Kamis, 21 Juli 2016

Kel. 9 Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Isam Masa Umayyah dan Abbasiyah



PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERTA METODE PENDIDIKAN ISLAM MASA UMAYYAH DAN ABBASIYAH

 

A.    Pendahuluan

Sistem pendidikan islam dimasa bani Umayyah sama halnya dengan sistem pendidikan islam masa Khulafa’ur Rasyidin. Oleh karena itu Hasan Langgulung mengelompokkannya dalam masa pembinaan, walaupun pada masa ini baru mulai bertumbuh kembangnya intelektual islam. Adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab ini lah salah satu dari perkembangan pendidikan islam masa umayyah, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, falak, tatalaksana, dan seni bangunan.
Kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah ini merupakan kelanjutan  dari kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Popularitas daulah Abbasyiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan islam, madrasah-madrasah dan universitas-universitas merupakan pusat-pusat perkembangan pendidikan islam dan ilmu pengetahuan serta kebudayaan islam.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan disajikan tentang Pertumbuhan Dan Perkembangan Pendidikan Islam, Latar Belakang Sosial Politik, faktor-fator perkembangan Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah Dan Serta Metode-Metode Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasyiah. Mudah-mudahan menambahan wawasan kita mengenai sejarah dan perkembangan pendidikan masa umayyah dan Abbasiyah dan bermanfaat bagi kita semua yang membahas makalah kami ini. Amiin

B.     Pendidikan Islam Di Zaman Bani Umayyah

1.      Perkembangan Pendidikan Islam di Zaman Bani Umayyah

Daulat bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi sufyan, dan berkuasa dari tahun 661 M dan berakhir tahun 750 M. Sebelum masuk Islam Muawiyah adalah pemimpin mekah yang menentang Rasulullah, dan merupakan musuh yang paling keras menentang Islam. Akan tetapi setelah masuk Islam, ia berjuang dalam membela Islam, dan perjuangannya dalam membela Islam sangat besar sehingga kepahlawanannya tersebut tidak ada tandinganya. Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai dari ketika muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yazid. Muawiyah memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun ia membarikan intrprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah SWT.[1]
Philip K. Hitti mengatakan bahwa masa bani Umayyah adalah “inkubasi” atau masa tunas bagi perkembangan intelektual Islam.[2] Walaupun perhatian terhadap pendidikan dan perkembangan pemikiran tidak sebesar masa bani Abbas, usaha-usaha umat Islam pada masa ini sangat besar dan penting sekali pengaruhnya bagi perkembangan pendidikan dan pemikiran pada masa sesudahnya.
Pada zaman ini juga dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, falak, dan seni bangunan. Pada umumnya, gerakan penerjemahan ini terbatas kepada orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal, orang yang pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid, cucu dari Muawiyah.[3]
Pada masa ini juga masih mengembangkan ilmu-ilmu yang diletakkan pada masa sebelumnya, seperti ilmu tafsir. Disamping karena luasnya kawasan Islam ke beberapa daerah luar Arab yang membawa konsekuensi lemahnya rasa seni sastra Arab, juga karena banyak orang yang masuk Islam. Hal ini mengakibatkan pencemaran bahasa al-Qur’an yang digunakan untuk kepentingan golongan tertentu. Pencemaran al-Qur’an juga disebabkan oleh faktor-faktor interpretasi yang didasarkan pada kisah-kisah Israiliyat dan Nasraniyat.
Bersamaan dengan itu, kemajuan yang diraih pada saat itu adalah dikembangkannya ilmu nahwu yang digunakan untuk memberikan tanda baca, pencatatan kaidah-kaidah bahasa, dan periwayatan bahasa. Disiplin ilmu ini menjadi cirri kemajuan tersendiri pada masa ini.

2.      Latar Belakang Sosial Politik Pendidikan Islam Masa Umayyah

Setelah pada tanggal 20 Ramadhan 40 H Ali ditikam oleh Ibnu Muljam, salah satu pengikut Khawarij, kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasan bin Ali) selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementara pengaruh Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjannjian damai. Perjanjian itu dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam suatu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abi Sufiyan.[4] Di sisi lain perjanjian itu menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am al jama’ah). Dengan demikian telah berakhirlah masa Khulafa’ur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam.

Muawiyyah adalah pendiri dinasti Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hindun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syan ibn Abd Manaf. Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekkah (Fathul Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah berusia 23 tahun.
Mu’awiyah (memerintah 661-680) adalah orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. sukses kepemimpinannya dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90 tahun (661-750). Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus menandai era baru.
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya.  Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.
Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.

3.      Metode-Metode Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah

Pendidikan Islam di masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode bayani, terutama selama abad I H di mana pendidikan bertumpu dan bersumber pada nash-nash agama yang saat itu terdiri atas Alquran, sunnah, ijmak, dan fatwa sahabat.[5] Metode bayani dalam pendidikan Islam kala itu lebih bersifat eksplanatif, yaitu sekedar menjelaskan ajaran-ajaran agama saja. Secara khusus, metode ceramah dan demonstrasilah yang banyak digunakan dalam institusi-institusi pendidikan yang ada di zaman itu Baru pada masa-masa akhir pemerintahan Umayah metode burhani mulai berkembang di dunia Islam, seiring dengan giatnya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.

4.      Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Dan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Bani Umayyah

Dalam sepak terjang yang dilakukan Bani Umayyah di bidang pendidikan Islam, banyak melahirkan para ulama yang ahli di bidangnya, mereka bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya pendidikan. Dalam hal ini ulama memikul tugas mengajar dan memberikan bimbingan serta pimpinan kepada masyarakat. Ulama bekerja atas dasar kesadaran dan tanggung jawab agama, bukan atas dasar pengangkatan dan penunjukkan pemerintah.
Diantara ulama yang menjadi pendidik sekaigus sebagai ilmuan pada waktu itu adalah;[6]

a.      Seni Bahasa dan Sastra

Pada masa pemerintahan Abd. Malik bin Marwan, bahasa arab digunakan sebagai administrasi negara. Dengan penggunaan bahasa Arab yang semakin luas dibutuhkan suatu panduan bahasa yang dapat digunakan semua orang. Hal itu mendorong lahirnya seorang ahli bahasa terkemuka yang bernama Imam Syibawaihi, yang mengarang sebuah buku yang berisi pokok-pokok kaidah bahasa Arab yang berjudul al-Kitab. Disamping itu, pada pemerintahan Dinasti Umayyah di Andalusia terdapat juga ahli bahasa yang terkenal, antara lain: Ibnu Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf, Ibn Al-Haj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Garnathi, al-Farisi, al-Zujaj.

b.      Ilmu Tafsir

Ilmu tafsir memliki makna yang strategis, disamping karena luasnya faktor  kawasan Islam ke beberapa daerah luar Arab yang membawa konsekuensi lemahnya seni sastra Arab. Hal ini menyebabkan pencemaran bahasa Al-Qur'an dan makna Al-Qur'an yang digunakan untuk kepentingan golongan tertentu. Diantara tokoh-tokohnya adalah Mujahid, Athak bin Abu Rabah, Ikrimah, Qatadah, Said bin Jubair, Masruq bin al-Ajda', Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Abd Malik Ibnu Juraid al-Maliki. 
Ilmu tafsir pada masa itu belum mengalami perkembangan pesat sebagaimana terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbasiyyah. Tafsir berkembang dari lisan ke lisan, sampai akhirnya tertulis. Ahli tafsir yang pertama pada masa itu ialah Ibnu Abbas, salah seorang sahabat nabi sekaligus paman nabi yang terkenal.

c.       Ilmu Hadits

Perkembangan ilmu Hadits sendiri terjadi setelah diketahui banyaknya hadits palsu yang dibuat oleh kelompok tertentu untuk kepentingan politik. Sebelumnya hadits hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Setengah sahabat dan para pelajar ada yang mencatat hadits-hadits itu dalam buku catatannya. Atas dasar itulah dirasa penting untuk menyusun atau mengumpulkan dan membukukan Hadits-hadits tertentu saja, yang dikira kuat dalam sanad dan matannya. Diantara para ahli hadits yang terkenal pada masa itu ialah Muhammad bin Syihab al-Zuhri, Hadits ada al-Zuhry, Abu Zubair Muhammad bin Muslim bin Idris.

d.      Fiqih

Pada periode Umayyah, telah melahirkan sejumlah mujtahid fiqih, terbukti ketika akhir masa Umayyah telah akhir tokoh madzhab seperti Imam Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik Ibu Anas di Madinaah. Sedangkan Imam Syafi'i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal lahir pada masa Dinasti Abbasiyyah. Dan di bidang fiqih, Umayyah di Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fiqih dari mazhab Imam Maliki. Para Ulama yang memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya adalah Abu bakar ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm, kemudian abu bakar al quthiyah, munzir bin sa,if al-baluthi dan ibnu hazim.

e.       Ilmu Kimia

Khalifah Yazid bin Muawiyyah seorang khalifah yang pertama kali meyuruh untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Beliau mendatangkan beberapa orang Romawi yang bermukim di mesir. Diantaranya  Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kimia.

f.       Ilmu Kedokteran

Peduduk Syam di Zaman ini telah banyak menyalin bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab, seperti: ilmu-ilmu kedokteran misalnya karangan Qais Ahrun dalam bahasa Suryani yang disalin ke dalam bahasa Arab Masajuwaihi.

g.      Ilmu Filsafat

Islam di Andalusia telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang di lalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa abad ke 12 minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 selama pemerintahan bani umayyah. Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Andalusia adalah Abu Bakr Muhammad bin al-Syaigh yang terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Karyanya adalah Tadbir al-muwahhid, tokoh kedua adalah Abu Bakr bin Thufail yang banyak menulis masalh kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay bin Yaqzhan. Tokoh terbesar dalam bidang filsafat di Andalusia adalah Ibnu Rusyd dari cordova. Ia menafsirkan maskah – naskah aristoteles dan menggeltuti masalah – masalah menahun tentang keserasian filsafat agama.

h.      Musik dan Kesenian

Dibidang ini dikenal seorang tokoh bernama Hasan bin Nafi yang berjuluk Zaryah. Dia juga terkenal sebagai penggubah lagu dan sering mengajarkan ilmunya kepada siapa saja sehingga kemasyhurannya makin meluas.

C.    Pendidikan Islam di Zaman bani Abbasiyah

1.      Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah ini merupakan kelanjutan  dari kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Popularitas daulah Abbasyiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai para ‘ulama, senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan mengkaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli.[7] Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.
Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
2.      Latar Belakang Sosial Politik Kemajuan Pendidikan Islam
Secara politis, para kalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode keemasan dan kejayaan atau kemajuan pendidikan Islam terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah ataupun pada masa Dinasti Umayyah di Spanyol. Dikatakan bahwa, “Pada periode ini, daerah kekuasaan Islam sudah meluas mulai dari India dan Asia tengah sampai ke Spanyol dan Maroko. Kebudayaan dan peradaban mengalami kemajuan pesat dalam segala bidang, terutama dalam bidang administrasi pemerintah, ekonomi, pendidikan dan ilmiah.[8]
Di bidang pendidikan dan ilmiah, kemajuan ditandai dengan mengadaptasi warisan kebudayaan dan peradaban serta ilmu-ilmu yang didapat dari Yunani, Persia, Mesir, Yahudi, Kristen dan India ke dalam Islam. Kemudian warisan-warisan tersebut dikembangkan dan diIslamkan oleh  sarjana-sarjana muslim. Maka terjadilah ia sebagai  kebudayaan, peradaban dan ilmu pengetahuan Islam sendiri.
Puncak kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal di berbagai pusat kebudayaan Islam. Hal ini dipengaruhi oleh jiwa dan semangat kaum muslimin pada waktu itu yang sangat dalam penghayatan dan pengamalannya terhadap ajaran Islam.
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai pendidikan formal, dalam dunia islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan islam bersifat non formal.
Adapun lembaga-lembaga pendidikan islam yang bersifat non formal sebagai berikut:[9]
a.       Kuttah sebagai lembaga pendidikan dasar
b.      Pendidikan rendah di istana
c.       Toko-toko kitab
d.      Rumah-rumah para ulama
e.       Majelis
f.       Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal badwi)
g.      Rumah sakit
h.      Perpustakaan
i.        Masjid
Dimasa Abbasiyah ini lembaga pendidikan sudah teroganisir secara sistematis, yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu;[10]
1)      Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab, untuk tempat belajar anak-anak. Disampinng Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, diistana, ditokoh-tokoh dan di pinggir pasar.
2)      Tingkat sekolah menengah,yaitu dimasjid dan di majelis sastera dan ilmu pengetahuan, sebagai sambungan belajar diKuttab.
3)      Tingkatan perguruan tinggi, seperti Dar al Hikmah di bagdad dan daarul Ilmmu di Mesir (Kairo), dimajid-masjid dan lain-lain.
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Daulah Abbasiyah
Sebagai mana telah dikemukakan bahwa tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayan islam adalah sebagai akibat dari berpadunya unsur-unsur pembawaan ajaran islam dengan unsur-unsur yang berasal dari luar.
Dalam bidang filsafat ketuhanan atau teologi, perkembangan ilmu kalam dengan berbagai macam pola pikiran, timbullah pula berbagai macam aliran dalam ilmu kalam yang mempunyai pola pemikiran yang bersifat memadukan pola fikir rasional.
Adapun faktor utama yang mempengaruhi kemajuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a.       Berdirinya sekolah-sekolah.
b.      Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
c.       Pengaruh Persia, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra.
d.      Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan ekonomi.
e.       Pengaruh yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat, dan juga tidak bisa dilupakan gerakan raksasa untuk menerjemahkan ilmu-ilmu yunani dan buku-bukunya kedalam bahasa arab.[11]
Selain itu, Ada juga faktor  yang saling mempengaruhi perkembangan tersebut, yaitu :
1)      Faktor intern, yaitu pembawaan dan ajaran islam itu sendiri
2)      Faktor ekstern, yaitu rangsangan dan tantangan dari luar.[12]
Faktor intern yang paling menentukan perkembangan pendidikan islam adalah ajaran islam yang terkandung dalam al-quran dan As-sunnah. Banyak ayat-ayat al-Quran yang mengandung implikasi niai-nilai pendidikan, sebagaimana perintah Allah swt dalam surat al-Alaq:1-5, memotivasi umat untuk selalu berilmu dan berpikir. Dalam surat as-Zumar: 9, mengembangkan kebudayaan yang mengarahkan kepada rahkmatan lil ’alamin.
Karena itu, meka pendidikan islam memang harus lebih fokus terhadap penigkatan kehidupan manusia secara terintegrasi. Menjadikan ilmu bersumber dari Allah melalui al-Quran dan as-sunnah. Ilmu yang berintegrasi terhadap ayat kauniyah dan qauliyah.
Faktor ekstren yang berpengaruh adalah terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang labih dahulu mengalami perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa khalifah Abbasiyah, kekuasaan islam terdiri atas wilayah Arab dan non Arab. Secara sosiologis wilayah kekuasaan tersebut mempengaruhi timbulnya pemikiran baru dalam bidang pendidikan. Faktor tersebut juga setidak-tidaknya ikut mempengaruhi bangsa-bangsa non Arab masuk islam.

4.      Metode Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Dalam proses belajar mengajar, metode pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.[13]
a.       Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode dikte (imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki.
b.      Metode ceramah
Disebut juga metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya.Metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
c.       Metode Menghafal
Metode menghafal Merupakan ciri umum pendidikan pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu yang baru.
d.      Metode Tulisan
Metode tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses penguasaan  ilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku.
5.      Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Yang Berpengaruh Pada Masa Bani Abbasyiyah
Diantara para ilmuwan dan guru yang terkenal di zaman Abbasiyah adalah:[14]
a.       Al-Razi (guru IbnuSina)
Ia berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan kedalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling masyhura dalah Al-Hawi Fi ‘IlmAtTadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Al-Razia adalah orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak.
b.      Al-Battani (Al-Batenius)
Al-Battani adalah Seorang astronom tentang bumi yang mengelilingi pusat tata surya adalah waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Buku yang peling terkenal adalah kitab al-Zij dalam bahasa latin De Scienta Stelerumu De Numeris Stellerumet Motibus dimana terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan.



c.       Al Ya’qubi
Seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae.
d.      Al Buzjani (AbulWafa)
Ia mengembangkan beberapa teori penting dalam bidang matematika dan astronomi. Ia lahir pada tahun 940 dan meniggal 997. Beliau adalah cendikiawan muslim. Pada tahun 959 Abu Wafa pindah ke Irak, dan mempelajari matematika khususnya trigonometri disana. Dia juga mempelajari pergerakan bulan.
e.       Ibn Sina
Ibn Sina adalah seorang maha guru dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat. Dengan karya-karyanya seperti al-Qanunfial-Thibb (Ensiklopedi Kedokteran) sebanyak tigajilid, al-Syifadan Al-Najah.  Ia dilahirkan di Bukhara 370 H/980 M.
Beliau dibesarkan di lembah Sungah Daljah dan Furat, tepi selatan Laut Kaspia, kawasan Bukhara.  Di sana ia banyak belajar ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Ia mendalami filsafat, biologi dan kedokteran.Pada usia 17 tahun, ia telah emmahami seluruh teori kedokteran melebihi sipa pun. Ibnu sina diangkat menjadi penasihat para dokter yang praktik pada masa itu. Ia dikenal sebagai Bapak Kedokteran Dunia.
f.       Imam al-Ghazali
Imam al Ghazali telah tampil sebagaimana guru di Madrasah Nidzamiah, istana, dan dimasyarakat pada umumnya. Melalui karyanya yaitu Ihya’Uluma lDinse banyak tiga jilid, ia telah tampil sebagai guru dalam bidang fikih dan tasawuf.

Al-Ghazali adalah seorang tokoh ahli tasawuf. Dia termasuk tokoh alrian tasawuf sunni, bersama Abu Qasim Al-Qusairi. Perkembangan ilmu tasawuf ditandai degnan peralihan dari tasawuf ke zuhud. Perkembangan selanjutnya adalah tasawuf akhlaki dan falsafi. Tasawuf falsafi berdasarkan pada AL-Qur'an dan Hadis. Tasawuf ini dinamakan tasawuf sunni.
Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf, banyak mengkritik ahli filsafat, seperti yang tertuang dalam karyanya Tahafutul Falasifah maupun Tahafut al-Tahafut. Di antara karyanya yang terkenal adalah Ihya' Ulumuddin (Menghidupkan kembali ilmu-Ilmu agama), maupun 'Ajaibul Qalbi (keajaiban-keajaiban hati).
g.      Ibnu Rusyd
Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd (w. 595 H / 1198 M) lahir di Kordoba, Spanyol. Ia dibesarkan dalam keluarga yang tegun menegakkan agama dan berpengetahuan luas. Neneknya seorang ahli fikih dan tokoh politik yang berpengaruh serta hakim agung di Andalusia.
Ibnu Rusyd belajar matematika, astronomi, filsafat, dan kedokteran kepada Ibnu Basykawal, Ibnu masarroh dan Abu Ja'far Harun. Beliau dikenal orang barat dengan nama Averroes, lewat karyanya yaitu Al-Kulliyat yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd sangat berpengaruh di negara-negara Eropa, dan banyak dikaji di tingkat universitas. Ia adalah seorang tokoh muslim yang ahli dalam bidang filsafat dan kedokteran.
h.      Al-Farabi (870 M – 950 M)
Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlagh al-Farabi dilahirkan di Farab dan meninggal di Aleppo. Pada masa kecil, ia dikenal sebagai anak yang cerdas. Ia banyak belajar ilmu agama, bahasa Arab, Turki dan Persia. Ia berpindah di Bagdad selama 20 tahun. Berikutnya pindah ke Haran untuk belajar filsafat Yunani kepada beberapa orang ahli seperti Yuhana bin Hailan.
Ia menguasai 70 bahasa, sehingga ia menguasai banyak ilmu pengetahuan, yang paling menonjol adalah ilmu mantik. Kemahirannya dalam ilmu mantik melebihi Aristoteles. Ia kemudian dikenal sebagai guru kedua dalam ilmu filsafat. Al-Farabi memasukkan ilmu logika dalam kebudayaan Arab.
Dalam bidang filsafat, AlFarabi lebih menitikberatkan pada persoalan kemanusiaan, seperti akhlak, kehidupan intelektual, politik dan seni. Ia termasuk ke dalam filsuf kemanusiaan dan berpendapat bahwa antara filsafat dan agama tidak bertentangan.
i.        Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun disebut sebagai bapak sosiologi islam. Lahir di Tunisia pada 732 H/1332 M dan meninggal pada 808 H/1406 M. Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abddurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin Al Hasan. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah. Kitab ini berisi pembahasan tentang masalah sosial manusia. Kitab ini membuka jalan menuju pembahasan ilmu-ilmu sosial. Dia dipandang sebagai peletak dasar ilmu sosial dan politik Islam.
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah.

D.    Penutup

Philip K. Hitti mengatakan bahwa masa bani Umayyah adalah “inkubasi” atau masa tunas bagi perkembangan intelektual Islam. Walaupun perhatian terhadap pendidikan dan perkembangan pemikiran tidak sebesar masa bani Abbas, usaha-usaha umat Islam pada masa ini sangat besar dan penting sekali pengaruhnya bagi perkembangan pendidikan dan pemikiran pada masa sesudahnya. Adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab ini lah salah satu dari perkembangan pendidikan islam masa umayyah. Metode yang digunakan masih didominasi metode bayani, yaitu metode ceramah dan metode demonstrasi yang sering digunakan.
Popularitas daulah Abbasyiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan islam, madrasah-madrasah dan universitas-universitas merupakan pusat-pusat perkembangan pendidikan islam dan ilmu pengetahuan serta kebudayaan islam. Metode yang digunakan yaitu metode lisan, ceramah, hapalan, serta tullisan,







E.     Daftar Pustaka

Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakkarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003)
Rusmaini, Ilmu Pendidikan, (Palembang-Sumatera Selatan, Grafika Teelindo Press, 2014).
http://aalsaprialman-longlife-education.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-pendidikan-islam-pada-dinasti.html.


http://www.nuryandi.com/2013/01/latar-belakang-sosial-politik-kemajuan_4640.html.

Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2011). Hlm. 89-99

http://ab-dina.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-islam-masa-abbasiyah.html.

http://zahfizahroturrofiah.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa.html





[1]Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakkarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). Hlm. 42
[2]Rusmaini, Ilmu Pendidikan, (Palembang-Sumatera Selatan, Grafika Teelindo Press, 2014). Hlm. 145
[3]http://aalsaprialman-longlife-education.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-pendidikan-islam-pada-dinasti.html. Tanggal 29 Mei 2016. Pukul 09:00 WIB
[6]http://thoriqulmubtadi. Ibid.,
[8]http://www.nuryandi.com/2013/01/latar-belakang-sosial-politik-kemajuan_4640.html. Tanggal 28 Mei 2016. Pukul 16:00 WIB

[9]Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2011). Hlm. 89-99
[10]Rusmaini, Op.Cit..,Hlm. 148
[12]Rusmaini, Op. Cit., Hlm. 145
[13]http://ab-dina.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-islam-masa-abbasiyah.html. tanggal 28 mei 2016. Pukul 16:25 WIB
[14] http://zahfizahroturrofiah.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar