Kamis, 21 Juli 2016

Kel. 10 Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam Masa kemunduran dan pembaharuan



MAKALAH
Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam pada masa kemunduran dan pembaharuan

Disusun Sebagai Tugas Kelompok
Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Nurlaila, M.Pd.I




Disusun Oleh Kelompok 6:

Bagus Pamungkas (1532100092)
Aji Effendi (1532100079)
Askur Hadi (1532100088)

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2016/2017

Pertumbuhan Dan Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Kemunduran Dan Pembaharuan

A.    Pendahuluan

            Pendidikan Islam berkembang dengan melalui beberapa masa. Pertama adalah masa awal pembinaan pendidikan Islam, yaitu di masa Nabi Muhammad SAW. Kedua adalah masa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam terjadi pada masa Nabi SAW dan khulafa’ al-rasyidin. Ketiga adalah masa kejayaan pendidikan Islam yang terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Keempat adalah masa kemunduran pendidikan Islam, karena kondisi umat Islam saat itu cenderung hanya berpikir secara tradisional dan tidak mau berpikir dengan pola rasional. Kondisi ini kirakira terjadi pada abad VIII sampai abad XIII M.[1]
            Kemudian kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalan kaum muslimin dari bangsa-bangsa eropa dalam berbagai bidang , telah imbul dari abad ke 11 H./17 M. Dengan kekalahan-kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Utsmani dalam peperangan dengan Negara-negara Eropa. Kekalahan tersebut mendorong Raja-Raja dan pemuka-pemuka kerajaan untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rajasia keunggula lawan. Mereka mulai memperhatikan kemajuan yang dicapai oleh Eropa, terutama Perancis yang merupakan pusat kemajuan kebudayaan Eopa pada asa itu. Kemudian dikirim duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama dibidang militer dan kemajuan ilmu pengetahuan. Didatangkan pelatih-pelatih militer dari eropa dan didirikan sekolah tekhnik militer pada tahun 1734 M. Untuk pertama kalinya.[2]
            Demikianlah beberapa masa dalam pendidikan islam. Mulai dari masa pembinaan, sampai pada masa kemunduran, dan masa pembaharuan. Inilah fluktuasi sejarah pendidikan islam dari masa rasulullah sampai sekarang.
            Dalam makalah ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam pada masa kemunduran dan pembaharuan, yang melingkupi latar belakang sosial politik, faktor-faktor, dan profil tokoh-tokohnya, sampai usaha-usaha pembaharuan pendidikan islam dan tokoh-tokoh pembaharunya.

B.     Pembahasan

1.      Latar Belakang Sosial Politik Kemunduran Pendidikan Islam

     Tampilnya dinasti Abasiyah yang menggantikan dinasti Umayyah dalam peradaban Islam membawa corak baru dalam budaya Islam dan terutama dalam bidang pendidikan Islam. Pada periode pertama dinasti Abasiyah (132 H/750 M-232 H/847 M), dunia pendidikan Islam mengalami masa kejayaannya (lahirnya sekolah-sekolah yang tak terhitung banyaknya yang tersebar dari kota-kota sampai desa-desa) dan sekaligus pada periode kedua dinasti Abasiyah (847 M-942 M) menjadi awal kemunduran intelektual Islam dan terlihat nyata pada periode kelima (akhir dinasti abasiyah 1258 M.[3]
Hal ini sesuai dengan siklus sejarah yang bersifat faktual yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya, yaitu ada generasi perintis, generasi penerus, generasi penikmat, dan generasi penghancur. Beberapa hal yang melatar belakangi dinasti tersebut mundur/hancur, tentunya juga berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan Islam di dunia. Adapun beberapa hal yang menjadi akar kehancurannya yaitu; adanya faktor internal (konflik dalam keluarga Istana, dominasi militer, keuangan, berdirinya dinasti-dinasti kecil, luasnya wilayah, dan fanatisme keagamaan/aliran-aliran) dan faktor eksternal (terjadinya perang salib dan serangan tentara Mongol).[4]
     Sedangkan Islam di bagian Barat telah mengalami kemajuan dan kesuksesan selama kurang lebih delapan abad. Spanyol dengan pusat ibu kotanya di Cordova telah menjadi kiblat ilmu pengetahuan yang menyaingi Baghdad. Perkembangan ilmu pengetahuan di Spanyol juga mengalami kemandekan bahkan kemunduran sebagaimana kota Baghdad karena beberapa faktor: (1) adanya konflik kekeluargaan karena tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan diantara ahli waris, (2) lemahnya figur dan kharismatik para khalifah pengganti, (3) perselisihan di kalangan umat Islam sendiri, (4) konflik Islam dengan Kristen di dalam negeri karena kebijakan pemerintah tidak melakukan islamisasi secara sempurna, (5) munculnya kerajaan-kerajaan kecil yang saling berebut kekuasaan.[5] Dalam posisi yang lemah tersebut kemudian dimanfaatkan oleh orang Kristen Spanyol untuk menyerang dan menghancurkan Islam. Hancurnya kekuasaan Islam di Baghdad dan Cordova adalah sebagai faktor utama yang melatar belakangi kemunduran pendidikan Islam.
     Kemunduran pendidikan islam pada masa ini terlihat jelah bahwa yang menjadi penyebab utama adalah adanya konflik dalam keluarga Istana, dominasi militer, keuangan, berdirinya dinasti-dinasti kecil, luasnya wilayah, dan fanatisme keagamaan/aliran-aliran dan juga terjadinya perang salib dan serangan tentara Mongol terhadap dinasti abassiyah yang menyebabkan pendidikan islam mengalami kemunduran.

2.      Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Pendidikan Islam

     Dalam sejarah kehancuran total yang dihadapi kota-kota pendidikan dan kebudayaan Islam yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi pendidikan Islam dan melemahnya pemikiran Islam yaitu disebabkan:
a.     Berlebihannya filsafat Islam yang bersifat sufistik
     Hal ini yang dimasukkan oleh Al-Ghazali dalam alam islami di timur, dan berkelebihan pula Ibn Rusyd dalam memasukkan filsafatnya yang bercorak rasionalistis ke dunia islam barat. Al-Ghazali dengan alam filsafatnya menuju ke arah bidang rohaniah hingga menghilang ia ke dalam mega alam tasawuf. Sedangkan Ibn Rusyd dengan filsafatnya menuju ke arah yang bertentangan dengan Al-Ghazali, maka Ibn Rusyd dengan filsafatnya menuju ke jurang materialisme.[6]
b.    Umat Islam melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
     Umat islam, terutama para pemerintahnya, (Khalifah, sultan, Amir-amir), melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Kalau pada mulanya para pejabat pemerintah sangat memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, dengan memberikan penghargaan yang tinggi keada para ahli ilmu pengetahuan, maka pada masa menurun dan melemahnya kehidupan umat islam ini, para ahli ilmu pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan, sehingga melupakan perkembangan ilmu pengetahuan.[7]
c.     Terjadinya pemberontakan-pemberontakan
     Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan-kegiatan pengembangan ilmu pengetahuian dan kebudayaan di dunia islam.[8]
d.    Sedikitnya kurikulum Islam
     Mahmud Yunus menjelaskan tentang sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran umum yang ada di madrasah-madrasah, seperti menafikan perhatian kepada ilmu-ilmu kealaman dan hanya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan yang ditambah dengan sedikit gramatikal dan bahasa sebagai alat yang diperlukan. Dengan penyempitan kurikulum yang ada juga sudah mulai meninggalkan ilmu-ilmu keagamaan yang murni (tafsir hadits, fiqih, usul fiqih, ilmu kalam, dan teologi Islam). Sedangkan ilmu-ilmu keagamaan yang ada adalah yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyucikan diri dan ditambah dengan pendidikan sufi.[9]
e.     Tertutupnya pintu ijtihad
     Ini disebabkan dengan runtuhnya kota-kota pendidikan Islam, sehingga pelaksanaan pendidikan Islam banyak dilaksanakan dirumah-rumah para ulama yang pada akhirnya madrasah-madrasah kurang berfungsi. Namun demikian, pendidikan di madrasah masih terus dilakukan akan tetapi dengan mata pelajaran yang beraliran sufi dan sehingga para ulama banyak yang meninggalkan ijtihad. Selain itu, hal ini akan mengakibakan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual yang mengakibatkan semakin statis kebudayaan Islam karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya yang baru, bahkan ketidak mampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang muncul.[10]
     faktor-faktor penyebab kemunduran pendidikan islam ini dikarenakan Berlebihannya filsafat Islam yang bersifat sufistik, Umat Islam melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, Terjadinya pemberontakan-pemberontakan, Sedikitnya kurikulum pendidikan  Islam dan Tertutupnya pintu ijtihad.

3.      Profil Tokoh-Tokoh Pada Masa Kemunduran Pendidikan Islam

a.      Muhammad Ali Pasya
                        Muhammad Ali Pasha lahir bulan Januari 1765  di Kavala Albania Yunani dekat pantai Macedonia dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Dialah pendiri dinasti Mesir yang keturunannya memerintah Mesir sampai tahun 1952. Sejak kecil ia memiliki keterampilan dan kecerdasan luar biasa. Dalam perjalanan kariernya, banyak usaha yang dilakukan untuk memperbaharukan atau memodenisir keadaan umat islam yang telah jauh tertinggal dari negara-negara Barat. Orang tuanya bekerja sebagai penjual rokok, dari kecil ia sudah harus bekerja, dia tak pernah memperoleh kesempatan sekolah, dengan demikian dia tidak bisa membaca dan menullis.
                        Setelah besar ia bekerja sebagai pemungut pajak, karena kecakapannya dalam pekerjaannya ini ia menjadi kesayangan Gubernur Usmani setempat, akhirnya ia diangkat sebagai menantu oleh gubernur tersebut dan mulai dari waktu itu bintangnya semakin meningkat terus.
            Setelah ia di angkat menjadi menantu Gubernur Usmani di tempatnya bekerja. Ia masuk dalam dinas meliter dan dalam lapangan ini ia juga menunjukkan kecakapan dan kesanggupan sehingga pangkatnya cepat menaik menjadi perwira. ketika pergi ke Mesir ia mempunyai kedudukan wakil perwira yang memimpin pasukan yang dikirim dari daerahnya. Setelah tentara prancis keluar dari Mesir di tahun 1801. Muhammad Ali turut memainkan peran penting dalam politik. Mesir mulai mengalami ketenangan politik, khususnya setelah Muhammad Ali membantai sisa-sisa petinggi Mamluk pada tahun 1811, menurut cerita dari 470 kaum mamluk hanya seorang yang dapat melepaskan diri dengan melompat dari pagar istana kejurang yang ada di bukit Mukattan, kudanya mati tetapi ia selamat dengan pergi lari. kaum mamluk yang ada diluar Kairo kemudian diburu, mana yang dapat dibunuh dan sebagian kecil dapat melarikan diri ke Sudan pada akhirnya tahun 1811, kekuatan kaum mamluk di mesir telah habis.
                        Untuk memajukan Mesir, Muhammad Ali melakukan pembenahan ekonomi dan militer. Atas saran para penasihatnya, ia juga melakukan program pengiriman tentara untuk belajar di Eropa. Pemerinthan Muhammad Ali pasya menandai permulan diferensiasi yang sebenarnya antara struktur politik dan ke agamaan di Mesir. keputusan-keputusan dan program-programnya ternyata sebagian besar telah menentukan jalannya sekulerisasi yang berlangsung selama satu setengah abad di Mesir. Muhammad Ali berkuasa penuh. Ia telah menjadi wakil Sultan dengan resmi di Mesir dan rakyat sendiri tidak mempunyai organisasi dan kekuatan untuk menentang kekuasannya, ia pun bertindak sebagai diktator.
            Ia diberikan kepercayaan sebagai pemimpin militer pada era Turki Utsmani dan menjadi seorang pemimpin tersohor kebanggaan negara Mesir, terutama dalam merevolusi negara tersebut  menjadi sebuah negara industri dan modern. Bahkan, orang Mesir sendiri mengenalnya sebagai seorang pahlawan. Walaupun tidak dilahirkan di Mesir dan tidak berbahasa Arab, namun keinginannya untuk membangun dan meningkatkan sumber penghasilan ekonomi bagi negara Mesir sangat besar. Inisiatif, visi dan semangat yang dimilikinya tak mampu menandingi pahlawan-pahlawan lain yang sezaman dengannya
                        Dialah pendiri dinasti Mesir yang keturunannya memerintah Mesir sampai tahun 1952. dia muncul di Mesir tahun 1799 sebagai salah seorang diantara 300 orang anggota pasukan yang dikirim Albania atas perintah Sultan Utsmani untuk mengusir Perancis. Pada awalnya ia berkedudukan sebagai penasehat komandan pasukan Albania, karena kecakapannya dalam memimpin maka ia diangkat menjadi komandan penuh. Setelah berhasil mengusir Napoleon dari Mesir, ia di angkat menjadi jendral tahun 1801. pada bulan Nopember 1805 ia menjadi penguasa di Mesir dan bulan April 1806 ia di angkat menjadi Wali Negara Mesir dengan gelar Pasya.[11]
b.      Muhammad Abduh
                        Muhammad Abduh dilahirkan pada tahun 1849 M (1265 H) di Mahallah Nasr, sebuah perkampungan subur di propinsi Gharbiyyah. Ayahnya bemama Abduh bin Hasan Chairullah seorang berdarah Turki, sedangkan ibunya Yatimah binti Utsman al-Kabir yang mempunyai silsilah keluarga besar keturunan Umar Ibn al Khatab.[12]
                        Abduh mengawali pendidikannya dengan berguru pada ayahnya di rumah. Pelajaran pertama yang ia peroleh adalah membaca, menulis, dan menghafal al-Qur’an. Abduh mampu menghafal al-Qur’an dalam jangka waktu yang sangat singkat, yaitu hanya dua tahun. Pada usia 12 tahun ia telah menyempurnakan hafalannya. Kemudian, pada usia 14 tahun ia dikirim ayahnya ke Tantha untuk belajar di Masjid al-Ahmadi. Di tempat inilah ia belajar bahasa arab dan fiqh, serta menjaga hafalannya. Setelah belajar selama dua tahun, Abduh merasa bosan dan kecewa bahkan membawanya pada keputusan untuk mendapatkan ilmu seperti yang diinginkannya. Perasaan ini berpangkal dari metode yang diterapkan di sekolah tersebut. Metode yang dipakai adalah hafalan tanpa mementingkan pemahaman. Hal ini menyebabkan ia memilih untuk kembali ke Mahallat Nasr.[13]
                        Pada dekade 1877, Abduh berhasil menamatkan studinya di Universitas al-Azhar dengan predikat gelar kesarjanaan 'âlim. Gelar kesarjanaan ini memberikan hak bagi dirinya untuk mengajar di Universitas tersebut. Konon, kelulusan Abduh sangatlah kontroversial. Bahkan sampai melibatkan rektor pada waktu untuk dalam proses kelulusannya. Hal ini dipicu oleh adanya jurang perbedaan pendapat yang begitu dalam dengan para pengujinya. Selain mengajar mata kuliah ilmu kalam dan logika di Universitas al-Azhar, Muhammad Abduh juga diangkat sebagai dosen tetap di Universitas Dar-al-Ulum dan Perguruan Bahasa Khedevi pada tahun 1879. Di sini ia mengajar Ilmu Kalam, Sejarah Ilmu Politik dan Kesusasteraan Arab. Dalam mengajar, Muhammad Abduh menggunakan metode diskusi untuk mempercepat proses transformasi intelektual para anak didiknya. Selain penguasaan ilmu pengetahuan, Abduh juga menekankan para mahasiswanya agar tanggap terhadap situasi sosial-politik yang sedang berkembang dan kalau perlu mengoreksinya.[14]
                        Pada 1894 dia menjadi anggota pimpinan tertinggi al-Azhar (conseil superieur) yang dibentuk berdasarkan anjurannya, dan di sini selain mengadakan pembaruan-pembaruan juga dia sendiri aktif memberikan pelajaran. Setelah mengalami sakit beberapa lama, Muhammad Abduh meninggal dunia pada tanggal 11 Juli 1905.[15]
c.       Sayyid Ahmad Khan
                        Sayyid Ahmad Khan lahir pada 17 Oktober 1817 M di Delhi, India. Menurut salah satu riwayat, ia berasal dari keturunan Husein Cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah dan Ali.Oleh karena itu ia bergelar sayyid. Nenek moyangnya yang berasal dari semenanjung Arab hijrah ke Heart, Persia, dan kemudian pindah ke India (Hindustan) akibat tekanan dari penguasa Umayah ketika itu. Ayah Ahmad Khan, al-Muttaqi,adalah ulama yang memilki pengaruh besar di Kerajaan Moghul masa Akbar Syah II (1806-1837), sedangkan kakeknya pernah menjadi komandan militer pada masa pemerintahan Alamgir II(1754-179). Ia memperoleh pendidikan agama secara tradisional, dan juga mempelajari bahasa Persia dan Arab, Matematika, mekanika,sejarah,dan ilmu-ilmu lain. Pada tahun 1838, Ahmad Khan bekerja pada Serikat India. Ia bekerja sebagai hakim di Fatehpur dan kemudian pindah ke Bignaur. Tetapi pada tahun 1846 ia pulang kembali ke Deihi untuk meneruskan studi.[16]
                        Dengan beberapa pembaharuan sebelumnya yang menentang penjajahan, Ahmad Khan lebih bersifat kooperatif dengan kolonial Inggris. Ia berupaya mendamaikan umat Islam dengan penjajahan Inggris agar tidak saling curiga. Terhadap penjajahan Inggris Ahmad Khan berusaha menjelaskan bahwa umat Islam tidak berperan aktif dalam peristiwa 1857 itu. Untuk itu, dalam rangka membela umat Islam. Ahmad Khan kemudian menulis dua buah buku yang berjudul Tarikhi Sarkhasi Baijnaur (1858) yang berisi kronolgis pemberontakan, dan Asbab. Baghawat-i-Hind (Sebab-sebab Revolusi India) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Causes of The Indian Revolt. Ahmad Khan juga menyebarkan pamplet-pamflet yang berisi hal-hal yang menjelaskan sebab-sebab pemberontakan tahun 1857.[17]
                        Pada saat pemberontakan rakyat terhadap Inggris di tahun 1875 ia dianggap berjasa oleh pihak Inggris, karena berusaha mencegah pemberontakan itu, sehingga ia diberi hadiah gelar dengan Sir dan hubungan dengan Inggris menjadi baik, hal itu diusahakannya dengan sebaik-baiknya untuk kemajuan ummat Islam. Tetapi usaha Sayyid Ahmad Khan itu tidak dipahami oleh kebanyakan kaum Muslim.
                        Menurut pemikiran Sayyid Ahmad Khan kemajuan ummat Islam bukan cara memusuhi Inggris dan bekerja sama dengan Hindu, tetapi harus dekat dengan orang-orang Inggris, karena kemajuan Islam tidak terlepas dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern lebih banyak dihasilkan oleh orang-orang Inggris.[18]
                        Di tahun 1861 ia dirikan Sekolah Inggris di Muradabad. Di tahun 1876 ia minta berhenti sebagai pegawai pemerintah Inggris dan sampai akhir hayatnya di tahun 1898, ia mementingkan  pendidikan umat Islam India.
                        Sebelumnya di tahun 1869/70 Sayyid Ahmad Khan telah berkunjung ke Inggris, antara lain untuk mempelajari sistem pendidikan Barat. Sekembalinya dari kunjungan itu ia membentuk panitia peningkatan pendidikan Umat Islam. Salah satu tujuan panitia ialah menyelidiki sebabnya umat Islam India sedikit sekali memasuki sekolah-sekolah pemerintah. Di samping itu dibentuk lagi Panitia dana Pembentukan Perguruan Tinggi Islam. Di tahun 1886 ia bentuk Muhammedan Educational Conference dalam usaha mewujudkan pendidikan nasional dan seragam untuk Islam India. Progam dari lembaga ini ialah menyebarluaskan pendidikan Barat di kalangan Umat Islam, menyelidiki pendidkan agama yang diberikan di sekolah-sekolah Inggris yang didirikan oleh golongan Islam dan menunjang pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah swasta.[19]
                             Ahmad Khan sangat berjasa dalam bidang pendidikan dan pengajaran demi kemajuan uamt Islam India. Namun dalam masalah politik praktis, Ahmad Khan membatasi geraknya. Ia bahkan tidak mau terlibat dalam pertemuan-pertemuan politik atau menggabungkan diri dengan partai politik manapun. Bahkan ketika pada tahun 1835 terbentuk Partai Kongres Nasional India, Ahmad Khan lebih memilih untuk tidak terlibat didalamnya. Ia lebih memilih menjadi real politik loyalis, yaitu sikap loyal (Kepada Inggris) berdasarkan politik sepanjang kenyataan.[20]
d.      Sultan Muhammad Al-Fatih - Mehmed II
                        Sultan Muhammad Al-Fatih atau juga dikenal sebagai Sultan Mehmed II. Beliau dikenal sebagai tokoh yang penakluk kerajaan Byzantium atau Konstantinopel. Nama Muhammad Al-Fatih (الفاتح) yang berarti “Sang Penakluk” yang lahir pada tanggal 30 Maret 1432 dan wafat tanggal 3 Mei 1481. Ia merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu’ setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol). Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya.
                        Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq. Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya. Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.[21]

4.      Usaha-Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam

     Setelah warisan filsafat dan ilmu pengetahuaan islam diterima oleh bangsa Eropa dan umat Islam sudah tidak memperhatikannya lagi, maka secara berangsur-angsur telah membangkitkan kekuatan di Eropa dan menimbulakn kelemahan dikalangan umat Islam. Secara berangsur tetapi pasti, Kekuasan umat Islam ditunjukan oleh kekuasan bangsa Eropa, dan terjadilah penjajahan di mana-mana di seluruh wilayah yang pernah di kuasai oleh kekuasan Islam. Eksploitasi kekayaan dunia Islam oleh bangsa Eropa semakin memperlemah kedudukan kaum muslimin dalam segala segi kehidupannya.[22]

     Kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalan kaum muslimin dari bangsa-bangsa eropa dalam berbagai bidang , telah imbul dari abad ke 11 H./17 M. Dengan kekalahan-kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Utsmani dalam peperangan dengan Negara-negara Eropa. Kekalahan tersebut mendorong Raja-Raja dan pemuka-pemuka kerajaan untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rajasia keunggula lawan. Mereka mulai memperhatikan kemajuan yang dicapai oleh Eropa, terutama Perancis yang merupakan pusat kemajuan kebudayaan Eopa pada asa itu. Kemudian dikirim duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama dibidang militer dan kemajuan ilmu pengetahuan. Didatangkan pelatih-pelatih militer dari eropa dan didirikan sekolah tekhnik militer pada tahun 1734 M. Untuk pertama kalinya.[23]
     Dalam bidang pengembengan ilmu pengetahuaan ilmu modern dari barat, untuk pertama kali dalam dumia islam di buka suatu percetakan di istambul pada tahun 1727 M. dan juga di adakan percetakan Al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan agama yang lainnya juga. Pendudukan Mesir oleh Napoleon Bonaparte tahun 1798 M, merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan kelamahan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut bukan hanya menunjukan akan kelamahan umat Islam. Tetapi juga sekaligus menunjukan kebodohan mereka. Dalam ekspedisi itu Napoleon membawa sepasukan tentara dan para ilmuan dengan seperangkat peralatan ilmiah. Untuk mengadakan penelitian di Mesir.[24]
     Eksploitasi dan intervensi barat lama kalamaan menyadarkan akan keterbelakangan umat Islam. Mereka sadar kuatnya control barat terhadap mereka terhadap kemajan modern yang di miliki oleh barat. Inilah yang menyadarkan mereka dari keterbelakangan mereka dan kelemahannya. Sehingga timbul usaha pembaharuan dalam segala aspek kehidupan yang di pelopori oleh penguasa, kaum bangsawan, elit, dan intelegensia.
    
     Usaha-usaha pembaharuan pendidikan islam ini merupakan kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalan kaum muslimin dari bangsa-bangsa eropa dalam berbagai bidang. Sehingga mereka mulai memperhatikan kemajuan yang dicapai oleh Eropa sehingga timbul usaha pembaharuan dalam segala aspek kehidupan. Langkah pertama dengan mengirim duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama dibidang militer dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemudian didatangkan pelatih-pelatih militer dari eropa dan didirikan sekolah tekhnik militer, dibuka suatu percetakan di istambul dan juga di adakan percetakan Al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan agama yang lainnya.

5.      Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam

     Pembaruan pendidikan Islam banyak dilakukan oleh para tokoh Islam yang terdapat di berbagai wilayah. Terutama pola pembaruan bercorak modernis yang pernah dilakukan pada tiga wilayah kerajaan besar, yaitu kerajaan Turki Utsmani, Mesir dan India.[25]
a.    Wilayah Turki Utsmani (Muhammad Al-Fatih)
     Tokoh yang mencoba melakukan upaya pembaruan pendidikan di antaranya adalah Sultan Ahmad III. Adanya kekalahan-kekalahan yang dialami Turki Usmani menyebabkan Sultan Ahmad III sangat prihatin. Dia lalu melakukan introspeksi yang kemudian membuahkan sebuah pemikiran, yaitu jika umat Islam ingin maju, maka harus menghargai dan bersedia menjalin kerjasama untuk mengejar ketinggalan Islam dengan Barat. Sultan Ahmad III kemudian melakukan pengiriman duta-duta ke Eropa untuk mengamati keunggulan Barat. Dia mendirikan Sekolah Teknik Militer, percetakan buku di Istambul di tahun 1727 M dan mendirikan lembaga terjemah di tahun 1717 M. Upaya ini terus dilakukan sampai wafat. Sultan Mahmud II juga mencoba memperbaiki kondisi sistem pendidikan madrasah yang saat itu hanya mengajarkan ilmu pengetahuan agama dengan mencoba memasukkan ilmu pengetahuan umum. Namun karena sangat sulit dilakukan, maka dia mendirikan dua sekolah umum.[26]
     Sultan Mahmud II juga mencoba mendirikan model-model sekolah Barat, misalnya Sekolah Kedokteran atau Tilahane-I Amire dan Sekolah Teknik atau Muhendisane di tahun 1827 serta Sekolah Akademi Militer pada tahun 1834.[27] Sultan Mahmud II berprinsip bahwa upaya pembaruan tidak akan pernah terwujud jika fondasi dasar yang menjadi tujuan pembaruan, yaitu pola berpikir masyarakat belum berubah. Perubahan pola berpikir dilakukan dengan memperbaharui kondisi pendidikan Islam sendiri.[28]
     Pembaharuan di turki ini dimulai dengan melakukan pengiriman duta-duta ke Eropa untuk mengamati keunggulan Barat, dan kemudian menirunya. Sehingga didirikan model-model sekolah Barat, Sekolah Kedokteran , Sekolah Akademi Militerdan lain-lain. Selain itu dalam upaya memperbaiki kondisi sistem pendidikan madrasah yang saat itu hanya mengajarkan ilmu pengetahuan agama maka mencoba melakukan pembaharuan dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum di madrasah-madrasah tersebut. Seperti kedoteran, militer dan lain-lain.
b.   Wilayah Mesir (Muhammad Abduh)
     Tokoh yang melakukan upaya pembaharuan khususnya pendidikan adalah Muhammad Ali Pasya dan Muhammad Abduh. Muhammad Ali Pasya  melakukan pembaruan pendidikan Islam di Mesir salah satunya adalah Kebijakan dan gebrakan yang diambil Muhammad Ali Pasya lebih banyak mengadopsi tata cara dan model yang dilakukan Barat. Kecenderungan ini bisa dilihat dari model sistem pendidikan yang diterapkan di Mesir, guru-gurunya bahkan tenaga ahli untuk memajukan pendidikan pun lebih banyak diimpor dari negeri Barat.[29] Dia mendirikan kementerian pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan serta mengirim siswa-siswa untuk belajar ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria.[30]
       Muhammad Abduh juga ikut mencoba melakukan upaya pembaruan pendidikan di Universitas al-Azhar Kairo.15 Menurut pandangan Abduh, al-Azhar perlu dimasukkan ilmu-ilmu modern agar ulama-ulama Islam mengerti kebudayaan modern dan dengan demikian dapat mencari penyelesaian yang baik bagi persoalan yang timbul dalam jaman modern.[31]
     Tidak berbeda jauh dengan pembaharuan di turki yang  melakukan pengiriman duta-duta ke Eropa untuk mengamati keunggulan Barat. di mesir juga melakukan pembaharuan dengan mengirim duta-duta untuk mengamati kemajuan barat. hal ini terlihat jelas dari kebijakan Muhammad Ali Pasya yang banyak mengadopsi tata cara dan model yang dilakukan Barat, yang mendirikan kementerian pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan seperti barat.
c.    Wilayah India (Sayyid Ahmad Khan)
     Tokoh pembaruan pendidikan Islam di India adalah Sayyid Ahmad Khan (1817- 1898 M).[32] yang berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam di India dapat diwujudkan hanya dengan bekerjasama dengan Inggris (penjajah India). Menurut Khan, mutu pendidikan umat Islam harus ditingkatkan dengan menerapkan sistem modern yang cukup. Selanjutnya Khan juga mendirikan lembaga pendidikan modern. Pertama kali didirikan Sekolah Inggris Murādabab tahun 1860 kemudian mendirikan Scientific Society dan Sekolah Modern di Ghazipurth tahun 1864 serta membentuk Komite Pendidikan di beberapa daerah di India Utara sekitar tahun 1868. Selanjutnya untuk menghindari kesenjangan antara lembaga pendidikan agama (madrasah) dan sekolah-sekolah sekuler, Khan mendirikan lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu umum dan ilmu-ilmu agama, yaitu Muhammedan Anglo Oriental College atau MAOC pada tahun 1878.[33]
     Sayyid Ahmad Khan  melakukan pembaharuan dengan menerapkan sistem modern yang cukup. Khan juga mendirikan lembaga pendidikan modern serta membentuk Komite Pendidikan di beberapa daerah di India Utara. Inilah pembaharuan yang dilakukan Sayyid Ahmad Khan di India.


C.    Simpulan

            Kemunduran pendidikan Islam secara meyeluruh baik di dunia Islam bagian Timur yang berpusat di Baghdad dan dunia Islam bagian Barat yang berpusat di Cordova adalah disebabkan oleh hancurnya kekuasaan pemerintah Islam yang meliputi sosial, politik, dan keagamaan. Kemerosotan intelektual ini ditandai dengan bergesernya tradisi Islam yang dulunya bersifat mementingkan akal pemikiran yang dapat menimbulkan pola pendidikan empiris rasional, serta memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material ke tradisi tradisional yang bersifat fatalistik dan bertaklid buta.
            Usaha-usaha pembaharuan pendidikan islam dimulai dengan menterjemah karya-karya Arab ke bahasa latin. dikirim duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama dibidang militer dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemudian didatangkan pelatih-pelatih militer dari eropa dan didirikan sekolah tekhnik militer, dibuka suatu percetakan di istambul dan juga di adakan percetakan Al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan agama yang lainnya.



D.    Daftar Pustaka

Asrahah, Hanun. 1999.  Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos
Asmuni, Yusran 1998. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan      dalam Dunia Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Dasoeki, Hafidz. 1993.  Ensiklopedi Islam, Jilid I, Jakarta: Ichtiar Baru Van           Hoeve
Kurniawan, Syamsul dan Mahrus, Erwin. 2011.  Jejak Pemikiran Tokoh     Pendidikan Islam, Jakarta: Ar-Ruzz Media
Nasution, Harun. 1987.  Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu'tazilah         Jakarta: UI Press
Nasir, Sahilun A. 2012.  Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan     Perkembangannya, Jakarta: Rajawali Pers
Nasution, Harun. 1982.  Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Nizar, Samsul. 2009. Sejarah Pendidikan Islam., (Jakarta: Kencana Prenada           Media Group
Suwito. 2005.  Sejarah Sosial Pendidikan Islam,  Jakarta: Prenada Media
Saefudin, Didin. 2003. Pemikiran Modern dan Postmodern Islam, Jakarta: PT        Grasindo
Wibisono, Fatah. 2009. Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, Jakarta: Rabbani Press
Zuhairini dkk. 2013. Sejarah Pendidikan Islam,  Jakarta : Bumi Aksara


                [1]Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam,  (Jakarta : Bumi Aksara, 2013), hlm. 110
                [2]Ibid., hlm. 116
                [3]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 183
                [4]Ibid., hlm. 184-189
                [5]Ibid.,
            [6]Zuhairini dkk., Op. Cit., hlm. 110
                [7]Ibid.,
                [8]Ibid.,
                [9]Samsul Nizar, Op. Cit., hlm. 191
                [10]Samsul Nizar, Op. Cit., hlm. 191-192
                [12]Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu'tazilah,  (Jakarta: UI Press, 1987), hlm. 11
                [13]Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 115-116 
                [14]Didin Saefudin, Pemikiran Modern dan Postmodern Islam, (Jakarta: PT Grasindo, 2003), hlm. 20
                [15]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 305
                [16]Fatah Wibisono, Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2009), hlm. 114
                [17]Ibid., hlm. 115
                [18]Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 40
                [19]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan), (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), hlm. 162-163
                [20]Fattah Wibisono, Op. Cit., hlm. 116-117
                [21]http://www.biografiku.com/2009/12/biografi-sultan-muhammad-al-fatih.html?m=1 diakses pada tanggal 30/04/2016 pukul 16:25
                [22]Zuhairini dkk., Op. Cit., hlm. 116
                [23]Ibid.,
                [24]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 12
                [25]Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,  (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 169
                [26]Ibid., hlm. 169-170
                [27]Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Logos, 1999), hlm. 125
                [28]Suwito, Op. Cit., hlm. 171
                [29]Hanun Asrahah, Op. Cit., hlm. 133
                [30]Suwito, Op. Cit., hlm. 172
                [31]Hafidz Dasoeki, Ensiklopedi Islam, Jilid I (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993),  hlm. 118
                [32]Ibid., hlm. 5
                [33]Suwito, Op. Cit., hlm. 176

Tidak ada komentar:

Posting Komentar