MAKALAH
ADMINISTRASI
PROGRAM SEKOLAH
Disusun Sebagai Tugas
Kelompok
Mata Kuliah Administrasi
dan Supervisi Pendidikan
Dosen Pengampu : Febro Aini M.PD,I
Disusun
Oleh Kelompok 3:
Adi Kurniawan (153210007)
Ajeng Ratika (1532100078)
Desi Ratna Sari (1532100099)
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH
PALEMBANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.
Wb.
Segala puji hanya milik Allah azza
wajala, shalawat seiring salam semoga selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman
yakni Muhammad Saw. Keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang setia dan
istiqomah berada di atas ajarannya hingga hari kiamat.
Penulis sangat bersyukur karena berkat
rahmat dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Administrasi Program Sekolah”.
Penyusunan makalah ini sebagai tugas
dari mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan Program Studi Pendidikan
Agama Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Dalam penyusunan
makalah ini penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan
sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan yang
telah memberikan materi perkuliahan serta arahannya, mudah-mudahan Allah SWT.
Membalas atas semua bantuan yang telah diberikan dengan tulus dan ikhlas.
Penulis berharap makalah ini berguna bagi kita semua amin. Atas perhatiannya
kami ucapkan terima kasih.
Akhirul kalam,
Wassalamu’alaikum Wr.
Wb.
Palembang,
27 Maret 2016
Penulis
i
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN......................................................................................................3
- Manajemen Berbasis Sekolah......................................................................3
1.
Defenisi
Manajemen Berbasis Sekolah..................................................3
2. Tujuan
dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah...............................3
3. Prinsip-
prinsip Manajemen Berbasis Sekolah......................................6
4. Komite
Sekolah......................................................................................7
5.
Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah..........................................8
- Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional......11
1. Pengelolaan
Kelas................................................................................12
2. Tipe
kepemimpinan Guru di Kelas......................................................14
3. Penciptaan
Kondisi Sosio-Emosional di kelas.....................................14
4. Iklim
Kelas yang Demokratis...............................................................16
BAB
III...................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
- Kesimpulan................................................................................................19
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sekolah merupakan instansi pendidikan
yang berintregitas antara komponen yang satu dengan yang lain. Salah satu
komponen pendukung yang penting dalam instansi pendidikan, dalam hal ini
sekolah adalah tenaga administrasi. Peran dari tenaga administrasi sekolah
sangatlah penting dalam mendukung kesuksesan dan kelancaran tata administrasi
sekolah. Di dalam menangani tata adminsitrasi sekolah dibutuhkan suatu keahlian
dan kemampuan yang cukup dalam bidang administrasi. Oleh karena itu sumber daya
manusia dalam hal ini tenaga administrasi menjadi komponen yang penting dalam
suatu sekolah.
Berkenaan dengan hal itu semua,
peran dari tenaga dalam hal ini sumber daya manusia di dalam memperlancar tata
administrasi sekolah sangatlah penting, serta tidak bisa dipisahkan antara
komponen yang satu dengan yang lain. Disamping itu, dibutuhkan suatu keahlian
juga keterampilan
didalam menangani urusan tata administrasi sekolah tersebut. Maka dari itu
sangat diperlukan tenaga tata administrasi yang terampil, handal, serta faham
akan job diskripsinya.
Masih kurang dan rendahnya
kompetensi yang dimiliki tenaga tata administrasi sekolah menjadi sebuah
fenomena yang perlu dituntaskan dengan segera. Karena peran dari tenaga tata
adminstrasi di dalam sebuah sekolah diibaratkan sebagai sebuah nyawa yang
bergantung pada bentuk fisiknya. Untuk itu penulis akan mengkaji tentang
administrasi sekolah dan administrasi kelas[1].
- Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Manajemen Berbasis Sekolah?
2. Bagaimana
Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional?
- Batasan Masalah
1.
Hanya membahas Manajemen
Berbasis Sekolah.
2. Hanya
membahas Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
- Manajemen Berbasis Sekolah
1. Defenisi
Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah
manajemen sekolah sering diasandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Tim
Peningkatan Mutu SMP Depdiknas (2006) mendefinisikan Manajemen Berbasis Sekolah
sebagai model pengelolaan Sekolah berdasarkan kekhasan, kebolehan, kemampuan
dan kebutuhan sekolah. Dengan demikian
SBM dapat didefinisikan sebagai suatu model desentralisasi dalam bidang
pendidikan yang memberikan otonom untuk merancang, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi manajemen partisipatif pada tingkat sekolah sesuai standar
nasional pendidikan yangdidasari potensin, prakarsa, dan prioritas agar tumbuh
kemandirian sekolah[2].
2.
Tujuan
dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
a.
Tujuan
Manajemen Berbasis Sekolah adalah pendidikan
yang dapat di kelola secara baik yaitu mencapai kualitas, prokduktivitas,
efektivitas, dan efesiensi dengan memberikan kepercayaan kepada sekolah bahwa
mereka paling menguasai dan memiliki kemampuan untuk mengelola dan memberdayakan
sumberdaya yang tersedia.
Disdik Provinsi Jawa Barat (2001)
mengiditifikasikan tujuan melaksanakan MBS sebagai berikut:
1.
Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2.
Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan secara kooperatif.
3.
Meningkatkan
tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu
pendidikan disekolah.
4.
Meningkatkan
kompetensi yang sehat antara sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang
diharapkan[3].
E. Mulyasa (2002) mengatakan MBS yang
ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons
pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi
diperoleh antara lain melalui keleluasaan pengelolaan sumber daya partisipasi
masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat
diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah,
fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru
dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif dan disinsentif. Peningkatan
pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat
yang memungkinkan pemerintah lebih konsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini
dimungkinkan karena sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi
terhadap sekolah. Nurkholis (2001) menyebutkan, tujuan utama MBS adalah
meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan kinerja belajar siswa
menjadi lebih baik[4].
b. Manfaat
Eman
Suparman (2001) mengatakan, dengan menerapkan MBS, beberapa manfaat yang bisa
diraih, yaitu:
1. Sekolah
sebagai lembaga pendidikanlebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman bagi dirinya dibanding dengan lembaga-lembaga lain.
2. Dengan
demikian, sekolah dapatmengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan
lembaganya.
3. Sekolah
lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan
dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
4. Sekolah
dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, oran tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya sehingga
sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai
sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
5. Sekolah
dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu
pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan peserta didik,
masyarakat, dan pemerintah daerah setempat[5].
Menurut
E. Mulyasa (2002), manfaat MBS adalah memberikan kebebasan dan kekuasaan yang
besar kepada kepala sekolah beserta seperangkat tanggung jawab. Dengan
demikian, MBS mendorong profesionalismeguru dan kepala sekolah sebagai
pembimbing pendidikan di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa
tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkatkan dan menjamin layanan
pendidikan sesuai tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi
peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orang tua,
misalnya orang tua dapat mengawasi secara langsung proses belajar mengajar
anaknya[6].
3.
Prinsip-
prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
1.
Partisipasi ;
Partisipasi penting untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan peningkatan
tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi/kontribusi. Partisipasi adalah proses
dimana stakeholders terlibat aktif baik dalam pengambilan keputusan, pembuatan
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengevaluasian pendidikan
di sekolah.
2.
Transparansin ;
manajemen sekolah dilaksanakan secara transparan, mudah di akses anggota, manajemen memberikam
laporan secara kontinu sehingga stakeholders dapat mengetahui proses dan hasil
pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah.
3.
Akuntabilitas;
Sekolah harus mempertanggung jawabkan
aktifitas penyelenggaraan sekolah yang telah di madatkan stakeholders dengan
melakukan menejemen sebaik mungkin.
4.
Prepesionalisme;
mencapai kemandirian dengan tingkat prakarsa dan kreativitas yang tinggi
prefesonalisme dari semua komponen personial , baik jajaran manajemen, pendidik
dan tenaga kependidikan lainnya maupun komite sekolah.
5.
Memiliki
wawasan kedepan berupa visi,misi dan strategi kearah pencapain mutu pendidikan.
6.
Sharing authority
dalam implemetasi manajemen ,tidak one man show tetapi
berpijak pada kekuatan kerja tim yang solid[7].
4.
Komite
Sekolah
Menurut
Djam’an satori (2001), sebagai konsekuensi untuk mengakomodasi aspirasi,
harapan dan kebutuhan stakeholder sekolah,
maka perlu dikembangkan adanya wadah untu menampung dan menyalurkannya.
Wadah tersebut berfungsi sebagai forum di mana representasi para stakoholder
sekolah terwakili secara proporsional. Dalam berbagai dokumen yang ada dan
konsensus yang telah muncul dalam berbagai dokumen yang ada dan konsensus yang
telah muncul dalam berbagai forum, wadah ini di beri nama Komite Sekolah.
Dalam pengertian lain, Djam’an
satori menyebutkan bahwa komite sekolah merupakan suatu badan yang berfungsi
sebagai forum resmi untuk mengakomodasikan dan membahas hal-hal yang menyangkut
kepentingan kelembagaan sekolah. Hal-hal tersebut meliuti:
1.
Penyusunan rencana
strategi sekolah, yaitu strategi pengembangan sekolah dalam perspektif 3-4
tahun mendatang.
2.
Penyusunan
perencanaan tahunan sekolah, yang merupakan elaborasi dari perencanaan strategi
sekolah.
3.
Mengadakan
pertamuan untuk menampung dan membahas berbagai kebutuhan, masalah, aspirasi
serta ide-ide yang di samoaikan oleh anggota-anggota komite sekolah.
4.
Memikirkan
upaya-upaya untuk memajukan sekolah,terutama yang menyangkut kelengkapan
fasilitas sekolah, fasiltas pendidikan, pengadaan biaya pendidikan bagi
pengembangan keunggulan kompetitif dan komperatif sekolah ssesuai dengan
aspirasi stokeholder sekolah[8].
5.
Mendorong sekolah
untuk melakukan internal monitoring (school self-assessment) dan melaporkan hasilnya untuk di bahas dalam
komite sekolah
6.
Membahas
hasil-hasil tes standar yang dilakukan oleh lembaga/ institusi eksternal dalam
upaya menjaga jaminan mutu (quality assurance) serta memelihara kondisi
pembelajaran sekolah sesuai dengan tuntutan standar minimum kompetensi siswa
(basid minimum competency) seperti yang diatur dalam pp no. 25 tahun 2000.
7.
Membahas laporan
tahunan sekolah sehingga memperoleh penerimaan komite sekolah.
8.
Mamantau kinerja
sekolah, yang meliputi manajemen sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, mutu
belajar-mengajar termasuk kinerja mengajar guru, hasil belajar siswa, disiplin
dan tata tertib sekolah, prestasi sekolah, baik dalam aspek intra maupun
ekstrakurikuler.
Dalam
kepmendiknas no. 044/u/2002 tanggal 12 april 2002, disebutkan bahwa komite
sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangkat
meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan, baik pada pendidikan prasekolah, jalur sekolah, maupun jalur
pendidikan luar sekolah[9].
5.
Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Pelaksanaan
MBS difokuskan pada dua sasaran kerja yaitu pada manajemen peningkatan mutu
sekolah dan pada peningkatan kontribus masyarakat terhadap pendidikan[10].
Implementasi
MBS akan berlangsung secara efektif dan efesien apabila didukung oleh sumber
daya manusia yang profesional untuk mengoprasikan sekolah, dana yang cukup agar
sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana memadai
untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua)
yang tinggi.
Oleh karena itu, agar MBS dapat
diimplementasikan secara optimal, baik di era krisis maupun pasca krisis di
masa mendatang, perlu adanya penggelompokan sekolah berdasarkan tingkat
kemampuan manajemen masing-masing. Pengelolaan ini dimaksudkan untuk
mempermudah pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.
a. Pengelompokan
sekolah
Dalam rangka
mengimplementasikan MBS, perlu di lakukan pengelompokan sekolah berdasarkan
kemampuan manajemen,dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan kualitas
sekolah. dalam hal ini sedikitnya akan ditemui tiga katagori sekolah, yaitu
baik, sedang, yang terbesar di lokasi-lokasi maju, sedang, dan ketinggalan.
Kondisi di atas mengisyaratkan tingkat
kemampuan manajemen sekolah untuk mengimpelemantasikan MBS berbeda satu
kelompok sekolah dengan kelompok lainnya. Perencanaan impelemantasi MBS harus
menuju pada variasi tersebut, dan mempertimbangkan kemampuan setiap sekolah.
Perencanaan yang merujuk pada kemampuan sekolah sangat perlu, khususnya untuk
menghindari penyeragaman perlakuan (treatment) terhadap sekolah[11].
b. Pentahapan
Implementasi MBS
Sebagai suatu paradigman pendidikan baru selain perlu
memperhatikan kondisi sekolah, implementasi MBS juga memerlukan pentahapan yang
tepat. Dengan perkataan lain, harus di lakkan secara bertahap. Penerapan MBS
secara menyeluruh sebagai realisasi desentralisasi pendidikan memerlukan
perubahan-perubahan mendasar terhadap aspek-aspek yang menyangkut keuangan,
ketenagaan, kurikulum, sarana dan prasarana, serta partsipasi masyarakat.
Secara garis besar, Fattah (2000) membaginya menjadi tiga
tahap, yaitu sosialisasi,piloting dan deseminasi.
a.
Tahap sosialsasi
Tahap ini merupakan tahapan penting
mengigat luasnya wilayah nusantara terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau
oleh media informasi, baik cetak maupun elektronik.dengan begitu masyarakat
beradaptasi dengan baik dengan lingkungan yang baru.
b.
Tahap piloting
Pada tahap ini merupakan tahap uji
coba agar penerapan konsep manajemen berbasis sekolah tidak mengandung risiko.
Untuk mengukur efektivitas model uji coba memerlukan persyaratan dasar yaitu
akseptabilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainabilitas.
Akseptabilitas,artinya adanya
penerimaan dari para tenaga pendidikan, khususnya guru dan kepala sekolah
sebagai pelaksanaan dan penanggung jawab penddikan di sekolah.
Akintabilitas, artinya bahwa program
MBS harus dapat di pertanggungjawabkan, baik secara konsep, operasional, maupun
pendanaannya.
Reflikabilitas, model MBS yang di
uji cobakan dapat direflekasi di sekolah lain sehingga perlakan yang di berikan
kepada sekolah uji coba dapat di laksanakan di sekolah lain.
Sustainabilitas,yaitu program
tersebut dapat dijaga kesinabungannya setelah uji coba dilaksanakan[12].
c.
Tahap deseminasi
merupakan tahapan memasyarakatkan model MBS yang telah di uji cobakan ke
berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya secara efektif dan efisien.
c.
Perangkat
Implementasi MBS
Sebagaimana dikemukakan di atas, sekolah memerlukan pedoman-pedoman sebagai
pendukung untuk menjamin terlakasananya pengelolaan MBS yang mengakomodasi
kepentingan otonomi sekolah, kebijakan pemerintah, dan partisipasi rakyat.
Implementasi MBS memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman
(guidelines) umum yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan,
monitoring dan evaluasi, serta laporan pelaksanaan.
Keberhasilan implementasi manajemen
berbasis sekolah sangat bergantung pada kemampuan dan kemauan politik
pemerintah (political will) sebagai penaggung jawab pendidikan. Kalau kemauan
poltik sudah ada, pelaksanaannya sangat bergantung pada bagaimana kesiapan
pelaksanaan dan perumusan kebijakan dapat memperkecil kelemahan yang muncul dan
mengeksplorasi manfaat semaksimal mungkin[13].
- Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional
Pada
umumnya dalam suatu masyarakat, karakteristik sekolah sebagai masyarakat mini
(mini society) direpresentasikan atau dicirikan oleh watak para penghuninya,
yaitu pengelola sekolah. Dalam anatomi sekolah menurut Direktorat Pendidikan
Menengah Umum (2002:10) masyarakat sekolah dapat dibedakan menjadi tiga level
pokok sesuai fungsinya yakni: (1) level kelas (regulator) yang merupakan
representasi dari karakter pembelajaran di kelas, yang banyak dipengaruhi oleh
aturan main, atau regulasi yang dianut oleh guru. Misalnya suasana psikologis kelas yang
nyaman, pembelajaran yang menarik, motivasi siswa yang tinggi, dan sebagainya;
(2) level mediator (profesi) yang merupakan representasi dari karakter-karakter
profesional pada pengelola sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, konselor, dan
tenaga teknis/administratif sekolah. Misalnya karakter kepemimpinan kepala
sekolah dan sifat-sifat semacam dedikasi, motivasi, kompetensi, kreativitas,
dan kolaborasi dari setiap individu pengelola sekolah; dan (3) level sekolah
(manajemen) yang merupakan representai dari karakter kolektif warga sekolah
secara keseluruhan, atau iklim sekolah.
Pada
level kelas (regulator) pembelajaran efektif ditandai oleh sifatnya yang menekankan
pada pemberdayaan siswa secara aktif. Pembelajaran bukan sekedar memoris dan
recall, bukan pula sekedar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa
yang diajarkan (logos), tetapi l;ebih menekankan pada internalisasi tentang apa
yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan
dihayati, serta dipraktekkan dalam kehidupan oleh siswa (etos)[14].
Pada
level mediator (profesi)kepala sekolah memiliki peran utama dan paling kuat
dalam menentukan seluruh roda kehidupan sekolah. Ia mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor utama yang dapat mendorong sekolah
untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program
yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.
Sedangkan
pada level sekolah (manajemen) penerapan MBS secara bertahap memberikan otonomi
kepada sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan,
menggerakkan, dan mengontrol program-program peningkatan mutu, tanpa harus
menunggu atau dibatasi oleh petunjuk dari birokrasi pendidikan di atasnya.
Tipe
ideal sekolah adalah menunjukkan ciri profesional menekankan kemampuan adaptasi
terhadap kompleksitasnya dan juga menggambarkan kepuasaan kerja bagi para
anggotanya. Sekolah yang berciri profesional berubah dan orientasi birokratik
menjadi orientasi profesional, karena diasumsikan bahwa sekolah yang menekankan
produksi dalam model birokratik tidak akan dapat memberikan hasil pendidikan
yang berkualitas tinggi.
1. Pengelolaan Kelas
Keberhasilan guru
melaksanakan kegiatan pembelajaran tidak saja menuntut kemampuan menguasai
materi pelajaran, strategi dan metode mengajar, menggunakan media atau alat
pembelajaran. Tetapi guru melaksanakan tugas profesionalnya dituntut kemampuan
lainnya, yaitu menyediakan atau menciptakan situasi dan kondisi belajar ang
kondusif dan menyenangkan yang memungkin kegiatan belajar mengajar bisa
berjalan dengan baik sesuai perencanaan danmencapai tujuan sesuai yang
dikehendaki[15].
Menurut Hasibuan dan
Moerdiono (1986:82): pengaturan berkaitan dengan penyediaan kondisi belajar
adalah pengelolaan kelas sedangkan menurut Raka Joni (1984:3) pengelolaan kelas
menunjukkan kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi
yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas menunjukkan kepada
pengaturan orang yaitu terutama adalah siswa sebagai peserta didik maupun
pengaturan fasilitas. Fasilitas mencakup pengertian yang luas mulai dari
ventilasi udara, penerangan, kebersihan ruang kelas, tempat duduk, papan tulis,
ruang kelas, halaman sekolah, sampai dengan perencanaan progam belajar ruang
kelas, halaman sekolah sampai dengan perencanaan progam belajar mengajar yang
tepat dan pelayanan belajar. Hasibuan, (1986) mengemukakan bila pengaturan
kondisi pendudukung belajar dapat dikerjakan secara optimal maka proses belajar
berlangsung secara optimal pula. Tetapi bila tidak dapat disediakan secara
optimal tentu saja menimbulkan gangguan terhadap belajar mengajar.
Keterampilan
pengelolaan kelas bagi guru adalah suatu tuntutan, bahkan dalam sepuluh
kompetensi mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru diantaranya adalah
pengelolaan kelas. Keterampilan mengelola kelas yang seharusnya dimiliki oleh
guru dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) keterampilan penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar yang kondusif dan optimal yang ditampakkan pada
kelompok belajar, memberikan petunjuk yang jelas kepada siswa mengenai hal
belajar, menegur siswa yang berperilaku menyimpang dan memberi penguatan
(reinforecement); dan (2) keterampilan menciptakan kondisi belajar yang
berkelanjutan, respon guru tersebut dalam bentuk mengadakan tindakan remedial
untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal[16].
(hal 84) Syaiful
Sagala, Administrasi Pendidikan
Kontemporer..., hlm.
Untuk dapat menciptakan
kondisi yang diharapkan akan efektif seorang guru penting memiliki keterampilan
pedagogik, juga perlu diketahui secara tepat faktor-faktor mana saja yang dapat
menunjang terciptanya kondisi pembelajaran yang menguntungkan. (85)
Efektivitas pengelolaan
kelas yang dilakukan oleh guru, tentu saja menyangkut pengelolaan aspek
lingkungan fisik yaitu ruang kelas dan seluruh kelengkapan maupun
adiminstrasinya, kemudian aspek sosio emosional para siswa yang berada dalam
kelas tersebut yang melakukan kegiatan belajar.(hal 85)
Aspek lain yang
termasuk lingkungan fisik yang mendapat perhatian dari guru-guru disekolah
yaitu mengenai pengaturan cahaya dan ventilasi.
Masalah kedua yang
penting dalam manajemen kelas adalah mengenai pengembangan sosio emosional yang
dilakukan oleh guru-guru, yang meliputi: tipe kepemimpinan, sikap guru terhadap
siswa yang tidak disiplin, pembinaan hubungan yang baik dengan siswa dan
pendekatan sosio-emosional pengelolaan kelas yang diakukan. Pengelolaan kelas
adalah mengatur suasana pembelajaran di kelas, mengkondisikan siswa untuk
belajar dan memanfaatkan atau menggunakan sarana pengajaran serta dapat
mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan
pelajaran.
2.Tipe kepemimpinan Guru di Kelas
Tipe kepemimpinan
seorang (guru) akan mewarnai suasana organisasi/kelas yang dipimpinnya. Menurut
Raka Joni (1985) tipe kepemimpinan guru yang lebih berat pada otoriter akan
menghasilkan sikap siswa yang submisive atau apatis. Tapi dipihak lain akan
menumbuhkan sikap agresif[17].
Dalam pemecahan masalah
kepemimpinan ini senantiasa me;ibatkan siswa, menghargai pendapat siswa,
kemudian siswa diperlakukan sebagai individu yang bertanggung jawab, berharga
dan mampu mengatasi persoalan yang dihadapinya di kelas.
Tipe kepemimpinan yang
dilakukan para guru tidak saja hanya menggunakan tipe kepemipinan demokratis,
tetapi juga bila diperlukan digunakan pendekatan otoriter. Tipe inidigunakan
apabila siswa sudah tidak bisa diajak musyawarah atau bersifat apatis. Dengan
demikian tipe kepemimpinan yang digunakan bervariasi sesuai dengan tuntutan
atau kebutuhan sehingga apa yang dilakukan oleh guru benar-benar mampu
membangkitkan motivasi, semangat para siswa dalam melakukan kegiatan belajar.
3.
Penciptaan
Kondisi Sosio-Emosional di kelas.
Kelas sebagai tempat
berlangsungnya PBM diwarnai oleh berbagai perilaku siswa, ada yang positif dan
ada pula yang negatif. Perilaku siswa yang positif dikelas, seperti: menghargai
pendapat orang lain, memberikan respon psikologis yang positif, memperhatikan
guru yang sedang mengajar. Bentuk perilaku seperti ini diperhatikan dengan
memberikan penguatan, seperti: memberikan perhatian.
Sedangkan tingkah laku
yang negatif ditemukan dari hasil observasi seperti melanggar peraturan/tata
tertib, membadut, ngobrol, memperolok-olok teman, menunjukkan sikap yang sangat
responsif (menjawab hal-hal yang tidak perlu), ditemukan siswa yang ngobrol
atau mengganggu. Dengan demikian menghadapi hal yang negatif guru menunjukkan
sikap yang responsif untuk segera menghentikannya, bersifat sabar, dan tetapi
menunjukkan persahabatan dengan murid[18].
Guru menggunakan
berbagai pendekatan, pada saat guru ingin membina tingkah laku yang
dikehendaki, yaitu tingkah laku yang positif digunakan pendekatan perubahan
tingkah laku, yakni dengan cara memberikan penguatan (reinforcement) yang
bersifat positif, sedangkan untuk menghilangkan atau menghentikan tingkah laku
yang tidak diinginkan digunakan peringatan, jika tidak memadai digunakan sanksi
sesuai kaidah-kaidah pendidikan. Dengan peringatan dan sanksi ini dimaksudkan
agar murid tidak lagi mengulangi perbuatan yang tidak sesuai denagn peraturan
dengan peraturan yang berlaku.
Peringatan dan sanksi
yang dilakukan guru-guru terutama untuk menghentikan tingkah laku siswa yang
menyimpang (efek jera), yang bersifat mendidik dan bukan sanksi yang bersifat
fisik, berupa teguran,sindiran, atau peringatan yang langsung ditujukan kepada
siswa yang berperilaku menyimpang dengan harapan siswa tersebut menghentikan
dengan segera tingkah laku tersebut.(hal 89)
Dalam melakukan
tindakan penyembuhan atau mengatasi tingkah laku siswa yang menyimpang (dimensi
kuratif) guru-guru menempuh sejumlah tahapan, antara lain: melakukan
identifikasi masalah, menganalisis masalah, yaitu mengetahui sebab-sebai
terjadinya masalah tersebut, mengembangkan dan memlih alternaif pemecahan,
melaksanakan alternatif yang telah dipilih dan melihat umpan balik dari hasil
pelaksanaan alternatif yang dipilih tersebut.(hal 89-90)
Dalam melakukan
pengelolaan kelas, guru juga berusaha mengembangkan suasana hangat, gembira,
mengembangkan hubungan interpersonal yang harmonis antara guru dan siswa, juga
membina hubungan yang baik antara siswa dengan siswa, hru menerima pendapat juga
saran[19].
Dalam melaksanakan
pengelolaan kelas, guru-guru di sekolah mengembangkan berbagai macam
pendekatan, antara lain pendekatan pengubahan tingkah laku pendekatan sosio
emosionl dan pendekatan proses kelompok.
Dengan situasi seperti
ini siswa dapat belajar dengan lebih baik, demikian juga guru bisa melaksanakan
tugas utama di kelas, yaitu mengajar sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
4.
Iklim
Kelas yang Demokratis.
Iklim dapat dipandang
pada suatu pihak sebagai karakteristik abadi yang mencirikan suatu kelas
tertentu, yang membedakannya dari kelas yang lain, dan mempengaruhi perilaku
guru dan siswa.
Model kepemimpinan
kelas yang dikembangkan oleh guru yang dapat mengembangkan potensi siswa kearah
belajar yang lebih dinamis cenderung bersifat demokratis. Sikap demokratis
terlihat dari mengembangkan rasa saling mempercayai, menghargai siswa,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam kegiatan kelas sesuai
dengan kemampuannya serta suasana yang harmonis yang dilakukan guru. Rudolf Dreikurs
mengemukakan yang menekankan pentingnya suasana kelas yang demokratis, dimana
siswa diajar bertanggung jawab, siswa diperlakukan sebagai manusia yang mampu,
berharga, adanya saling menghargai dan mempercayai.
Carl Roger juga
mengemukakan yang menekankan pentingnya guru bersifat tulus dihadapan siswa,
menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, dan memiliki pengertian/memahami
siswa dari sudut pandang siswa sendiri atau empati.
Dalam melakukan
pengelolaan kelas cenderung guru menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan
pengubahan tingkah laku, pendekatan proses kelompok dan pendekatan sosio
emosional. Hal ini mengingat masalah
yang terajdi dalam kelas cukup kompleks, jadi digunakannya
pendekatan-pendekatan tersebut disesuaikan dengan tujuan dan masalah yang
muncul dalam pengelolaan kelas.
Pendekatan pengubahan
tingkah laku dipilih bila tujuan tindakan pengelolaan yang dilakukan adlah
menguatkan tingkah laku siswa yang baik dan menghilangkan tingkah laku yang
tidakbaik pendekatan penciptaan iklim sosio emosional dipergunakan apabila
sasaran tindakan pengelolaan adalah peningkatan hubungan antar pribadi
guru-siswa dan siswa sedangkan pendekatan proses kelompok di anut bila seorang
guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.
Kegiatan pengelolaan
kelas oleh guru, mengarah pada tindakan pencegahan sebelum masalah pengelolaan
kelas itu muncul. Tindakan ini beruapa penyediaan kondisi fisik yang berupa
pengaturan tempat duduk, besar-kecilnya ruangan sesuai dengan jumlah siswa,
pengaturan alat, perlengkapan kelas dan pengajaran. Sedangkan yang bersifat
kondisi sosio emosional, antara lain: pembinaan hubungan yang baik dan harmonis
dengan siswa, pengembangan kepemimpinan guru yang demokratis, mengembangkan
sikap yang sabar dalam menghadapi siswa yang menyimpang[20].
Nawawi (1982:115)
mengemukakan bahwa sekolah sebagai total sistem atau satu kesatuan organisasi,
sangat tergantung pada penyelenggaraan dan pengelolaan kelas, baik di
lingkungan kelas masing-masing sebagai unit kerja berdiri sendiri, maupun dalam
hubungan kerja antara kelas yang satu dengan kelas yang lain. Kelas sebagai
unit kerja yang berdiri sendiri, mempunyai masyarakat sendiri, dan juga
mempunyai iklim demokrasi tersendiri pula, karena itu kelas merupakan unit
kerja yang otonom[21].
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Bahwa administrasi program sekolah
merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada
sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai sehingga
administrasi program sekolah mempunyai mekanismedalam sistem sentralisasi dan
desentralisasi.
Maka dari itu administrasi program
sekolah mempunyai tujuan, prinsip-prinsip, komitre, dan pelaksanaan yang dapat
mengelola kinerja sekolah dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik.
Sehingga dapat memantau keberhasilan
guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran serta kemampuan menguasasi materi
pelajaran, strategi dan metode mengajar menggunakan media atau alat pengajaran
yang dapat menciptakan situasi dan kondisi belajar yang kondusif dan
menyenangkan, agar kegiatan belajar mengajar bisa berjalan dengan baikdan
efektif sesuai perencanaan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ø Daryanto.
2008. Administrasi dan Manajemen Sekolah,
Jakarta: PT Rineka Cipta
Ø Engkoswara
dan Komariah, Aan. 2011. Administrasi
Pendidikan, Bandung: Alfabeta
Ø Sagala,
Syaiful. 2009. Administrasi Pendidikan
Kontemporer, Bandung: Alfabeta
20
[1]
http://neng-unyund.blogspot.co.id/2013/05/makalah-administrasi.html,
tanggal 27 maret 2016, jam 12:42
1
[2] Engkoswara dan Aan komariah, administrasi pendidikan, (Bandung:
Alfabeta, cetakan kedua 2011) hlm. 293-294
3
[3] Engkoswara dan Aan komariah, administrasi pendidikan..., hlm. 294-295
[4] Daryanto, administrasi dan manajemen sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2013) hlm. 226
4
[5]
Daryanto, administrasi dan manajemen sekolah...,
hlm. 226-227
5
[6]
Daryanto, administrasi dan manajemen sekolah...,
hlm. 228
[7] Engkoswara dan Aan komariah, administrasi pendidikan..., hlm. 295
6
[8]
Daryanto, administrasi dan manajemen sekolah...,
hlm. 231-232
7
[9] Daryanto, administrasi dan manajemen sekolah..., hlm. 232-233
[13] Daryanto, administrasi dan manajemen sekolah..., hlm. 223-224
11
[14] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer,
(Bandung: Alfabeta, 2009) hlm. 80-82
[16] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer...,
hlm. 84
13
[17] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer...,
hlm. 85-87
14
[18]
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer...,
hlm. 87-88
15
[19] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer...,
hlm. 89-90
16
[20] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer...,
hlm. 92
17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar