Kamis, 21 Juli 2016

Kel. 9 Sejarawan Abad 3-5 H



MAKALAH
Sejarawan Abad 3-5 H.



Disusun Sebagai Tugas Kelompok
Mata Kuliah Historiografi Islam


Dosen Pengampu: Nyayu Soraya, M.Hum





Disusun Oleh Kelompok 9:

Bagus Pamungkas (1532100092)
Adi Kurniawan (1532100075)
Desi Ratnasari (1532100099)

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI  PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2016/2017
Sejarawan Abad 3-5 H.

A.    Pendahuluan

            Pada masa sekarang ini dalam dunia sejarah islam, adalah  masa dimana sejarah islam dapat kita pelajari dengan mudahnya, referensi dalam bentuk buku maupun dalam bentuk artikel sangat mudah kita dapatkan. Semua ini tidak lepas dari jasa para sejarawan muslim yang menghafal, menulis sampai membukukan kejadian-kejadian dan peristiwa yang terjadi di sekitar mereka, dari masa klasik sampai pada masa dimana sejarah islam pada masa puncaknya di abad pertengahan, yaitu masa kekhalifahan dinasti abassiyah.
            Para sejarawan muslim mempunyai metode ataupun cara yang bereda-beda dalam menulis sejarah islam. Hal ini membuat beragamnya teori-teori sejarah yang mereka hasilkan. Seperti al-mas’udi yang dalam penulisan sejarahnya menggunakan metode tematik, sehingga sejarah yang dihasilkannya berurutan berdasarkan tahun kejadian. Berbeda dengan penulisan sejarah yang tidak menggunakan metode tamatik, maka sejarah yang dihasilkannyapun tidak berurutan berdasarkan tahun-tahun kejadian.
            Dalam makalah ini akan dibahas sejarawan muslim pada abad 3-5 H. Meliputi riwayat hidup dan karya-karyanya, serta latarbelakang kehidupan dari para sejarawan tersebut.


B.     Pembahasan

1.      Al-Baladzuri

     Namanya adalah Yahya bin jabir Al-Baladzuri, Al-Baladzuri hidup pada abad ke-3 H/9 M. Ia berasal dari keturunan Persia di man nenek moyangnya termasuk salah seorang sekretaris Ibnu-I –Khasib di Mesir. Al-Baladzuri lahir di Baghdad, ibukota Dinasti Abbasiyah, lalu menimba ilmu pengetahuan di Irak, Damaskus dan Humash (kota di Syiriah-penej). Ia sahabat dekat Khalifah Al-Mutawakkil ‘Alallah Al-Abbasi, Khalifah Al-Muta’in Billah, dan sempat mendidik Khalifah Al-Mu’taz wafat pada tahun 279 H/892 M setelah terserang radang otak akibat memakan buah baladzur sehingga di juluki Al-Baladzuri.ia adalah sejarawan persian yang hidup di baghdad sezaman dengan ibnu sa’ad.[1]
     Penulis futuh Al-Buldan yang di beri pengantar dan diedit De. Geoje (Brill, Leiden: 1866 M) sekitar 536 halaman, termasuk lembar judul tambahan berbahasa Latin Liber Expugnationem Regionem. Karya ini telah di cetak beberapa kali di Mesir, Suriah, dan Irak. Karya Al-Baladzuri yang masih dapat ditemukan hanya dua buah. Masing-masing adalah Kitab Ansab Al-Asyraf  yang berisi genealogi Al-Asyraf  (para punguasa keturunan Nabi SAW). sesuai kedekatan mereka dengan Nabi SAW. dan Futuh Al-buldan. Sebenarnya, karya terakhir ini hanya berupa ringkasan dari sebuah karya komprehensif dalam tema serupa. Sitematikannya dimulai dari paparan peperangan nabi SAW. dengan kaum yahudi dan peperangan beliau melawan penduduk mekkahsertaThalif. Dilanjutkan dengan sejarah gerakan kemutadan di masa Abu Bakar, penaklukan Syam, Irak, mesir, Armenia, Maroko, serta wilayah persia. Uraian tersebut diselingi observasi yang sangat penting mengenai sejarah peradaban dan kondisi sosial seperti tentang tugas-tugas lembaga pemerintah, dokumen-dokumen peperana dengan Byzantium, masalah-masalah perpajakan, penggunaan stempel, mata uang, dan sejarah perkembanan tulisan Arab. Karya ini di anggap sebagai sumber paling penting ihwal sejarah penaklukan-penaklukan Islam.[2]
     Al-Baladzuri di akui oleh banyak pihak sebagai figur yang berintegritas dan kritis. Ia belum puas jika sekedar mendengar riwayat-riwayat sekali pun dari ulama paling otoritatif di Baghdad. Untuk itu ia sengaja melakukan berbagai pejalanan untuk meneliti fakta. Selain itu, ia dikenal cermat dan kritis dalam mengklarifikasi riwayat-riwayat yang dihimpunnya.

2.      Sawirus Bin Al Muqaffa Al Anthaki

     Sawarus bin Al muqaffa, penulis siyar Al-Aba Al-Bathariakah atau sejarah kehidupan para pendeta geraja kristen mesir yang telah dipublikasiakan oleh Eventts paris (1907, 1910, 1915 M) pada kompilasi patralogia orienta Aus I-V-X. Sawirus adalah seorang uskup bagi penduduk Asymuniyin, wilayah antara kota Al-mian dan Asyuth Mesir di masa Khalifah Dinasti Fatimiyah Al-Mu’iz Lidinillah (abad ke-10 M).ia menekuni dunia tulis menulis karena menguasai bahasa Arab dengan baik. Karya-karyanya mengenai teologi kristen Ortodoks terbilang cukup banyak dan salah satunya Al-Aba Al-Bathariakah. Karya tersebut di susun berdasarkan data-data yang diambil dari berbagai peninggalan dan dokumen berbahasa Qibthi, Yunani, hingga Arab. Dalam hal ini, ia meminta bantuan para uskup yang menguasai bahasa  Qibthi dan yunani untuk memahami sumber-sumber tersebut. Karya ini diselesaikan para penulis dan uskup penulisnya. Eventts mempublikasikan karya sawirus berikut terjemahannya dalam bahasa inggris ditambah berbagai catatan kaki dan komentar. [3]
     Jelasnya, karya ini berisi biografi para pemuka kristen di Mesir semenjak kemunculan agama kristen sampai masa khalifah Al-amir biahkmillah tahun 496 H. Fakta-fakta sejarah pada karya ini masih bercampur dengan kisah-kisah; mistik-mistik; dan mukjizat-mikjizat. Urgensi historis karya ini karena merekam fakta-fakta mengrenai para penguasa dan penjabat muslim yan berkuasa di mesir hingga era Dinasti Fathimiyyah. Kemudian relasi para pemuka kristen dengan mereka, penganut Kristen di Nubah, Habasyah, Afrika Utara, dan Syam. Sawirus juga mencatat relasi kaum muslim dan kristen di mesir, reformasi di gereja-geraja di Mesir, masalah toleransi beragama, sistem-sistem keuangan dan perekonomian, sistem sosial dan hukum  masyarakat kristen Qibthi, konvers warga kristen ke islam, serta peristiwa-peristiwa keagamaan di masa khalifah Al-Mu’iz Lidinillah Al-fathimi.
     Sawirus juga merekam sejarah kota Iskandariah dan peran strateginya dalam masa perdagangan itu. Secara spesifik karya ini sangat penting karena merekam sikap masyarakat kristen mesir terhadap perang salib yang mereka anggap sebagai invansi terhadap dunia timur. Komunitas dokumentasi Qibthi telah mempublikasikan bagian dari karya sawirus yang belum di terbitkan oleh Eventts. Karena itu muncul juz I dari jilid kedua (1943 M), juz II (1948 M), dan juz III (1959 M). Kemudian dipublikasikan pula terjemahan inggris dari setiap juz.

3.      Al-Ya’kubi

     Dalam biografi ini kita akan mengkaji sebuah simpanan dari khazanah tradisi kita, yaitu buku Al-buldan, karya monumental pengembara Arab kenamaan Al-Ya’kubi. Sekali lagi Al-Buldan dan bukan Mu’jam Al-Buldan karya Yakut Al-Hamwi. kita akan berusaha semaksimal mungkin menelusuri perjalan karya ini dan menggali segi-segi kepribadian berikut pemikiran penulisnya. Tokoh kita ini adalah Al-ya’kubi sekaligus karya par-excel-lent-nya Al-buldan, salah satu mutiara dari khazanah tradisi tersebut. Ya, dialah Al-ya’kubi atau lengkapnya Ahmad bin Wadhih Al-ya’kubi, yang menurut pendapat mayoritas ulama wafat tahun 284 H. Namun karya di atas telah dipublikasikan tanpa melalui penyutingan secara ilmiah dan seksama sesuai metodologi ilmiah penyutingan sebuah naskah.[4]
     Naskah ini pernah dipublikasikan dua kali. Pertama, di Leiden (1861 M) di bawah supervisi orentialis jubnol dan edisi yang sama diterbitkan kembali oleh orieantalis De Goeje di sejumlah perpustakaan geografi sebanyak 8 jilid. Kedua, di Heyderabad dan sempat di cetak ulang sebanyak tiga kali. Namun naskah yang kita dapatkan adalah edisi ketiga yang berkualitas rendah terbitan tahun 1377 H/1957 M.
     Kembali lagi, penulis kita kali ini ialah Ahmad bin Abi Ya’kub Ishak bin Ja’far binWahab bin Wadhih. Seorang penulis asal Ish-fahan, sejarawan, dan muhaddits. Konon, Al-Ya’kubi adalah sahaya Bani Abbas sekaligus peneliti masalah geografi, kesejarahan, dan sejarah-sejarah negara. Ia telah melakukan riset selama perjalanan nya ke berbagai belahan dunia. Ia pernah ke persia (Iran) dan menetap cuup lama di wilayah asia dan lautan kecil,balkan,  Qazwain pada tahun 260 H. Kemudian mengunjungi semenanjung India (Afrika Selatan), Semenanjung Arab dari Syam, Palestina, Al-khalil, Al-Quds, Yordania, Suriah, dan Libanon. Selanjutnya ke wilayah Libia, Aljazair, Maroko, dan Tunisia melalui Mesir. Ia membenamamkan diri dalam penelitian geografi sehingga selalu mewawancarai para penduduk suatu daerah mengenai mereka sendiri, daerah itu, adat-istiadat, tradisi, tokoh-tokoh, agama-agama, makanan, minuman, pemerintahan, dan jarak antara wilayah mereka dengan wilayah sekitarnya. Setelah meyakini validitasi data-data itu maka ia segera mencatatnya.
     Al-Ya’kubi juga mencatat sejarah penaklukkan berbagai wilayah (Islam atau non-Islam), cara-cara penaklukan, para khalifah, penguasa, ulama, dan panglima perang yang membuka atau menaklukkannya. Ia juga membicarakan soal sumber daya ekonomi, income, dan alokasinya. Data besar maupun kecil tetap dicatat dalam Al-buldan.
     Berdasarkan fakta di atas, kita yakin bahwa karya Al-Ya’kubi merupakan sumber data georafis paling awal serta paling otoritatif karena isinya berasal dari kerja keras dan pencapaian yang melampaui masanya. Karaya ini memuat concern dan rehabilitas ilmiahyang sangat diperhatikan oleh masyarakat modern. Ia sarat analisis, ketelitian, dan integrasi yang menunjukkan kesungguhan dan perhatian penulisnya terhadap ilmu pengetahuan.
     Popularitas Al-Ya’kubi memuncak pada abad ke 3 H karena ia masih hidup hingga tahun 292 H. Kebiasaan Al-Ya’kubi berkontemplasi dari realitas saat ini menuju realitas masa lalu mengigat kita pada gaya Al-Falasy  Bek, tokoh sastra Arab kontemporer. Hal ini membawanya ke dunia imajinasi sehingga saat tidur malam ia sepert mendengar sura yang menyatakan: “segala kekusaan, kekayaan, dan perhiasan Bani Thulun kini telah sirna dan menjadi masa lalu”. Al-ya’kubi mempuitisikan Bani Thulum dan kerajaan mereka yang berumur panjang. Kepiawaian dan keindahan kata-katanya dalam melukiskan Bani Thulum berikut kebesaran kerajaan; istana; dan taman-taman mereka membukyikan bahwa ia adalah penyair bercitra rasa seni tinggi. Sengaja kami singgung Al-Ya’kubi sebagai sosok seorang penyair agar mereka yang berminat dapat menghimpun syair-syair yang tersebar dalam berbagai karyanya dan sumber-smber lainnya. Dengan demikian, kami tidak hanya menyodorkan sosok Al-Ya’kubi sebagai ilmuwan, sejarawan, dan pakar geografi, tetapi juga sastrawan. Berdasarkan bait-bait syair di atas, Al-Ya’kubi dapat dianngap sebagai sastrawan istana sebagaimana Ibn ‘Abdun yang menjadi sastrawan Bani Al-Afthas di spanyol.[5]
     Mengenai karya-karya Al-Ya’kubi, Yakut Al-Hamwi menyebutkan dalam Mu’jam Al-Buldan bahwa di antara karyanya yang paling penting ialah Tarikh Al-Kabir yang berjumlah dua jilid (juz). Jilid pertama mengenai sejarah kuno sebagaimana biasanya sejak masa nabi adam dan seterusnya hingga kehadiran islam.bagian ini juga mencakup sejarah Bani Israil, Bangsa Syirian, hindu, Yunani, Romawi, Persia, Babilonia, Mesir, Yaman, Ghassan, dan Lakhhmid di sekitar jazirah Arab. Tarikh Al-Kabir memiliki beberapa kelebihan di bandingkan dengan karya-karya sejarah sejenis yang pernah ada. Di antara kelebihan itu adalah :

a.       Karya sejarah komprehensif yang paling awal.

b.      Uraiannya netral dan lepas dari tendisi-tendisi tertentu.

c.       Berisi masalah-masalah faktual.

d.      Berimbang dalam menilai para sejawan lain meskipun terdapat perbedaan pendapat dengan mereka.

e.       Gaya bahasanya memikat sehingga pembaca seolah-olah melihat langsung peristiwa yang diungkapkan.

f.       Urainnya logis,sistematis, dan rapi.

g.      Hampir tidak ditemukan kekeliruan gramatika atau kebahasaan sama sekali.


     Karya kedua Al-Ya’kubi Al-Buldan adalah buku geografi yang metodologinya telah dibicarakan di atas. Berikutnya ialah risalah kecil berjudul Akhbar Al-Umam As-Salifah dan risalah kecil lainnya berjudul Musykilah An-Nas Lizamanihim yang dapat dikatakan sebagai refleksi dan komentar singkat penulisnya tentang manusia dan kehidupan. Demikian empat karya yang disebutkan Yakut Al-Hamwi.

4.      Al-Kindi

     Yang pasti, nama Al-Kindi ini bukanlah nama seorang filsuf kenamaan. Nama sebenarnya adalah Abu Umar Muhamad bin Yusuf Al-Kindi Al-Mishri, penulis Kitab Al-Wulat wa Al-Qudhat, yang telah disunting oleh R. Guest dan dipublikasikan di beirut (1908M).  Al-Kindi adalah seorang sejarawan Muslim Mesir. Lahir tahun 283H/897 M. di Mesir dari klan kindah yang bermigrasi kemesir pada masa penaklukan Amru bin ‘Ash. Ia menetap di fusthat hingga akhir hayatnya ditahu 350 H/961 M. Meskipun banyak menggeluti bidang hadis, tetapi ia memiliki minat yang besar terhadap sejarah Mesir dan berbagai peninggalannya.[6]
     Diantara karyanya  paling populer ialah mengenai sejarah para penguasa dan qadhi di Mesir. Bagian awal Kitab Al-wulat Al-Qudhat  mencatat biografi para penguasa Mesir dan panglima perang. Catatan ini diselingi dengan uraian mengenai kondisi domestik maupun internasional Mesir. Ia menulis sejarah Mesir hingga wafatnya  Al-Ikhsyid tahun 335 H/946 M. Al-Kindi menambahi catatan biografi para penguasa dengan catatan qodhi Mesir sampai kepimpinan qodhi Bakar tahun 246 H/861 M. Ahmad bin Abdurrahman bin Barad menambahi catatan karya ini hingga sejarah tahun 366 H/977 M. Lalu dilanjutkan oleh penulis anonim hingga catatan tahun 347-424 H/959-1033 M.
     Ditilik dari sejarah peradilan, karya ini terbilang sangat penting karena memcatat berbagai keputusan penting yang ditetapkan para qadhi. Pada tahun 1908 M.  R. Gottheil mempublikasikan karya ini dibawah judul The History of Egypetian Qadhis. Selain memerbikan Al-Kindi, publkasi R. Gottheil juga mencantumkan suplemen yang diambil dari karya Ibn Hajar Al- Asqalani Raf’u’ Al-Ishr’an Qudhat Al-Mishr.

5.      Miskawaih

       Ia adalah Ali Ahmad bin Muhamad Miskawaih, Ia lahir pada tahun 320 H/932 M di Rayy dan meninggal di Istafhan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/16 Februari 1030 M, Ibnu Miskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah (320-450 H/932-1062 M) yang besar pemukanya bermazhab Syi’ah.[7] Penulis Tajarub Al-Umam wa Ta’Aqub Al-Himam, yang dipublikasikan sebanyak tiga juz di Kairo (1915-1916 M). Juz terakhir karya ini tampaknya suplemen dari tajarup Al-Umam karya Abu Syuja’ ditambah tulisan Hilal As-Shani mengenai sejerah islam hingga tahun 393 H. Nenek moyang miskawaih adalah penganut agama masuji sebelum memeluk islam. Perjalanan hidupnya kurang banyak diketahui. Informasi yang tersedia hanya menyebutkan  ia adalah penjaga buku-buku koleksi wazir Al-Muhallabi. Kemudian bekerja Ad-Daulah dan Shamsham Ad-Daulah dari dinasti buwaih. Karirnya semakin cemerlang saat menjadi  pejabat di  kota Ray. Miskawaih dikenal berintegrasi dan lugas dalam mengungkapkan pikiran-pikiranya. Sejak muda ia telah mendalami ilmu filsafat, kedokteran, dan al-kimia.[8]
     Karya monumentalnya dibidang sejarah, Tajarup Al-Umam, mengupas masa dinasti Abbasiyyah sejak tahun 295 H termasuk kondisi sosial politik, konflik-konflik, dan konflik Abbasiyyah dengan wilayah-wilayah sekitarnya seperti Bysantium. Selain itu, juga mengupas sejarah Dinasti Buwaihi dan dinilai sebagai sumber orisional mengenai sejarah islam dimasa kritis tersebut terutama yang berkaitan dengan sejarah sistem administrasi, moneter, dan kemiliteran. Miskawaih wafat tahun 421 H/1030 M. Karya miskawaih ini telah diterjemahkan kebahasa inggris oleh Margholioth dan Amedroz dengan judul The Eclipse of the Abbasid Caliphate dan dipublikasikan pertama kali di london (1920-1921 M).[9]

6.      Al-Shabi                    

     Ia adalah Abu-I-Hasan Al-Hilal bin Ibrahim Al-Ibrahim Al-Shabi, penulis tuhfah Al-Umara fi Tarikh Al-Wuzara dan Ma Tabqa min Kitabah fi At-Tarikh yang disunting oleh H.F. Amedroz dan diterbitkan dibeirut (1904 M). Ia lahir tahun 359 H. Pada mulanya menganut agama shabi’an, lalu seperti keluarganya yang lainya ia memeluuk islam tahun 399 H. Ibunya adalah saudara perempuan sejarawan sekaligus dokter, Tsabit bin Sinan bin Qurrah. Al-Shabi pernah menjadi sekertaris di istana Abi Ghalib Muhamad biin Khalaf dan wafat tahun 448 H/1056 M.[10]
     Selain yang dipublikasikan Amedroz, ia tidak memiliki karya lain. Bahkan karya itu juga  hanya berupa suplemen terhadap karya pamannya, Tsabit bin Sinah yang mencatat pristiwa-pristiwa antara tahun 360-447 H. Amedroz sendiri hanya mempubliikasikan catatan pristiwa antara tahun 389-393 H. Bagian  yang diterbitkan iini sangat penting karena berasal dari data-data yang diduga telah hilang. Meskipun karya tersebut banyak membahas pristiiwa-pristiwa yang terjadi di Bagdad, tapi paparannya tidak lepas dari tugasnya sebagai sekertaris lembaga korespondensi karena mecamtumkan arsip-arsip otentik dan catatan-catatan dokumenter. Semua data tersebut semaksimal mungkin ia sajikan secara sistematis lewat ungkapan bahasa Arab yang lugas dan rapi.
     Adapun mengenai Tuhfah Al-Umara fi Tarikh Al-Wuzara, sejauh pengakuan penulisnya pada bab pendahuluan, tidak lebih dari suplemen terhadap tema serupa yang telah ditulis Al-Jahasyiari (w.331 H) dan Al-Shuli (w. 335 H/916 M). Bagian yang dipublikasikan membahas para tokoh dan pristiwa-pristiwa di masa Wazir penggantinya, Ibn Khaqan dan Ali bin Dawud. Pada bagian pendahuluan disebutkan bahwa maksud buku tersebut ialah mencatat informasi-informasi kementrian dalam uraian yang utuh. Pada tahun 1958 buku ini diterbitkan ulang dan disunting oleh (alm) prof. AbdSattar Faraj.

7.      Atsa’alabi

     Berdasarkan riwayat Ibn Bisama, Ibnu Khalikan mengatakan bahwa Al-Tsa’labi “semasa hidupnya adalah penjaga puncak-puncak ilmu pengetahuan, penyair ulung, penulis terkemuka, pemimpin para perang, populer, dan pujaan setiap orang. Akan tetapi sayangnya ia kurang diperhatikan oleh para sejarawan mengenai Arab-Isalm dan penulisan biografi.
     Nama sebenarnya adalah Abu Mansur Abdul Malik bin Muhammad bin Ismail Al-Naisaburi Al-Tsa’alabi. Lahir sekitar tahun 350 H. Dan wafat sekitar 430 H. Nama Al-Tsa’alabi diambil dari kata Al-Tsa’alib (pelanduk) karena ia alergi terhadap bulu binatang itu. Konon, nama ini juga diambil karena ia saudagar kulit binatang berbulu. Al-Tsa’labi laksana purnama kalangan sastrawan dan bintang mereka yang cemerlang. Ia sangat concern terhadap perkembangan sastra dan kesenian di masa hidupnya, menelaah berbagai karya kebudayaan lain yang teah diterjemahkan ke dalam bahasa arab, menguasai seluruh isi karya yang teah dituinya, dan menghafal ungkapan-ungkapan syair pilihan yang dikutup oleh para periwayat. Tokoh ini menguasai aneka pemikiran dan para tokohnya dan menhghafal ekspresi para penyair di baghdad, naisabur, damaskus, halaba, kairo, qayrawan, qordoba, dan sevilla.bahkan ia tidak pernah melewatkan satu bukupun tanpa membaca dan mencatat daam karyakaryanya. Dari karya-karyanya juga diperoleh data bahwa ia dekat dengan para penguasa, dihorati dan diberiperlindungan oleh mereka.[11]
     Sebagai seorang penyair, A-Tsa’labi adalah penyair ulung, imajinatif, kreatif mengoah kata-kata, dan piawai mengungkap makna. Semasa hidupnya Atsa’abi meahirkan sekitar 80 karyadibidang sastra, bahasa dan sejarah.karya-karya itu menata aneka ilmu pengetahuan dan menggambarkan sosok para tokoh, penyair, dan penulis masa itu.

8.      Yahya bin Said Al-Antaki

     Dialah penulis Dzail A-Tarikh yang terbit di beirut (1909 M.) di termasuk kerabat dekat Sain bin Al-Bithriq yang lahir di antiokia tahun 403 H./1012 M. Di kota inilah ia mempelajari berbagai karya penting. Uraian karya ibn said ini dimulai dari peristiwa hijrah Nabi SAW. hingga tahun 425 H. Karya ini memaparkan berbagai peristiwa politik, militer dan diplomatik Dinasti Bizantyum; Dinasti Abbasiyah; Dinasti Fatimiyah; dan hubungan antara pendeta di iskandariyah, antiokia, dan konstantinopel. Termasuk mengenai infasi Bizantyum ke bulgaria dan berbagai konflik internalnya. Urgensi buku ini terletak pada keseriusan penulisannyadalam menggambarkan kondisi sosial dan reasi antara elemen yang beraneka ragam dalam wilayah yang dikajinya.[12]
     Di samping itu penulis juga beupaya menyajikan teks-teks keputusan komunitas-komunitaskeagamaan, berbagai perjanjian dan gencatan senjata antara berbagai negeri, dan gambaran kondisi perekonomian terutama saat terjadi krisis ekonomi menyusul surutnya debit air sungai Nil serat korupsi para penguasa. Al-Antaakhi juga menyajikan peristiwa-peristiwa yang terjdai akibat perluasan wilayah perbatasan Byzantyum di masa kekuasaan keluarga macedonia.
     Karena karya ini terbilang sangat penting, setiap sejarawan yang mengaji sejarah Byzantium menganggapnya sebagai sumber primer terutama bagi mereka yang ingin mencocokan data-data yang dimuat buku ini dengan data-data dengan karya-karya sejarawan Byzantium. Kelebihan ini diketahui dengan pengetahuan penulisnya mengenai model relasi antara para penguasa, raja-raja, dan kaisar di Timur dan Barat masa itu.



C.    Penutup

            Yahya bin jabir Al-Baladzuri, hidup pada abad ke-3 H/9 M. wafat tahun 279 H/892 M. Karyanya adalah Futuh Al-buldan.selanjutnya adalah Sawarus bin Al muqaffa. mengenai riwayat hidupnya, tidak banyak diketahui. Ia hidup di masa Khalifah Dinasti Fatimiyah Al-Mu’iz Lidinillah (abad ke-10 M). salah satu karyanya Al-Aba Al-Bathariakah. Kemudian Ahmad bin Wadhih Al-ya’kubi, menurut pendapat mayoritas ulama wafat tahun 284 H. karya monumental pengembara Arab ini adalah buku Al-buldan.
            Abu Umar Muhamad bin Yusuf Al-Kindi Al-Mishri, Lahir tahun 283H/897 M. wafat tahun 350 H/961 M. Ia adalah penulis Kitab Al-Wulat wa Al-Qudhat.  Selanjutnya adalah Ali Ahmad bin Muhamad Miskawaih lahir tahun 320 H/932 M di Rayy dan meninggal tahun 412 H/1030 M. Ia hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah. Karya monumentalnya dibidang sejarah, Tajarup Al-Umam.
            Abu-I-Hasan Al-Hilal bin Ibrahim Al-Ibrahim Al-Shabi. lahir tahun 359 H. dan wafat tahun 448 H/1056 M. Karyanaya yang fenomenal adalah tuhfah Al-Umara fi Tarikh Al-Wuzara dan Ma Tabqa min Kitabah fi At-Tarikh. Kemudian Abu Mansur Abdul Malik bin Muhammad bin Ismail Al-Naisaburi Al-Tsa’alabi. Lahir sekitar tahun 350 H. Dan wafat sekitar 430 H. Tang terakhir adalah Yahya bin Said Al-Antaki  lahir tahun 403 H./1012 M. Dia adalah penulis Dzail A-Tarikh.



DAFTAR PUSTAKA


Abdullah Ghani, Yusri Abdullah. 2004.  Historiografi  Islam, Jakarta: PT    RajaGrafindo Persada
Biografi-dan-karya-ibnu-miskawaih.pdf
Jafri. 1995.  dari saqifah sampai imamah: awal dan sejarah perkembangan islam   syi’ah, Bandung: Pustaka Hidayah



                [1]Jafri, dari saqifah sampai imamah: awal dan sejarah perkembangan islam syi’ah. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995)
                [2]Yusri Abdullah Ghani Abdullah, Historiografi  Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004),  hlm. 49-50
                [3]Ibid., hlm. 76-77
                [4]Ibid., hlm. 168-169
                [5] Ibid., hlm. 170-171
                [6] Ibid., hlm. 141
                [7]Biografi-dan-karya-ibnu-miskawaih.pdf diakses 06/05/2016 pukul 13:24
                [8]Yusri, Op. Cit., hlm. 154
                [9] Yusri, Op. Cit., hlm. 155
                [10]Yusri, Op. Cit., hlm. 163
                [11] Yusri, Op. Cit., hlm. 51-53
                [12] Yusri, Op. Cit., hlm. 166

Tidak ada komentar:

Posting Komentar