PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERTA METODE PENDIDIKAN ISLAM MASA UMAYYAH DAN ABBASIYAH
A. Pendahuluan
Sistem
pendidikan islam dimasa bani Umayyah sama halnya dengan sistem pendidikan islam
masa Khulafa’ur Rasyidin. Oleh karena itu Hasan Langgulung mengelompokkannya
dalam masa pembinaan, walaupun pada masa ini baru mulai bertumbuh kembangnya
intelektual islam. Adanya
gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab ini lah
salah satu dari perkembangan pendidikan islam masa umayyah, tetapi penerjemahan
itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu
kimia, kedokteran, falak, tatalaksana, dan seni bangunan.
Kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah ini
merupakan kelanjutan dari kekuasaan
dinasti Bani Umayyah. Popularitas daulah Abbasyiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun
Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan islam,
madrasah-madrasah dan universitas-universitas merupakan pusat-pusat perkembangan
pendidikan islam dan ilmu pengetahuan serta kebudayaan islam.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan disajikan tentang Pertumbuhan Dan
Perkembangan Pendidikan Islam, Latar Belakang Sosial Politik, faktor-fator perkembangan
Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah Dan Serta Metode-Metode
Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasyiah. Mudah-mudahan menambahan
wawasan kita mengenai sejarah dan perkembangan pendidikan masa umayyah dan
Abbasiyah dan bermanfaat bagi kita semua yang membahas makalah kami ini. Amiin
B. Pendidikan Islam Di Zaman Bani Umayyah
1. Perkembangan Pendidikan Islam di Zaman Bani Umayyah
Daulat bani Umayyah didirikan oleh
Muawiyah bin Abi sufyan, dan berkuasa dari tahun 661 M dan berakhir tahun 750
M. Sebelum masuk Islam Muawiyah adalah pemimpin mekah yang menentang
Rasulullah, dan merupakan musuh yang paling keras menentang Islam. Akan tetapi
setelah masuk Islam, ia berjuang dalam membela Islam, dan perjuangannya dalam
membela Islam sangat besar sehingga kepahlawanannya tersebut tidak ada
tandinganya. Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan
tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.
Suksesi kepemimpinan secara turun
temurun dimulai dari ketika muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, yazid. Muawiyah memang tetap menggunakan
istilah khalifah, namun ia membarikan intrprestasi baru dari kata-kata itu
untuk mengagungkan jabatan tersebut. dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam
pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah SWT.[1]
Philip K. Hitti mengatakan bahwa masa
bani Umayyah adalah “inkubasi” atau masa tunas bagi perkembangan intelektual
Islam.[2] Walaupun
perhatian terhadap pendidikan dan perkembangan pemikiran tidak sebesar masa
bani Abbas, usaha-usaha umat Islam pada masa ini sangat besar dan penting
sekali pengaruhnya bagi perkembangan pendidikan dan pemikiran pada masa
sesudahnya.
Pada zaman ini juga dapat disaksikan
adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab,
tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan
praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, falak, dan seni bangunan. Pada umumnya, gerakan penerjemahan
ini terbatas kepada orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas
dorongan negara dan tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal, orang yang
pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid, cucu dari
Muawiyah.[3]
Pada masa ini juga masih mengembangkan ilmu-ilmu yang diletakkan pada
masa sebelumnya, seperti ilmu tafsir. Disamping karena luasnya kawasan Islam ke beberapa daerah luar Arab yang membawa
konsekuensi lemahnya rasa seni sastra Arab, juga karena banyak orang yang masuk
Islam. Hal ini mengakibatkan pencemaran bahasa al-Qur’an yang digunakan untuk
kepentingan golongan tertentu. Pencemaran al-Qur’an juga disebabkan oleh
faktor-faktor interpretasi yang didasarkan pada kisah-kisah Israiliyat dan
Nasraniyat.
Bersamaan dengan itu, kemajuan yang diraih pada saat itu adalah
dikembangkannya ilmu nahwu yang digunakan untuk memberikan tanda baca,
pencatatan kaidah-kaidah bahasa, dan periwayatan bahasa. Disiplin ilmu ini
menjadi cirri kemajuan tersendiri pada masa ini.
2. Latar Belakang Sosial Politik Pendidikan Islam Masa Umayyah
Setelah pada tanggal 20 Ramadhan 40 H
Ali ditikam oleh Ibnu Muljam, salah satu pengikut Khawarij, kedudukan Ali
sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasan bin Ali) selama beberapa
bulan. Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementara pengaruh Muawiyah
semakin kuat, maka Hasan membuat perjannjian damai. Perjanjian itu dapat
mempersatukan umat Islam kembali dalam suatu kepemimpinan politik, di bawah
Muawiyah bin Abi Sufiyan.[4] Di sisi
lain perjanjian itu menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam.
Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am
al jama’ah). Dengan demikian telah berakhirlah masa Khulafa’ur Rasyidin dan
dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam.
Muawiyyah adalah pendiri dinasti
Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd
Manaf. Ibunya adalah Hindun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syan ibn Abd Manaf.
Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan dengan
Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekkah (Fathul
Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah berusia 23
tahun.
Mu’awiyah (memerintah 661-680) adalah
orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. sukses kepemimpinannya dari
yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan.
Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90 tahun
(661-750). Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus
menandai era baru.
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan
penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial.
hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai Bapak pendiri daulah
tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan
miring tentang pemerintahannya. Muawiyah
bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya
sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar
dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi
Thalib.
Pada masa dinasti Umayyah politik
telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan
dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya
Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan,
Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.
3. Metode-Metode Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Pendidikan Islam di
masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode bayani, terutama
selama abad I H di mana pendidikan bertumpu dan bersumber pada nash-nash agama
yang saat itu terdiri atas Alquran, sunnah, ijmak, dan fatwa sahabat.[5] Metode
bayani dalam pendidikan Islam kala itu lebih bersifat eksplanatif, yaitu
sekedar menjelaskan ajaran-ajaran agama saja. Secara khusus, metode ceramah dan
demonstrasilah yang banyak digunakan dalam institusi-institusi pendidikan yang
ada di zaman itu Baru pada masa-masa akhir pemerintahan Umayah metode burhani
mulai berkembang di dunia Islam, seiring dengan giatnya penerjemahan
karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.
4. Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Dan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Bani Umayyah
Dalam sepak terjang yang dilakukan Bani
Umayyah di bidang pendidikan Islam, banyak melahirkan para ulama yang ahli di
bidangnya, mereka bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya pendidikan.
Dalam hal ini ulama memikul tugas mengajar dan memberikan bimbingan serta
pimpinan kepada masyarakat. Ulama
bekerja atas dasar kesadaran dan tanggung jawab agama, bukan atas dasar
pengangkatan dan penunjukkan pemerintah.
Diantara ulama yang menjadi pendidik
sekaigus sebagai ilmuan pada waktu itu adalah;[6]
a. Seni Bahasa dan Sastra
Pada masa pemerintahan Abd. Malik bin Marwan, bahasa arab
digunakan sebagai administrasi negara. Dengan penggunaan bahasa Arab yang
semakin luas dibutuhkan suatu panduan bahasa yang dapat digunakan semua orang.
Hal itu mendorong lahirnya seorang ahli bahasa terkemuka yang bernama Imam
Syibawaihi, yang mengarang sebuah buku yang berisi pokok-pokok kaidah
bahasa Arab yang berjudul al-Kitab. Disamping itu, pada pemerintahan Dinasti
Umayyah di Andalusia terdapat juga ahli bahasa yang terkenal, antara lain: Ibnu
Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf, Ibn Al-Haj, Abu Ali
Al-Isybili, Abu Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Garnathi, al-Farisi,
al-Zujaj.
b. Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir memliki makna yang
strategis, disamping karena luasnya faktor kawasan Islam ke beberapa
daerah luar Arab yang membawa konsekuensi lemahnya seni sastra Arab. Hal ini
menyebabkan pencemaran bahasa Al-Qur'an dan makna Al-Qur'an yang digunakan
untuk kepentingan golongan tertentu. Diantara tokoh-tokohnya adalah Mujahid,
Athak bin Abu Rabah, Ikrimah, Qatadah, Said bin Jubair, Masruq bin al-Ajda',
Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Abd Malik Ibnu Juraid al-Maliki.
Ilmu tafsir pada masa itu belum
mengalami perkembangan pesat sebagaimana terjadi pada masa pemerintahan Bani
Abbasiyyah. Tafsir berkembang dari lisan ke lisan, sampai akhirnya tertulis.
Ahli tafsir yang pertama pada masa itu ialah Ibnu Abbas, salah seorang
sahabat nabi sekaligus paman nabi yang terkenal.
c. Ilmu Hadits
Perkembangan ilmu Hadits sendiri terjadi setelah diketahui
banyaknya hadits palsu yang dibuat oleh kelompok tertentu untuk kepentingan
politik. Sebelumnya hadits hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Setengah
sahabat dan para pelajar ada yang mencatat hadits-hadits itu dalam buku
catatannya. Atas dasar itulah dirasa penting untuk menyusun atau mengumpulkan
dan membukukan Hadits-hadits tertentu saja, yang dikira kuat dalam sanad dan
matannya. Diantara para ahli hadits yang terkenal pada masa itu ialah Muhammad
bin Syihab al-Zuhri, Hadits
ada al-Zuhry, Abu Zubair Muhammad bin Muslim bin Idris.
d. Fiqih
Pada periode Umayyah, telah melahirkan sejumlah mujtahid
fiqih, terbukti ketika akhir masa Umayyah telah akhir tokoh madzhab seperti Imam
Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik Ibu Anas di Madinaah. Sedangkan Imam
Syafi'i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal lahir pada masa Dinasti Abbasiyyah. Dan di
bidang fiqih, Umayyah di Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para
ulama memperkenalkan materi-materi fiqih dari mazhab Imam Maliki. Para Ulama yang memperkenalkan
mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya
ditentukan ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman.
Ahli-ahli fiqih lainnya adalah Abu bakar ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said
Al-Baluthi dan Ibn Hazm, kemudian abu bakar al quthiyah, munzir bin sa,if
al-baluthi dan ibnu hazim.
e. Ilmu Kimia
Khalifah Yazid bin Muawiyyah seorang khalifah yang
pertama kali meyuruh untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani ke dalam
bahasa Arab. Beliau mendatangkan beberapa orang Romawi yang bermukim di mesir.
Diantaranya Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kimia.
f. Ilmu Kedokteran
Peduduk Syam di Zaman ini telah banyak menyalin bermacam
ilmu ke dalam bahasa Arab, seperti: ilmu-ilmu kedokteran misalnya karangan Qais
Ahrun dalam bahasa Suryani yang disalin ke dalam bahasa Arab Masajuwaihi.
g. Ilmu Filsafat
Islam di
Andalusia telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam
bentangan sejarah islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang di
lalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa abad ke 12 minat terhadap filsafat
dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 selama pemerintahan bani
umayyah. Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Andalusia adalah Abu Bakr Muhammad bin
al-Syaigh yang terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Karyanya adalah Tadbir
al-muwahhid, tokoh kedua adalah Abu Bakr bin Thufail yang banyak menulis
masalh kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal
adalah Hay bin Yaqzhan. Tokoh terbesar dalam bidang filsafat di Andalusia
adalah Ibnu Rusyd dari cordova. Ia menafsirkan maskah – naskah aristoteles dan
menggeltuti masalah – masalah menahun tentang keserasian filsafat agama.
h. Musik dan Kesenian
Dibidang
ini dikenal seorang tokoh bernama Hasan bin Nafi yang berjuluk Zaryah.
Dia juga terkenal sebagai penggubah lagu dan sering mengajarkan ilmunya kepada
siapa saja sehingga kemasyhurannya makin meluas.
C. Pendidikan Islam di Zaman bani Abbasiyah
1. Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah
Kekuasaan
dinasti Bani Abbasiyah ini merupakan kelanjutan
dari kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Popularitas daulah
Abbasyiyah mencapai puncaknya
di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833
M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai
para ‘ulama, senang
dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada masa
pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani
dengan mengkaji para
penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli.[7] Ia
juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah
pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu
lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di
sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan
yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling
tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah
negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.
Perkembangan
ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu
bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang
sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar
Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar
bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
2. Latar Belakang Sosial Politik Kemajuan Pendidikan Islam
Secara politis, para kalifah betul-betul
tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus.
Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode keemasan
dan kejayaan atau kemajuan pendidikan Islam terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah
ataupun pada masa Dinasti Umayyah di Spanyol. Dikatakan bahwa, “Pada periode ini, daerah
kekuasaan Islam sudah meluas mulai dari India dan Asia tengah sampai ke Spanyol
dan Maroko. Kebudayaan dan peradaban mengalami kemajuan pesat dalam segala
bidang, terutama dalam bidang administrasi pemerintah, ekonomi, pendidikan dan
ilmiah.[8]
Di bidang pendidikan dan ilmiah, kemajuan ditandai dengan mengadaptasi
warisan kebudayaan dan peradaban serta ilmu-ilmu yang didapat dari Yunani,
Persia, Mesir, Yahudi, Kristen dan India ke dalam Islam. Kemudian
warisan-warisan tersebut dikembangkan dan diIslamkan oleh sarjana-sarjana muslim. Maka terjadilah ia
sebagai kebudayaan, peradaban dan ilmu
pengetahuan Islam sendiri.
Puncak kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan berkembang luasnya
lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal di berbagai pusat
kebudayaan Islam. Hal ini dipengaruhi oleh jiwa dan semangat kaum muslimin pada
waktu itu yang sangat dalam penghayatan dan pengamalannya terhadap ajaran
Islam.
Sebelum
timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai pendidikan
formal, dalam dunia islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga
pendidikan islam bersifat non formal.
Adapun
lembaga-lembaga pendidikan islam yang bersifat non formal sebagai berikut:[9]
a. Kuttah
sebagai lembaga pendidikan dasar
b. Pendidikan
rendah di istana
c. Toko-toko
kitab
d. Rumah-rumah
para ulama
e. Majelis
f. Badiah
(padang pasir, dusun tempat tinggal badwi)
g. Rumah sakit
h. Perpustakaan
i.
Masjid
Dimasa Abbasiyah ini
lembaga pendidikan sudah teroganisir secara sistematis, yang terdiri dari tiga
tingkat, yaitu;[10]
1) Tingkat
sekolah rendah, namanya Kuttab, untuk tempat belajar anak-anak. Disampinng
Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, diistana, ditokoh-tokoh dan di
pinggir pasar.
2) Tingkat
sekolah menengah,yaitu dimasjid dan di majelis sastera dan ilmu pengetahuan,
sebagai sambungan belajar diKuttab.
3) Tingkatan
perguruan tinggi, seperti Dar al Hikmah di bagdad dan daarul Ilmmu di Mesir
(Kairo), dimajid-masjid dan lain-lain.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Daulah Abbasiyah
Sebagai mana telah dikemukakan bahwa
tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayan islam adalah sebagai
akibat dari berpadunya unsur-unsur pembawaan ajaran islam dengan unsur-unsur
yang berasal dari luar.
Dalam bidang filsafat ketuhanan atau
teologi, perkembangan ilmu kalam dengan berbagai macam pola pikiran, timbullah
pula berbagai macam aliran dalam ilmu kalam yang mempunyai pola pemikiran yang
bersifat memadukan pola fikir rasional.
Adapun faktor utama yang mempengaruhi kemajuan pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
a.
Berdirinya
sekolah-sekolah.
b.
Terjadinya asimilasi
antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
c.
Pengaruh Persia, bangsa
Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra.
d.
Pengaruh India terlihat
dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan ekonomi.
e.
Pengaruh yunani masuk
melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat, dan
juga tidak bisa dilupakan gerakan raksasa untuk menerjemahkan ilmu-ilmu yunani
dan buku-bukunya kedalam bahasa arab.[11]
Selain itu, Ada juga faktor yang saling mempengaruhi perkembangan
tersebut, yaitu :
1) Faktor intern, yaitu pembawaan dan ajaran islam itu sendiri
2) Faktor ekstern, yaitu rangsangan dan tantangan dari luar.[12]
Faktor intern yang paling menentukan
perkembangan pendidikan islam adalah ajaran islam yang terkandung dalam
al-quran dan As-sunnah. Banyak ayat-ayat al-Quran yang mengandung implikasi
niai-nilai pendidikan, sebagaimana perintah Allah swt dalam surat al-Alaq:1-5,
memotivasi umat untuk selalu berilmu dan berpikir. Dalam surat as-Zumar: 9,
mengembangkan kebudayaan yang mengarahkan kepada rahkmatan lil ’alamin.
Karena itu, meka pendidikan islam memang
harus lebih fokus terhadap penigkatan kehidupan manusia secara terintegrasi.
Menjadikan ilmu bersumber dari Allah melalui al-Quran dan as-sunnah. Ilmu yang
berintegrasi terhadap ayat kauniyah dan qauliyah.
Faktor ekstren yang berpengaruh adalah
terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang labih
dahulu mengalami perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa khalifah Abbasiyah,
kekuasaan islam terdiri atas wilayah Arab dan non Arab. Secara sosiologis
wilayah kekuasaan tersebut mempengaruhi timbulnya pemikiran baru dalam bidang
pendidikan. Faktor tersebut juga setidak-tidaknya ikut mempengaruhi
bangsa-bangsa non Arab masuk islam.
4. Metode Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Dalam proses belajar mengajar, metode
pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang
sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru
kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi
dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami
dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode
pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
lisan, hafalan, dan tulisan.[13]
a.
Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan
diskusi. Metode dikte (imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan yang
dianggap baik dan aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai catatan
yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena
pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki.
b.
Metode ceramah
Disebut
juga metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi
buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya.Metode qiro’ah
biasanya digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode
yang khas pada masa ini.
c.
Metode Menghafal
Metode menghafal Merupakan ciri umum pendidikan
pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya
sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran
berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid
akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya
sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan,
atau memunculkan sesuatu yang baru.
d.
Metode Tulisan
Metode tulisan dianggap metode yang paling
penting pada masa ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam
pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan
ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses
penguasaan ilmu pengetahuan juga sangat
penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini belum
ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku.
5. Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Yang Berpengaruh Pada Masa Bani Abbasyiyah
a. Al-Razi (guru IbnuSina)
Ia berkarya dibidang kimia dan kedokteran,
menghasilkan 224 judul
buku, 140 buku
tentang pengobatan,
diterjemahkan kedalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling
masyhura dalah
Al-Hawi Fi ‘IlmAtTadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Al-Razia adalah orang pertama yang menyusun
buku mengenai kedokteran anak.
b. Al-Battani (Al-Batenius)
Al-Battani
adalah Seorang astronom tentang bumi yang mengelilingi pusat tata surya adalah
waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Buku yang peling terkenal adalah
kitab al-Zij dalam bahasa latin De
Scienta Stelerumu De Numeris Stellerumet Motibus dimana terjemahan tertua
dari karyanya masih ada di Vatikan.
c. Al Ya’qubi
Seorang ahli
geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi
berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul
Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae.
d. Al Buzjani (AbulWafa)
Ia mengembangkan beberapa teori penting dalam bidang
matematika dan astronomi. Ia lahir pada tahun 940 dan meniggal 997. Beliau
adalah cendikiawan muslim. Pada tahun 959 Abu Wafa pindah ke Irak, dan
mempelajari matematika khususnya trigonometri disana. Dia juga mempelajari
pergerakan bulan.
e. Ibn Sina
Ibn Sina adalah seorang maha guru dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat. Dengan karya-karyanya seperti al-Qanunfial-Thibb (Ensiklopedi Kedokteran) sebanyak tigajilid,
al-Syifadan Al-Najah. Ia dilahirkan di Bukhara 370 H/980 M.
Beliau dibesarkan di lembah Sungah Daljah dan Furat, tepi selatan Laut
Kaspia, kawasan Bukhara. Di sana ia banyak belajar ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Ia mendalami
filsafat, biologi dan kedokteran.Pada usia 17 tahun, ia telah emmahami seluruh
teori kedokteran melebihi sipa pun. Ibnu sina diangkat menjadi penasihat para
dokter yang praktik pada masa itu. Ia dikenal sebagai Bapak Kedokteran Dunia.
f. Imam al-Ghazali
Imam al Ghazali telah tampil sebagaimana
guru di Madrasah Nidzamiah, istana, dan dimasyarakat pada umumnya. Melalui
karyanya yaitu Ihya’Uluma lDinse banyak tiga jilid, ia telah tampil
sebagai guru dalam bidang fikih dan tasawuf.
Al-Ghazali adalah seorang tokoh ahli tasawuf. Dia termasuk tokoh alrian
tasawuf sunni, bersama Abu Qasim Al-Qusairi. Perkembangan ilmu tasawuf ditandai
degnan peralihan dari tasawuf ke zuhud. Perkembangan selanjutnya adalah tasawuf
akhlaki dan falsafi. Tasawuf falsafi berdasarkan pada AL-Qur'an dan Hadis. Tasawuf ini dinamakan tasawuf
sunni.
Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf, banyak mengkritik ahli filsafat, seperti
yang tertuang dalam karyanya Tahafutul Falasifah maupun Tahafut al-Tahafut. Di
antara karyanya yang terkenal adalah Ihya' Ulumuddin (Menghidupkan kembali
ilmu-Ilmu agama), maupun 'Ajaibul Qalbi (keajaiban-keajaiban hati).
g. Ibnu Rusyd
Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd (w. 595 H / 1198 M) lahir di
Kordoba, Spanyol. Ia dibesarkan dalam keluarga yang tegun menegakkan agama dan
berpengetahuan luas. Neneknya seorang ahli fikih dan tokoh politik yang
berpengaruh serta hakim agung di Andalusia.
Ibnu Rusyd belajar matematika, astronomi, filsafat, dan kedokteran kepada
Ibnu Basykawal, Ibnu masarroh dan Abu Ja'far Harun. Beliau dikenal orang barat
dengan nama Averroes, lewat karyanya yaitu Al-Kulliyat yang telah
diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd sangat
berpengaruh di negara-negara Eropa, dan banyak dikaji di tingkat universitas.
Ia adalah seorang tokoh muslim yang ahli dalam bidang filsafat dan kedokteran.
h. Al-Farabi (870 M – 950 M)
Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlagh al-Farabi dilahirkan
di Farab dan meninggal di Aleppo. Pada masa kecil, ia dikenal sebagai anak yang
cerdas. Ia banyak belajar ilmu agama, bahasa Arab, Turki dan Persia. Ia
berpindah di Bagdad selama 20 tahun. Berikutnya pindah ke Haran untuk belajar
filsafat Yunani kepada beberapa orang ahli seperti Yuhana bin Hailan.
Ia menguasai 70 bahasa, sehingga ia menguasai banyak ilmu pengetahuan, yang
paling menonjol adalah ilmu mantik. Kemahirannya dalam ilmu mantik melebihi
Aristoteles. Ia kemudian dikenal sebagai guru kedua dalam ilmu filsafat.
Al-Farabi memasukkan ilmu logika dalam kebudayaan Arab.
Dalam bidang filsafat, AlFarabi lebih menitikberatkan pada persoalan
kemanusiaan, seperti akhlak, kehidupan intelektual, politik dan seni. Ia
termasuk ke dalam filsuf kemanusiaan dan berpendapat bahwa antara filsafat dan
agama tidak bertentangan.
i. Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun disebut sebagai bapak sosiologi islam. Lahir di
Tunisia pada 732 H/1332 M dan meninggal pada 808 H/1406 M. Nama lengkapnya
adalah Waliuddin Abddurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad
bin Al Hasan. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah. Kitab ini berisi
pembahasan tentang masalah sosial manusia. Kitab ini membuka jalan menuju
pembahasan ilmu-ilmu sosial. Dia dipandang sebagai peletak dasar ilmu sosial
dan politik Islam.
Pencapaian
kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tidak terlepas dari adanya
sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari
bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya.
Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M)
hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi,
biologi, fisika dan sejarah.
D. Penutup
Philip
K. Hitti mengatakan bahwa masa bani Umayyah adalah “inkubasi” atau masa tunas
bagi perkembangan intelektual Islam. Walaupun perhatian terhadap pendidikan dan
perkembangan pemikiran tidak sebesar masa bani Abbas, usaha-usaha umat Islam
pada masa ini sangat besar dan penting sekali pengaruhnya bagi perkembangan
pendidikan dan pemikiran pada masa sesudahnya. Adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain
ke dalam bahasa Arab
ini lah salah satu dari perkembangan pendidikan islam masa umayyah. Metode yang
digunakan masih didominasi metode bayani, yaitu metode ceramah dan metode
demonstrasi yang sering digunakan.
Popularitas
daulah Abbasyiyah mencapai
puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum
(813-833 M). Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai
buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut
agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu
karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan
yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Dengan berkembang luasnya
lembaga-lembaga pendidikan islam, madrasah-madrasah dan universitas-universitas
merupakan pusat-pusat perkembangan pendidikan islam dan ilmu pengetahuan serta
kebudayaan islam. Metode yang digunakan yaitu metode lisan, ceramah, hapalan,
serta tullisan,
E. Daftar Pustaka
Badri
yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakkarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003)
Rusmaini,
Ilmu Pendidikan, (Palembang-Sumatera Selatan, Grafika Teelindo Press,
2014).
http://aalsaprialman-longlife-education.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-pendidikan-islam-pada-dinasti.html.
http://www.nuryandi.com/2013/01/latar-belakang-sosial-politik-kemajuan_4640.html.
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan
Islam, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2011). Hlm. 89-99
http://ab-dina.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-islam-masa-abbasiyah.html.
http://zahfizahroturrofiah.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa.html
[1]Badri yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakkarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). Hlm. 42
[2]Rusmaini, Ilmu Pendidikan,
(Palembang-Sumatera Selatan, Grafika Teelindo Press, 2014). Hlm. 145
[3]http://aalsaprialman-longlife-education.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-pendidikan-islam-pada-dinasti.html. Tanggal 29 Mei 2016. Pukul 09:00 WIB
[5]http://thoriqulmubtadi.blogspot.co.id/2013/12/sistem-pendidikan-islam-pada-masa.html. Tanggal 29 Mei 2016, pukul
09:15WIB
[6]http://thoriqulmubtadi. Ibid.,
[7]http://didingnurarifin.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pendidikan-masa-abasiyah.html. Tanggal 28 Mei 2016. Pukul
15:50 WIB
[8]http://www.nuryandi.com/2013/01/latar-belakang-sosial-politik-kemajuan_4640.html.
Tanggal 28 Mei 2016. Pukul 16:00 WIB
[9]Zuhairini dkk, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2011). Hlm. 89-99
[10]Rusmaini, Op.Cit..,Hlm.
148
[12]Rusmaini, Op. Cit., Hlm.
145
[13]http://ab-dina.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-islam-masa-abbasiyah.html.
tanggal 28 mei 2016.
Pukul 16:25 WIB
[14]
http://zahfizahroturrofiah.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar