Kamis, 21 Juli 2016

Kel. 3 Jiqsaw, Problem Based



JIGSAW (MODEL TIM AHLI), PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI) PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH DAN ARTIKULASI



DOSEN PENGAMPU: NURLAILA
MATA KULIAH: ILMU PENDIDIKAN ISLAM
DISUSUN OLEH KELOMPOK: 3

AGUSRIANTO (1532100076)
DEWI PUTRI ANDESTA (1532100093)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
FAKULTAS TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2015-2016


A.       Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw (Model Tim Ahli)
Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s, (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and SNAPP, 1978). Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga baik kemampuan secara kognitif maupun social siswa sangat diperlukan. Model pembelajaran Jigsaw ini diladasi oleh teori belajar humanistic, karena teori belajar humanistic menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya.
Teknik mengajar Jigsaw sebagain metode pembelajaran kooperatif bisa digunakan dalam pengakaran membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara sehingga dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperi ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/ tingkatan. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan.Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.
B.       Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran tipe jigsaw adalah sebagai berikut:
1.        Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
2.        Tiap orang dalam kelompok diberi sub topik yang berbeda.
3.        Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli.
4.        Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok.
5.        Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut.
6.        Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
7.        Tiap kelompok memperesentasikan hasil diskusi.
8.        Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan.
9.        Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik.
C.       Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw
Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1.        Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
2.        Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
3.        Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
4.        Beberapa hal yang bisa menjadi kelemahan aplikasi model ini di lapangan, menurut Roy Killen, 1996, adalah :
5.        Prinsip utama pembelajaran ini adalah ‘peer teaching’, pembelajran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami konsep yang akan diskusikan bersama siswa lain.
6.        Apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi menyampaikan materi pada teman.
7.        Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh guru dan biasanya butuh waktu yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
8.        Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
9.        Aplikasi metode ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit.
D.       Adapun kekurangan yang bisa ditemukan didalam pembelajaran tipe jigsaw adalah sebagai berikut:
1.        Siswa yang tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi maka akan sulit dalam menyampaikan materi pada teman.
2.        Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
3.        Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli.
4.        Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.
5.        Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.
6.        Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.
7.        Keadaan kondisi kelas yang ramai, sehingga membuat siswa kurang bisa berkonsentrasi dalam menyampaikan pembelajaran yang dikuasainya.
8.        Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal jika ada anggota yang hanya membonceng dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi.
9.        Jika tidak didukung dengan kondisi kelas yang mumpuni (luas) metode sulit dijalankan mengingat siswa harus beberapa kali berpindah dan berganti kelompok.
10.    Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila penataan ruang belum terkondiki dengan baik, sehingga perlu waktu merubah posisi yang dapat juga menimbulkan gaduh serta butuh waktu dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
A.      Model pembelajaran Problem Based Introduction (PBI) Pembelajaran Berdasarkan Masalah.
Istilah Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Intruction (PBI). Menurut John Dewey (dalam Sujana 2001: 19) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.
Bern dan Erickson (2001:5) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.
Strategi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan dari filsafat konstruksionisme, yang menyatakan bahwa kebenaran merupakan konstruksi pengetahuan secara otonom. Artinya, peserta didik akan menyususn pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari seluruh pengetahuan yang telah dimiliki dan dari semua pengetahuan baru yang diperoleh (Harmuni,2009:150). Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran berpusat pada masalah tidak sekedar transfer of knowledge dari guru kepada peserta didik, melainkan kolaborasi antara guru dan peserta didik, maupun peserta didik dengan peserta didik yang lain untuk memecahkan masalah yang dibahas. Dengan demikian, strategi pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah secara terbuka. Hal ini berbeda dengan strategi pembelajaran inkuiri.
B.       Adapun langkah-langkah pembelajaran problem based introduction (PBI) adalah sebagai berikut :
  1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan.
  2. Guru memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang telah dipilih.
  3. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
  4. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis dan pemecahan masalah
  5. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
  6. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
  7. Kesimpulan/Penutup
C.       Beberapa kelebihan model pembelajaran problem based intruction (PBI) ini adalah:
  1. Siswa menjadi terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar sehingga memungkinkan pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik,
  2. Siswa menjadi terlatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa yang lain,
  3. Siswa mendapatkan pengetahuan secara langsung dari berbagai sumber belajar,
  4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran dikarenakan masalah yang diselesaikan merupakan masalah sehari-hari (pembelajaran menjadi bermakna)
  5. Siswa menjadi lebih mandiri dalam pembelajaran
  6. Siswa terlatih untuk dapat bersosial secara positif, memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain
  7. Siswa dapat mengembangkan cara berfikir secara logis dan juga berlatih untuk mengemukakan pendapatnya dihadapan orang lain.
  8. Siswa dapat belajar untuk dapat membangun kerangka permasalahan, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
  9. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
  10. Dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain.
  11. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan.
D.       Model pembelajaran PBI juga memiliki kekurangan jika tidak tepat dalam kegunaan, kekurangan dalam pembelajaran ini adalah:
  1. Kegiatan pembelajaran membutuhkan waktu yang relatif lama, hal ini bergantung pada personal siswa dan kemampuan pendidik dalam mengakomodasi peserta didik dan dana.
  2. Bagi siswa yang memiliki motivasi belajar yang kurang, tujuan dari model pembelajaran PBI tersebut tidak dapat tercapai
  3. Tidak semua kondisi dapat diterapkan dengan metode ini secara efektif, maka guru sangat berperan dalam menentukan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kondisi (siswa, lingkungan, fasilitas sekolah dan sebagainya),
  4. Model PBI yang ideal membutuhkan fasilitas yang memadai seperti tempat duduk siswa yang terkondisi untuk belajar kelompok, perangkat pembelajaran, dan sebagainya,
  5. Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang dengan segala kemungkinan yang akan terjadi dalam pembelajaran, dan 
  6. Model pembelajaran PBI tidak akan efektif dilaksanakan jika peserta didik dalam satu kelas berjumlah banyak, idealnya maksimal 30 siswa per kelas. Jumlah peserta didik yang banyak dapat diatasi dengan menempatkan asisten sehingga dapat membantu peserta didik.
  7. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
  8. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
  9. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar