lembaga yang bersangkutan. Pada mulanya supervisi hanya dipakai dalam lingkungan sekolah yaitu oleh kepala sekolah terhadap guru-guru atau staf yang berada dibawahnya, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya pendidikan yang sarat dengan berbagai problema yang muncul, maka kemudian supervisi meluas tidak hanya di lembaga pendidikan saja tetapi berhubungan dengan pemerintahan yang menaungi pendidikan, semisal Kemendikbud atau Kemenag dengan menjadikan seseorang sebagai supervisor dalam rangka mengawasi kinerja dan segala bentuk kegiatan yang ada dalam proses belajar mengajar di sekolah, terutama mengawasi tugas kepala sekolah.
       Di sekolah, peran kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap mutu dan kualitas lembaganya, kepala sekolah juga berperan sebagai supervisor, hal ini perlu dilakukan untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja guru-guru dalam rangka perbaikan dan pengembangan pembelajaran. Namun dalam hal ini kepala sekolah tidak mesti bersikap otoriter terhadap bawahan (para guru), pengawasan yang diberikan kepala sekolah terhadap guru adalah melalui pembinaan, pengarahan dan bimbingan yang baik terhadap para guru dengan maksud meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan kualitas dan menjamin mutu pendidikan di lembaga tersebut baik dan berjalan efektif sesuai dengan visi dan misi lembaga.
       Dengan demikian, supervisi pendidikan bermaksud meningkatkan kemampuan profesional dan teknis bagi guru, kepala sekolah dan personel sekolah lainnya agar proses pendidikan di sekolah lebih berkualitas, terutama supervisi pendidikan dilakukan atas dasar kerjasama, partisipasi dan kolaborasi, bukan berdasarkan paksaan dan kepatuhan, pada akhirnya dapat menimbulkan kesadaran, inisiatif dan kreatif personel sekolah.


B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengetian Pendekatan Supervisi Pendidikan?
2.      Bagaimana Pendekatan-pendekatan dalam Supervisi Pendidikan?

C.    Batasan Masalah

1.      Hanya membahas pengertian Pendekatan Supervisi Pendidikan
2.      Hanya membahas Pendekatan-pendekatan dalam Supervisi Pendidikan



BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan

1.      Pengertian Supervisi Pendidikan

          Istilah supervisi berasal dari bahasa latin “supervideo”, artinya mengawasi atau menilai kinerja bawahan. Mulyasa seperti dikutip oleh Wahyudi menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya sering digunakan secara bergantian dengan istilah pengawasan, pemeriksaan dan inspeksi. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan management tercapai, juga diartikan suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pemeriksaan dimaksudkan untuk melihat suatu kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai tujuan. Sedangkan inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan.
       Menurut Sutisna dikutip oleh Wahyudi bahwa secara umum supervision diberi arti sama dengan direction atau pengawasan dan ada kecenderungan untuk membatasi pemakaian istilah supervisor pada orang-orang yang berada dalam kedudukan yang lebih bawah dalam hirarki management.[1]
       Supervisi terutama sebagai bantuan yang berwujud layanan profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, pemilik sekolah dan pengawas serta supervisor lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar, maka banyak pakar yang memberikan batasan supervisi sebagai bantuan kepada staf untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih baik.[2]
       Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor agar dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilannya dalam memberikan layanan kepada orang tua peserta didik dan sekolah. Supervisi tidak hanya membantu guru dalam meningkatkan kemampuan mengajar, tapi juga menambah pengetahuan bagi supervisor secara sinergi menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif.
       Jhones dikutip oleh Wahyudi menjelaskan bahwa supervisi merupakan yang tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan yang ditujukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas utama pendidikan. Supervisi menitik beratkan pada perbaikan dan pengembangan kinerja guru yang langsung menangani peserta didik.[3]
       Dengan istilah yang berbeda Supandi mengartikan supervisi pendidikan adalah bantuan yang diberikan kepada personel pendidikan untuk mengembangkan proses pendidikan yang lebih baik. Personel pedidikan dimaksud meliputi; kepala sekolah, guru dan petugas sekolah lainnya termasuk staf administrasi. Dalam menjalankan tugasnya personel sekolah sering menghadapi masalah-masalah pendidikan, oleh karena itu pengawas sekolah perlu melakukan bimbingan dan pengarahan dalam bidang administratif maupun akademik khususnya perbaikan pada aspek pengelolaan pengajaran yang dilakukan guru.[4]
       Salah satu amanat ketetapan amanat MPR RI Nomor IV tahun 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), bahwa meningkatkan kemampuan akdemik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.[5]
       Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud supervisi Pendidikan adalah bantuan yang diberikan oleh seorang supervisor, baik kepada Kepala Sekolah, guru dan tenaga ahli pendidik lainnya melalui pengawasan untuk mencapai tujuan, pengarahan dan bimbingan dalam rangka meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang tinggi serta perbaikan dalam proses belajar-mengajar yang lebih efektif dan efisien. Yang menjadi supervisor dalam lembaga pendidikan adalah kepala sekolah yang berperan dan bertanggung jawab dalam mengawasi kinerja bawahannya (guru dan Staf administrasi). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.

2.      Pengertian Pendekatan Dalam Supervisi Pendidikan

       Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi pendidikan sering didasarkan pada prinsip prinsip psikologis. Suatu pendekatan supervisi pendidikan sangat bergantung pada prototype guru. ada satu paradikma yang dikemukakan oleh Glickman 1981 dalam sahertian 2008, memilih-milih guru kedalam empat prototype guru. ia mengemukakan setiap guru memiliki empat kemampuan dasar yaitu berfikir abstrak dan komitmen. Kalau kedua kemampuan itu digambarkan secara silang, akan terdapat dalam empat kuadran sisi, tiap sisinya terdapat dua kemampuan yang singkat A(daya abstrak), K (komitmen).Setiap sisi yang terdapat disebelah kanan garis abstrak ( garis tegak lurus / vertikal maka komitmennya tinggi (K+). Setiap sisi yang  terdapat diatas garis komitmen ( horisontal) daya abstraknya tinggi (A+). Sisi semuanya rendah (-).
       Mencermati pendapat diatas maka terdapat empat prototype guru yang harus difahami oleh supervisor pendidikan sebagi berikut :
a.       Pada sisi 1, daya abtrak tinggi (A+) dan komitmen tinggi (K+).
Protype guru seperti ini  dapat dinyatakan dan disebut guru yang profesional.
b.      Pada isi 2, daya abtrak tinggi (A+) tetapi komitmen rendah (K-).
Protype guru seperti ini  dapat dinyatakan dan disebut guru yang suka mengkritik
c.       Pada sisi 3, daya abtrak rendah (A-) tetapi komitmen tinggi (K+).
Protype guru seperti ini  dapat dinyatakan dan disebut guru yang terlalu sibuk
d.      Pada sisi 4,  daya abstrak rendah (A-) tetapi komitmen rendah (K-).
Protype guru seperti ini  dapat dinyatakan dan disebut guru yang tidak bermutu



Tabel 1
Empat Prototype Guru
Komitmen ( K)
Daya abstrak (A)
(I)
A+/K+
(II)
A+/K-
(III)
A-/K+
(IV)
A-/K-

       Berbagai macam dan perbedaan prototype guru seperti diuraikan diatas perlu dipahami supervisor pendidikan dengan harapan pendekatan supervisi yang dijadikan acuan menjadi sesuai dan cocok dengan kondisi riil prototype guru. dengan demikian, guru mendapatkan arahan dan bimbingan yang memadai untuk memperbaiki kinerjanya dengan baik.
Sebagai misal dalam menggunakan pendekatan supervisi dengan pertimbangan prototype guru yang berbeda-beda, antara lain:
a. Apabila guru berprototype profesional maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan non direktif
b. Apabila guru berprototype tukang kritik/ terlalu sibuk maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kolaboratif
c. Apabila guru berprototype tidak mutu maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan direktif.
       Secara teoritis, terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan supervisor dalam melakukan supervisi, menurut  Luluk  ada tiga yaitu Pendekatan langsung (direktif approach), Pendekatan tak langsung (Non Direktif Approach), dan. Pendekatan kolaboratif. ( Colaborative Approach).[6]

B.     Pendekatan-pendekatan Dalam Supervisi Pendidikan

       Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh seorang supervisor, hal ini tentu lebih memudahkan supervisor ketika mensupervisi bawahannya, supervisor dapat memilih pendekatan mana yang akan digunakan sesuai dengan kondisi lembaga yang bersangkutan, karena setiap pendekatan dalam supervisi pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda. Pemilihan yang tepat bergantung pada masalah yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai. Untuk kepentingan yang dimaksud, beberapa pendekatan supervisi yang dikemukakan oleh Wahyudi adalah pendekatan kolegial, pendekatan individual, pendekatan klinis dan pendekatan artistik dalam pengajaran.[7]

a.         Pendekatan Kolegial

       Supervisi kolegial atau yang biasa disebut supervisi rekanan diistilahkan dalam beberapa nama antara lain, peer supervision, cooperative professional development dan bahkan sering dikatakan collaborative supervision. Supervisi kolegial sebagai proses formal moderat dimana dua orang guru atau lebih bekerjasama untuk kepentingan perkembangan profesional guru. Bentuk supervisi kolegial menurut Kimbrough adalah :
1.        Pertemuan guru-guru dengan agenda yang jelas dan membicarakan topik-topik yang berkaitan dengan kemajuan pendidikan di sekolah;
2.        Lokakarya (workshops) yaitu dengan kegiatan kelompok yang terdiri dari Kepala Sekolah, Supervisor (Pengawas) dan guru untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui percakapan dan bekerja secara kelompok;
3.        Observasi sesama guru di kelas yaitu dengan melibatkan sesama rekan guru secara bergantian untuk melihat dan menilai kegiatan pembelajaran di Kelas dengan keberhasilan dan kekurangannya.

b.        Pendekatan Individual

       Pendekatan ini disebut dengan wawancara individual yaitu kesempatan yang diciptakan oleh pengawas atau kepala sekolah untuk bekerja secara individual dengan guru sehubungan dengan masalah-masalah profesionalnya. Pendekatan ini, menekankan pada tanggung jawab pribadi guru terhadap profesionalismenya. Bentuk dari pendekatan ini adalah guru membuat rancangan pembelajaran, selanjutnya disampaikan kepada supervisor, Kepala Sekolah atau pihak lain yang kompeten. Pada akhir semester, biasanya guru dan supervisor bertemu untuk membicarakan kendala yang dihadapi selama melaksanakan program pembelajaran. Pendekaran ini cocok bagi guru yang lebih suka bekerja sendiri.

c.         Pendekatan Klinis

       Pendekatan klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan pembelajaran dengan tahapan atau siklus yang sistematis dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang logis dan intensif mengenai penampilan mengajar yang nyata dalam mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. Ada beberapa tahapan perencanaan supervisi klinis:
a.       Tahap pertemuan awal, merupakan pembuatan kerangka kerja, karena itu perlu diciptakan suasana akrab dan terbuka antara supervisor dengan guru sehingga guru merasa percaya diri dan memahami tujuan diadakan pendekatan klinis;
b.      Tahap observasi kelas, guru melakukan kegiatan pembelajaran sesuai pedoman dan prosedur yang disepakati pada tahap awal. Selanjutnya supervisor melakukan observasi berdasarkan instrumen yang telah dibuat dan disepakati dengan guru. Setelah observasi, sepervisor mengumpulkan informasi untuk membantu guru dalam menganalisis pembelajaran;
c.       Tahap pertemuan akhir atau balikan, supervisor mengevaluasi hal-hal yang terjadi selama observasi dan seluruh siklus proses supevisi dengan tujuan meningkatkan performansi guru. Pertemuan akhir ini merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dan guru. Supervisor memaparkan data objektif sehingga guru dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan selama pembelajaran berlangsung. Dasar dari balikan terhadap guru adalah kesepakatan tentang item-item observasi yang telah dibuat sehingga guru menyadari tingkat prestasi yang dicapai.
Ada beberap ciri-ciri dari supervisi klinis adalah; 1) hakikatnya supervisor dan guru sederajat dan saling membantu meningkatkan kemampuan profesionalism, 2) Fokus supervisi klinis pada perbaikan cara mengajar, bukan mengubah kepribadian guru, 3) balikan supervisi klinis didasarkan atas bukti pengamatan, 4) bersifat konstruktif dan memberi penguatan pada pola dan tingkah laku yang telah dicapai, 5) Tahapan supervisi klinis merupakan kontinuitas dan dibangun atas pengalaman masa lampau, 6) Supervisi klinis merupakan proses memberi dan menerima yang dinamis, 7) guru mempunyai kebebasan dan tanggung jawab untuk mengemukakan persoalan menganalisis cara mengajarnya sendiri dan mengembangkannya, 8) Supervisor mempunyai kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis dan mengevaluasi cara melakukan supervisi, 9) Guru mempunyai prakarsa dan tanggungjawab dalam meningkatkan kompetensi pedagogik, 10) Supervisor dan guru bersifat terbukadalam mengumpulkan pendapat dan saling menghargai.

d.        Pendekatan Artistik

Menurut Good V. Carter, artistik adalah kegiatan manusia yang terarah pada pencapaian suatu tujuan, tetapi dalam pemkaian umum terbatas pada kegiatan yang melibatkan kemampuan kreatif kecerdikan pertimbangan dan keterampilan. Pendekatan artistik dalam supervisi pengajaran adalah setiap bentuk layanan bantuan profesional kepada guru-guru secara individu maupun kelompok dalam rangka perbaikan pengajaran dan perbaikan program kurikulum melalaui proses yang memerlukan intuisi, kreatifitas, kecerdikan, keterampilan yang dilakukan oleh supervisor dalam kegiatan supervisi yang belum disepakati secara tertulis dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.            Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah dengan cara berusaha menyingkap pengajaran sekaligus menjangkau latar belakang guru. Pendekatan ini mempunyai ciri-ciri :
a.         Menerima kenyataan bahwa supervisor dengan segala kelebihan dan kekurangan, kepekaan dan pengalamannya merupakan instrumen pokok. Dengak kata lain supervisor yang memberikan makna atas segala kegiatan selama proses pembelajaran;
b.         Memerlukan hubungan yang baik anatara supervisor dan guru.

e.         Pendekatan Ilmiah

       Pendekatan ilmiah dalam supervisi pembelajaran ini terkait erat dengan pengupayaan efektivitas pembelajaran, artinya memberikan responsi atas kekurangan-kekurangan dalam menilai efektivitas pembelajaran. Kekurangan tersebut dapat berupa:[8]
a.       kurang tegasnya dan kurang jelasnya standar-standar yang dipergunakan untuk menilai efektif tidaknya pembelajaran dewasa ini.
b.      Sulit menentukan metode-metode yang paling baik.
c.       Sulit menentukan guru mana yang mengajar dan melaksanakan tugas yang paling baik.
       Dalam pandangan ilmiah, pembelajaran dipandang sebagai ilmu (science), maka perbaikan pembelajaran dapat dilakukan Supervisor dengan menggunakan metode-metode ilmiah, ada beberapa langkah dalam melaksanakan pendekatan ilmiah ini, sebagai berikut:
1)        Mengimplementasikan hasil penemuan para peneliti.
Dengan hasil temuan peneliti, akan diketahui mana pembelajaran yang efektif dan yang tidak efektif, tentunya penemuan itu berdasarkan pada teori-teori pembelajaran yang teruji. Sehingga Supervisor bisa mencapai sasaran dari sepervisi.
2)        Bersama-sama dengan peneliti mengadakan penelitian di bidang pembelajaran dan hal lainnya yang bersangkut paut dengannya.
Tindakan penelitian  harus dilakukan oleh Supervisor bersama-sama pembelajaran dan Supervisor akan mendapat gambaran mengenai pembelajaran yang dilakukan oleh guru bersama dengan siswanya.
3)        Menerapkan metode ilmiah dan mempunyai sikap ilmiah dalam menemukan efektifitas pembelajaran.
Sikap ilmiah tersebut, antara lain: jernih dalam memandang persoalan tanpa ada pertensi, menjaga jarak dalam hal yang diamati, obyektif serta menggunakan kerangka-kerangka yang diakui dalam pendekatan ilmiah.
Menurut Piet A. Suhertian, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam supervisi yaitu pendekatan direktif, pendekatan non-direktif dan pendekatan kolaboratif, ketiga pendekatan tersebut bertitik tolak pada teori psikologi belajar, berikut ini penjelasan ketiga pendekatan tersebut.[9]

a). Pendekatan Direktif  (langsung).

    Pendekatan ini lahir dari teori psikologi behaviorisme yaitu segala perbuatan berasal dari rileks, atau respons terhadap rangsangan/stimulus. Maka dari itu guru yang mempunyai kekurangan perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi dengan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Adapun yang dimaksud dengan pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung, dengan tujuan agar guru yang mengalami problem perlu diberi rangsangan langsung agar ia bisa bereaksi.
       Adapun langkah-langkah pendekatan direktif  yaitu: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolak ukur, dan menguatkan. Dan disimpulkan oleh Sri Banun Muslim dengan istilah prilaku supervisi yaitu:
 demonstrating (menunjukkan), directing (mengarahkan), standizing
 (mempersiapkan) dan reinforcing (memperkuat).[10]
Dengan demikian, Supervisor menjadi central yang menentukan perbaikan pada guru. supervisor harus aktif, kreatif, dan inovatif dalam memperbaiki cara mengajar guru, sehingga guru tidak merasa di dikte dalam mengembangkan kemampuannya dan kreativitasnya.

b). Pendekatan Non-direktif  (tidak Langsung).

       Pendekatan ini lahir dari pemahaman psikologi humanistik, yang sangat menghargai orang yang akan dibantu, dengan mendengar permasalahan. Dengan demikian pendekatan non-direktif yaitu cara pendekatan terhadap permasalahan yang bersifat tidak langsung. Supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru. Supervisor memberikan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang dialami, oleh karena itu kepribadian guru yang dibina begitu dihormati. Selain itu menurut Sri Banun Muslim, bahwa guru harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Peranan supervisor disini adalah mendorong/membangkitkan kesadaran sendiri dan pengalaman-pengalaman guru diklasifikasikan. Pendekatan ini dilebih tepat digunakan terhadap guru yang proesional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan non-direktif ini guru menjadi sentral yang menentukan perbaikan pada dirinya sendiri. Supervisor hanya membantu mendorong guru agar mampu mengembangkan kemampuannya dan kreativitasnya.
       Adapun langkah-langkah pendekatan non-direktif  yaitu: mendengarkan, memberikan penguatan, menjelaskan, menyajikan dan memecahkan masalah. Dan disimpulkan oleh Sri Banun Muslim dengan istilah prilaku supervisi, yaitu meliputi: listenning (mendengarkan), claryfying (mengklarifikasi), encouriging (mendorong), presenting (menyajikan), problem solving (memecahkan masalah), negotiating (negosiasi), demonstrating (menunjukkan), directing (mengarahkan), standadizing (menyiapkan) dan reinforcing (memperkuat).

c). Pendekatan Kolaboratif.

       Pendekatan kolaboratif ini lahir dari psikologi kognitif, yang beranggapan bahwa belajar adalah hasil paduan antara kegiatan individu dan lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif. Pada pendekatan ini Supervisor dan guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi, pendekatan kolaboratif ini mengunakan komunikasi dua arah, dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Pendekatan ini dilebih tepat digunakan terhadap guru tukang kritik atau terlalu sibuk. Tugas supervisor adalah meminta penjelasan kepada guru apabila ada hal-hal yang diungkapkannya kurang dipahami, kemudian mendorong guru untuk mengaktualisasikannya inisiatif yang dipikirkannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya atau meningkatkan pengajarannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan kolaboratif ini, yang menjadi central adalah supervisor dan guru. Keduanya saling mengisi untuk menentukan perbaikan  dan pengembangan kemampuan dan kreativitas guru.
       Adapun langkah-langkah pendekatan non-direktif  yaitu : menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah dan negosiasi. Dan disimpulkan oleh Sri Banun Muslim dengan istilah prilaku supervisi, yaitu meliputi: presenting (menyajikan), problem solving (pemecahan masalah), dan negotiating (negosiasi).




BAB III

PENUTUP


A.       Kesimpulan

       Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh seorang supervisor, yang tentunya lebih memudahkan supervisor ketika mensupervisi bawahannya, supervisor dapat memilih pendekatan mana yang akan digunakan sesuai dengan kondisi lembaga yang bersangkutan, karena setiap pendekatan dalam supervisi pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda dan Pendekatan-pendekatan dalam supervisi tersebut diantaranya adalah:  Pendekatan Kolegial, Pendekatan Individual, Pendekatan Klinis, Pendekatan Artistik, dan Pendekatan Ilmiah.

       Menurut Piet A. Suhertian, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam supervisi yaitu pendekatan direktif, pendekatan non-direktif dan pendekatan kolaboratif, ketiga pendekatan tersebut bertitik tolak pada teori psikologi belajar.

 

 

 



DAFTAR PUSTAKA


v  A. Sahertian,Piet, 2008, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Rineka Cipta
v  A. Sahertian,Piet, 2000, Kosep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta
v  Banun,Muslim Sri, 2010, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, Jakarta : CV Alfabeta, IKAPI
v  GBHN Tap MPR No. IV/ MPR/ 1999. 2002, Bagian Pendidikan, Jakarta : Sinar Grafika
v  Imron,Ali. 2012.Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
v  Wahyudi,  2012, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar, Bandung: CV. Alfabeta
v  http://farkhanbanget.weebly.com/6/post/2014/03/pendekatan-supervisi-pendidikan.html
















                [1]Wahyudi,  Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar, (Bandung: CV. Alfabeta, 2012), hlm. 97
                [3]Op cit., hlm. 98
                [4]Ibid.,hlm. 99
                [5]GBHN Tap MPR No. IV/ MPR/ 1999, Bagian Pendidikan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), Cet. 2
   [6]Piet A. Suhertian, Konsep Dasar Dan Teknik Supervisi Pendidikan, Jakarta, Rineka cipta, 2008

                [7]Op Cit.,hlm.  104-113
                [8]Ali imran, Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hlm 31
                [9]Piet A. Sahertian, Kosep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 44-45
                [10]Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, (Jakarta : CV Alfabeta, IKAPI. 2010), hlm 80

Tidak ada komentar:

Posting Komentar