MAKALAH
TEMA-TEMA KARYA
SEJARAH ISLAM PADA PERIODE KLASIK DAN PERTENGAHAN: (SEJARAH DINASTI, BIOGRAFI
DAN AL-ANSOB
DOSEN PENGAMPU:
NYAYU SORAYA, M.Pd.I
Di susun oleh
kelompok 6:
Ardi Prabowo
(1532100087)
Aby
Syarippunahar (1532100071)
Delva Amelia Futri
(1532100097)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM TAHUN AJARAN 2015/2016
Tema-tema karya sejarah islam
pada periode klasik dan pertengahan tentang aliran-aliran penulisan sejarah di
awal masa kebangkitan islam. Setiap aliran itu menggunakan metode dan tema yang
berbeda. Aliran madinah, misalnya, mengembangkan penulisan sejarah bertolak
dari pengumpulan hadits Nabi. Para sejarawan memperluas ruang gerak
penelitiannya seperti al-maghazi (perang-perang yang dipimpin Nabi
Muhammad saw). Dari al-maghazi ini penulisan sejarah aliran madinah
melahirkan penulisan sirah (biografi) Nabi Muhammad saw.
Sementara itu, untuk kepentingan
penelitian hadits, para ulama juga menyusun biografi para sahabat dan kemudian
berkembang menjadi kumpulan biografi para ulama. Aliran Yaman yang menyumbang
penulisan sejarah pra-islam, banyak menulis sejarah bangsa-bangsa dan
kerajaan-kerajaan sebelum islam, sebagaimana yang dilakukan oleh Wahb
al-Munabbih. Sedangkan aliran irak menyumbang penulisan al-ansab (nasab,garis
keturunan) di samping peristiwa-peristiwa politik yang “baru” terjadi dalam
sejarah islam.
Sehubungan dengan tema-tema
sejarah, masalah yang sedang dibahas, yang perlu diingat adalah bahwa dalam
historiografi awal dalam islam tersebut di atas dapat diketahui bahwa tema-tema
sejarah sudah mulai beragam.
Meskipun terjadi pertemuan tiga aliran
tersebut di atas dengan terhimpunnya tema-tema sejarah kedalam satu karya
besar, karya-karya tematik yang sudah dimulai sejak awal perkembangan historiografi dalam islam itu terus juga
berlanjut.[1]
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa pada masa klasik dan
pertengahan, penulisan sejarah dalam islam ada yang berupa sejarah umum dan ada
juga yang membatasi diri pada tema-tema tertentu.
Keduanya mengalami perkembangan
pesat. Meskipun demikian, para sejarawan muslim di periode pertengahan sudah
mulai mencoba mengklasifikasi karya-karya sejarah itu kedalam tema tertentu,
sesuai dengan informasi sejarah yang dikandungnya.
1.
Bagaimana sejarah dinasti pada
periode klasik dan pertengahan.
2.
Bagaimana penulisan biografi pada
awal penulisan.
3.
Apa yang dimaksud dengan
al-ansob.
1.
Hanya membahas tentang sejarah
dinasti
2.
Hanya membahas tentang biografi
dalam sejarah.
3.
Hanya membahas tentang al-ansob.
Perkataan Arab untuk dinasti
adalah dawlah. Secara semantik, kata dawlah mempunyai arti
“peredaran dan giliran”, dan pengertian ini, dalam islam dihubungkan dengan
teori penggantian penguasa seperti terjadi pada masa al-kindi, yang menulis
karya berjudul Risalah fi Mulk al-Arab. Dalam karya -karya sejarah,
perkataan dawlah selalu dipergunakan dengan pengertian dinasti.
Sejarah dinasti ini, sebagaimana
dapat dilihat pada perkembangan awal penulisan sejarah dalam islam, sudah ada
sejak pertama kali historiografi berkembang dalam islam. Sejarah dinasti ini
sangat memberi warna penulisan sejarah dalam islam. Muhammad ibn Ishaq Yasar,
Dia juga meninggalkan karya sejarah yag berjudul Tarikh al-Khulafa (
sejarah para khalifah ), berisi hal-hal yang berhubungan dengan pemerintah
Khulafaur Rasyidin dan khalifah-khalifah bani Umayyah.
Dalam penulisan sejarah dinasti
Pra-islam, sebagaimana terdapat di dalam karya-karya ibn Ishaq, al-Thabari,
al-Mas’udi, dan sebagainya, pada umumnya terdapat suatu kesulitan, karena
orang-orang islam tidak pernah menemukan sistem penentuan waktu untuk periode
pra islam, seperti waktu sebelum Masehi (SM) yang biasanya dipergunakan oleh
penulis-penulis barat.[2]
Diantara sejarawan muslim yang paling pertama yang menulis sejarah dengan
menggunakan pendekatan dinasti dan masa pemerintah adalah Ahmad ibn Abi Ya’qubi
ibn Wadhih, yang dikenal dengan al-Ya’qubi.
Sebagian besar sejarawan Arab
muslim yang mengambil metode penulisan sejarah ini, seperti ibn al-udzari dalam
kitabnya kitab Al-ma’rif.[3]
Ibn Al-udzari ketika menulis
tentang berdirinya Dinasti Bani Umayyah di Andalusia dan keamiran
‘Abd al-rahman ibn Mua’awwiyah, menjelaskan terlebih dahulu tentang nasobnya
dan gelar-gelarnya, disebutkan nama ibunya, sejarah kelahirannya, negeri tumpah
darahnya, peristiwa wafatnya, sejarah pembaitannya sebagai amir, dan
disebutkan juga nama-nama dan
menterinya, nama-nama sekretaris dan qadinya, sifat-sifatnya dan nama
putera-puterinya
Dia semasa dengan al-Thabari, Disamping
seorang sejarawan, dia juga dikenal sebagai seorang sejarawan pengembara. Karya
sejarahnya terdiri atas dua jilid, Pertama tentang sejarah klasik. Di
dalam bagian ini dia memaparkan gagasan/pemikiran sejarah dunia pada masa pra
islam dan sejarah islam berdasarkan kronologi. Kedua, berbicara tentang
sejarah islam. Dalam menulis informasi sejarah dia menyusunnya
berdasarkan urutan para khalifah dengan tetap memperhatikan urutan peristiwa
berdasarkan tahun. Dia memulainya dengan kelahiran Nabi Muhammad saw.
Dari karya-karya sejarah dinasti
tersebut, kita dapat menyatakan bahwa perkembangan penulisan sejarah dinasti
ini sejalan dengan perkembangan sejarah politik dalam islam. Historiografi
dinasti ini sudah dimulai sejak awal ke-3 H, dan semakin mengalami perkembangan
pesat setelah dunia politik islam mengalami disintegrasi politik, dengan
munculnya dinasti-dinasti kecil yang saling berkompetisi. Pada waktu itu,
penulisan sejarah dinasti ini menjadi alat propaganda politik. Akibatnya,
obyektivitas berkurang terutama, karena penulis sejarah kebanyakan berasal dari
kalangan istana.
Perkembangan penulisan biografi
dalam sejarah islam, dimulai dengan penulisan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW
yang lebih dikenal dengan sirah al-Nabi Wa Magazih (riwayat hidup Nabi
saw. dan perang-perangnya). Setelah itu, biografi para sahabat, para tabi’in,
dan tabi’i al tabi’in, terutama mereka yang merawikan hadis.
Penulisasn biografi Nabi Muhammad
SAW (al-sirah al-Nabawiyah), para sahabat, dan para perawi hadis
tersebut dapat dikatakan salah satu bentuk penulisan sejarah islam yang
pertama. Karena subjek biografi tersebut adalah Nabi SAW, para sahabat dan para
perawi hadits, maka terlihat dengan jelas bahwa penulisan biografi itu sangat
berhubungan erat dengan kepentingan ilmu hadits. Salah satu tolak ukur
terpenting yang berkaitan dengan sahih tidaknya sebuah hadits adalah kekuatan
hapalan, kejujuran, dan ketakwaan perawinya.
Tolak ukur itulah yang memotivasi
para sejarawan pertama menyusun biografi para perawi hadits. Dalam perkembangan
selanjutnya, muncul dan berkembang pula penulisan biografi para tokoh
pemerintahan (politik) dan para ilmuan. Akan tetapi penulisan biografi terakhir
ini berkembang dengan caranya sendiri. Dalam tahap pertama biografi para tokoh
atau ulama hanya diselipkan dalam karya-karya sejarah yang berbentuk sejarah
dinasti atau sejarah umum yang ditulis secara kronologis (hauliat,berdasarkan
urutan tahun). Ketika itu penulis sejarah mencantumkan tokoh-tokoh yang
meninggal dunia pada akhir setiap tahun yang bersangkutan.
Oleh para pengamat historiogarafi
islam, corak sisipan ini belum dipandang sebagai sebuah karya biografi, tetapi
dapat dikatakan sebagai embrionya. Baru dalam perkembangan selanjutnya muncul karya-karya biografi khusus, yang
telah memisahkan diri dari penuulisan sejarah dinasti atau sejarah umum itu
yaitu:
Al-sirah secara
semantik berarti perjalanan. Dalam terminologi historiografi, al-sirah berarti
perjalanan hidup atau biografi. Apabila disebut al-sirah saja, tanpa
dikaitkan dengan nama tokoh tertentu sesudahnya, maka yang dimaksudkan adalah
perjalanan hidup atau biogarafi Nabi Muhammad SAW. Hal itu karena banyaknya
karya al-sirah yang berhubungan dengan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW.
Demikian pentingnya pengetahuan tentang sejarah perjalanan hidup Nabi Muhammad
SAW. Itu, membuat al-sirah dipandang sebagai ilmu yang sangat penting
bagi keilmuan islam.[4]
kajian tentang al-sirah ini terdapat dalam ilmu-ilmu keislaman lainya,
yaitu al-tarikh (sejarah),
hadits dan fikih. Meskipun demikian, al-sirah mempunyai kedudukan
tersendiri dan oleh karena itu merupakan ilmu khusus yang berbeda.
Ilmu al-sirah bagi umat
islam dinilai sangat penting karena melalui pengetahuan yang mendetail tentang
kehidupan Nabi muhammad dengan segala aspeknya, umat islam dapat mengambil
faidah daripadanya berupa ikhtibar, nasihat, hukum-hukum, prinsip-prinsip kehidupan,
dan nilai-nilai.
Sebagaimana dinyatakan didalam
al-Qur’an, Nabi Muhammad bagi umat islam adalah teladan yang harus ditiru. Oleh
karena itu kaidah yang di ambil dari ilmu al-sirah itu harus dijadikan
petunjuk yang harus menerangi jalan kehidupan umat islam. Dalam hal ini dia
disebut dengan fiqh al-sirah.
Arti penting lainya adalah bahwa
perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Merupakan terjemahan praktis dari
al-Qur’an. Aisyah istri Nabi pernah berkata, “akhlak Nabi adalah al-Quran”.
Sehubungan dengan itu, ajaran-ajaran yang berkaitan dengan iman, akidah,
ibadah, dan muamalah diterjemahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Melalui hidupnya
sendiri. Oleh karena itu, mengetahui al-sirah akan menolong seseorang
untuk memahami al-Qur’an dan Islam.
Para sejarawan generasi pertama
yang menulis al-sirah (riwayat hidup Nabi muhammad SAW) dan maghazi
(perang-perang Nabi SAW) DI Mekkah dan Madinah, dapat dibagi menjadi tiga
peringkat (generasi) :peringkat pertama merupakan generasi peralihan dari ilmu
hadis kepenulisan sejarah (biografi). Mereka adalah Aban bin Usman bin Affan,
(105 H), peringkat kedua merupakan generasi ketika penulisan biografi mulai berdiri sendiri sebaagai ilmu, terdiri
atas Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm (135 H), peringkat ketiga yaitu generasi
ketika ilmu ini mulali mengalami perkembangan, para tokoh-tokohnya: Musa bin
Uqbah (141 h), Muhammad bin Ishaq bin Yasar (152 h).
Disamping biografi Nabi Muhammad
SAW. Pnulisan biografi seorang tokoh yang berdiri sendiri jga bermunculan.
Bentuk penulisan biografi Nabi SAW. (al-sirah) itu selanjutnya diikuti
juga oleh tokoh-tokoh keturunan Ali bin Abi Thalib, seperti Husein bin Ali dan
Zaid bin Ali. Lebih lanjut banyak pula para penguasa yang memerintahkan kepada
para sekretarisnya untuk menulis biografinya untuk tujuan pewarisan nilai.
Misalnya biografi Khalifah Abasiah al-Mu’tadid (279-290 H/892-902 M) yang
ditulis oleh Tsabit bin Qurah (836-901) dan anaknya sinan bin Tsabit.
Dalam menulis biografi para
penguasa itu, para sejarawan muslim mempunyai kelebihan tersendiri karena
mereka sangat memperhatikanpersoaalan-persoalan akhlak dan administrasi, yang,
menurut Franz Rosenthal, merupakan pengaruh dari penulisan sejarah bangsa
persia terhadap sejarawan arab klasik. Sejaarah persia membagi materi-materi
sejaarah berdasarkan masa pemerintahan, dan sejarawan persia itu berpendapat
bahwa akhlak penguasa dan administrasi politik pada masanya merupakan sesuatu
yang paling penting dan menentukan perjalanan sejarah.
Disamping itu ada juga biogrfi
seorang ulama yang ditulis secara tersendiri, seperti karya as-Sakhawi tentang
gurunya ilmu hajar al-Askholani yang berjudul aljawahir wa al-durar fi tarjamat
ibn Hajjar (permata dan mutiara tentang riwayat hidup ibn Hajjar. Biografi
seorang tokoh, baik tokoh politik maupun ilmuwan, yang berdiri sendiri, terus
berkembang dengan jumlah yang semakin meningkat sampai sekarang.
Thabaqat secara
semantik berarti lapisan. Dalam historiografi Islam, Thabaqot berarti kumpuln
biografi tokoh yang berdasarkan pelapisan generasi. Dewasa ini, al-thabaqat
biasanya menghimpun sejumlahb tokoh dalam bidang ilmu tertentu, seperti para
ahli fikih, para qadhi (hakim agama), ahli syair (sastrawan), dokter dan lain
sebagainya. Lapisan disini kecuali kasus para sahabat dan tabi’in lebih
menunjukkan lapisan generasi, dan bukan tingkat-tingkat ketokohan.[5]
Para sejarawan muslim sendiri
tidak berseopakat tentang beberapa lama satu generasi berlangsung. Sebagian
mereka meyatakan bahwa bahwa suatu lapisan itu adalah 20 tahun, sebagian lagi
menyatakan 40 tahun, dan sebagian lainya 10 tahun.
Oleh karena jumlah biografi para
tokoh itu sangat banyak, maka sejak awal sekali perkembangan penulisan thabaqat
ini sudah dikenal pembagian para tokoh itu berdasarkan daerah. Misalnya,
Muhammad ibn Sa’ad, salah sseorang penulis thabaqat yang paaling awal
mencantumkan didalam karya besarnya bab khusus mengenai orang-orang kuffah dan
basrah. Didalam bab-bab ini para sahabat yang mempunyai hubungan dengan kuffah
dan basrah yang sebelumya sudah disebut diulangi sekali lagi, walaupun secara
ringkas.
Penulisan al-Thabaqat ini
berkembang sejak awal penulisan sejarah islam dan bertahan sampai sekarang.
Faktor utama yaang menyebabkan berkembangnya penuulisan kumpulan biografi dalam
historiografi islam adalah perhatian besar ulama islam kepada ilmu hadis
(terutama tentang biografi Nabi SAW). Dan ilmu keritik hadis (bagi generasi
sahabat dan generasi sesudahnya) yang menentukan sahih tidaknya sebuah hadis
melaui penilaian terhadap perawi hadis itu.
Setelah itu, penulisan al-thabaqat
menjadi lebih luas sehingga juga meliputi ilmuan-ilmuan yang tidak termasuk
dalam kategori keagamaan islam, seperti thabaqat al-athibba karya ibn
Abi ushaibi’ah, thabaqat al-syu’ara karya ibn al-Mu’tazz, thabaqat al
nahwiyyin dan lain-lain.
Bahkan, didalam klasifikasi
al-zahabi dan al sakhawi diatas, dalam perkembangannya termasuk pula, missalnya
, biografi orang kaya, pengemis, pemberani, ali nujun, dan lain - lain.
Setelah berkembangnya penulisan sirah
Nabi Muhammad SAW penulisan biografi para sahabat terutama yang menonjol
dan berhasil dalam menjalankan kepemimpinan juga mendapat perhatian. Penulisan
ini dibutuhkan sebagai petunjuk dalam menjalankan organisasi sosial islam.[6]
Dalam ilmu kritik hadits,
biografi para sahabat sudah menjadi topik pembahasan
karena dalam pandangan para ahli krtitik hadits para sahabat dipandang sebagi seluruhnya jujur dan mempunyai otoritas dalam meriwayatkan hadits.
Namun pengetahuan terhadap
biografi merekatetap penting karena mereka adalah generasi pertama yang
menerima hadits langsung dari Rasulullah SAW. Berdasarkan pengetahuan terhadap
biografi mereka dapat diketahu apakah sebuah hadits,
silsilahnya bersambung pada nabi Muhammmad SAW. Atau tidak.
Untuk kepentingan itulah,
pengetahuan terhadap biografi para sahabat menjadi sangat penting bagi para
perawi dan terutama bagi para ahli krtitik hadits. Kepentingan itu merupakan
faktor utama dan pertama yang menyebabkan berkembangnya penulisan biografi para
sahabat.
Para sejarahwan generasi pertama
yang menulis kumpulan biografi sahabat diantaranya adalah Muhammad bin Sa’ad
bin Muni Al- Zuhri (230 H) didalam kitabnya at-thabaqat al-kubro. Kemudian ali
bin al madini (222 H) dalam kitabnya yang berjudul ma’rifat man nazal as
shahabah min sair al buldan. Kemudian khalifah bin khayyat al ashfuri (240
H) dalam kitabnya yang berjudul at thabaqat.
Penulisan biografi tokoh setelah
generasi sahabat, sebagaimana telah disebutkan, pertama-tama ada hubungannya
dengan kepentingan ilmu kritik hadits ( Al - Jarh wa al - ta’dil). Oleh
karena itu, biografi tokoh semacam ini adalah biografi para perawi hadits.[7]
Dalam perkembangan berikutnya,
penulisan sejarah semakin lama semakin berpusat pada orang-orang yang memegang
kekuasaan. Olehh karena itu, biografi para khalifah dan para pejabat tinggi
serta orang-orang yang berpengaruh lainnya, juga ikut berkembang.
Apalagi pada masa awal
perkembangan islam, masyarakat tampaknya sangat tergantung kepada kepemimpinan
seorang tokoh. Maju mundurnya masyarakat dipandang sebagi hasil karya
kepemimpinan individual. Kumpulan biografi para penguasa dan pejabat pemerintah
ditulis oleh : Jalal al-din al suyuti (1445-1505) dalam karya sejarah yang
berjudul tarikh al khulafah (sejarah para khalifah).
Dalam bidang ilmu keagamaan dan
biografi para pemikir aliran teologi serta mazhab fiqh. Kumpulan biografi para
ilmuwan ini, ada yang menghidangkan biografi para ahli fiqh pada umumnya (thabaqat
al-fuqaha) ada juga yang menghidangkan kumpulan biografi ahli fiqh dari
mazhab tertentu saja. Disamping itu ada pula kumpulan biografi kiraah (thabaqat
al-kurroii), kumpulan biografi para hafidz ( thabaqat al-huffazh), kumpulan
biografi para ahli nahu ahli bahasa, para penyair , kemudian biografi para
suffi, qadi (hakim).
Banyaknya muncul karya-karya
biografi dalam sejarah islam itu,dalam perkembangannya melahirkan banyak
variasi bentuk, isi ,cara penguraian, dan sudut pandang. Pada masa ppermulaan
penulisan biografi, tanggal kematian subjek biografi dapat diketahui secara
pasti, tetapi tanggal kelahiran mereka jarang diketahui, kecuali dalam kasus -
kasus tertentu, yang biasanya memang disebutkan sedniri oleh tokoh
bersangkutan. Bentuk penulisan seperti itu terjadi karena tanggal kelahiran
tokoh masih banyak yang belum diketahui dan penulisan biografi pada masa itu
lebih didasarkan kepada tanggal kematian. Namun, dalam perkembangan lebih
lanjut pada abad ke - 6 H / 12 M, tanggal lahir juga mendaapat perhatian
serius, sehingga riwayat hidup seorang tokoh dapat diketahui secara lebih tepat
dan rinci.
Contohnya adalah karya dari
ad-Dzahabi yang berjudul tarikh al-islam wa thabaqat masyahir al-alam (sejarah
islam dan strata tookoh-tokoh yang termasyhur), sebanyak 12 jilid dan disusun
secara kronologis, sejak permulaan islam sampai tahun 700 H. Didalam kitab ini,
sebagaimana telah dituliskan biografi, penulisan dimulai dengan tanggal
kelahiran dan di akhiri dengan kematian.
Akan tetapi berbeda dengan itu,
al-khaatib al-baghadadi dalam bukunya yang berjudul tarikh baghdad, penulisan biografi dimulai dengan tanggal lahir dan
tanggal kematian, baru setelah itu dipaparkan sifat-sifat khusus pribadi tokoh
bersangkutan.
Historiografi tsabaqat sangat
bessar nilainya bagi sejarawan masa sekarang, karena karya seperti itu
menghimpun banyak informasi penting yang terkadang langkah atau sulit didapat
didalam karya tulis lainya. Melalui karya biografi ini kehidupan intelektual
suatu daerah atau wilayah pada suatu masa tertentu dapat terungkap. Dengan
demikian, karya-karya semacam itu pada masa sekarang ini meruakan sumber utama
dalam penulisan sejarah intelektual, karena dari sana dapat terungkap motivasi
intelektual seorang ulama, teologinya, ideologinya, orientasi berpikirnya,
faktor-faktor pendukung dan tujuannya. Disamping itu, karya biografi juga
merupakan bahan penting untuk menguungkap perkembangan historiografi itu
sendiri, karena biografi mrupakan bagian penting dari historiografi.
sejak masa jahiliah orang-orang
Arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuan tentang nasab. Setiap
kabilah menghafal silsilahnya dan membangga-banggakannaya terhadap kabilah-kabilah
lain. Akan tetapi, karena masih tradisi islam, al-ansob pra-islam itu belom
sepenuhnya dapat dikatakan sebagai satu bentuk ekspresi kesadaran sejarah.[8]
Perhatian orang-orang arab
terhadap kajian genealogi ini terus berlanjut sampai masa islam. Sebagai mana
telah disebutkan pada sejarawan aliran irak yang ahli pada bidang ansab (genealogies,
silsilah) kabilah-kabilah menulis buku-bukub yang memuat silsilah inni.
Merekapun didukung oleh para penguasa dari kalangan bani umayyah yang sangat
berorientasi keakrapan itu pada masa awal kebangkitan islam, perhatian terhadap
penulisan al-ansab memang mulai oleh aliran irak. Namun, dibandingkan
dengan 2 tema (dinasti dan biografi), tema ini tidak begitu populer.
salah satu monograp yang
berkenaan dengan garis keturunan yang mula-mula sekali adalah kitab hadzfu-nasab
quraisy. Yang berkenaaan denga keluarga-keluarga kecil suku quraisy yang
disusun oleh Mu’arrij ibn “Amr al-Sadusi. Yang lainya adalah Abu al Munzir
Hisyam ibn Muhammad ibn al-Sa’ib ibn Basyhar al-Kalbi (146 H/763M). Sejarawan
yang lahir di kuffah ini adalah seorang ahli nasab. Didalam mengumpulkan
informasi mengenai garis keturunan dia mengadakan hubungan dengan ahli-ahli
nasab yang terkenal tiap-tiap kabilah. Dalam pandangan politik al-Kalbi adalah
anti Bni umayyah. Kitabnya yang paling menonjol ialah al-Nasab al-Kabir
yang isinya meliputi nasab kabilah-kabilah Arab terkemuka. Di samping itu dia
juga menyusun suatu kitab yang berjudul Nasab Fubul al-Khayli fi
al-jabiliyah wa al-islam.
Sejarawan lain yang juga
mengembangkan penulisan al-ansab ini adalah Abu al-Yaqzhan (190 H/805
M). Nama aslinya Suhaym. Dia adalah ahli nasab pertama yang menyusun
suatu kitab tentang nasab Bani Tamin dan Khindif. Karya-karyanya tidak
diketemukan lagi,tetapi isi karya-karyanya dapat diketahui dari karya-karya
penulis sejarah kemudian yang sengaja mengutip karyanya.
Setelah abad ke-9 M, karya al-ansab
ini juga terdapat di Madrid dan Spanyol-islam. Ilmu an-ansab ini di
Spanyol-Islam mendapat perhatian besar, bahkan mungkin dapat dikatakan sebagai
lebih besar dari pada ilmu-ilmu keagamaan Islam. Banyak sejarawan yang
mengarang tentangnya diantara yang terpenting adalah “abd al Malik ibn Habib,
Ahmad al-Razi, Muhammad ibn Hazm al-kurtubi, dan ibn” Abd-barr.
Faktor penyebabnya adalah karena
setelah berdirinya masyarakat andalusia islam, disana hidup berbagai masyarakat
yang berbeda etnis seperti Arab, Bar-bar, dan keturunan Arab (indo). Hal ini
menjadi tempat subur bagi tumbuhnya penulisan al-ansab.
faktor lain yang mendukung
perkembangan penulisan al-ansab di Spanyol-islam adalah, karena sejarah
islam di Spanyol tidak dapat dipisahkan dari sejarah dinasti Bani umayyah yang
sebagaimana di Damaskus sangat berorientasi keakraban. Faktor lain yang
mendorong berkembangnya penulisan al-ansab di Spanyol-islam adalah,
karena sejarah politik disana sangat diwarnai oleh pesaingan etnis, baik antara
Arab Utara Arab Selatan maupun Arab Antara Barbar.
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan penulisan al-ansab ini berkembang dengan masa klasik islam. Diantaranya
adalah:
1.
Tradisi al-ansab merupakan
tradisi yang hidup dan banyak diminati orang Arab sejak sebelum islam.
2.
Lembaga diwan
(administrasi pemerintah) yang diciptakan oleh khalifah Umar bin Khatab
menetapkan besarnya hadiah kepada kaum muslimin berdasarkan jauh dekatnya
seseorang dengan Nabi Muhammad SAW. Dan sahabat-sahabat besar Nabi.
3.
Persaingan politk antara
kabilah-kabilah Arab di negeri-negeri “baru”.
4.
Munculnya rasa kefanatikan
pengikut Ali bin Abi Thalib.
5.
Pada massa Bani Umayyah karena
didorong oleh tujuan-tujuan politik, pengetahuan dan penulisan mengenai nasab
ini mendapat perhatian dan dukungan dari khalifah.
6.
Munculnya gerakan syu’Abiyah (secara
harfiah berarti kebangsaan) dimasa pemerintahan Bani Abas.
Sejarah dinasti ini, sebagaimana
dapat dilihat pada perkembangan awal penulisan sejarah dalam islam, sudah ada
sejak pertama kali historiografi berkembang dalam islam. Diantara sejarawan
muslim yang paling pertama yang menulis sejarah dengan menggunakan pendekatan
dinasti dan masa pemerintah adalah Ahmad ibn Abi Ya’qubi ibn Wadhih, yang
dikenal dengan al-Ya’qubi.Sebagian besar sejarawan Arab muslim yang mengambil
metode penulisan sejarah ini, seperti ibn al-udzari dalam kitabnya kitab
Al-ma’rif.
Perkembangan penulisan biografi
dalam sejarah islam, dimulai dengan penulisan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW
yang lebih dikenal dengan sirah al-Nabi Wa Magazih (riwayat hidup Nabi
saw.dan perang-perangnya). Penulisasn
biografi Nabi Muhammad SAW (al-sirah al-Nabawiyah), para sahabat, dan
para perawi hadis tersebut dapat dikatakan salah satu bentuk penulisan sejarah
islam yang pertama.
Al-ansab yang artinya adalah
silsilah, al-ansab adalah kata jamak dari kata nasab yang berarti silsilah
(genealogi). Sejak masa jahiliah orang-orang Arab sangat memperhatikan dan
memelihara pengetahuan tentang nasab. Jadi setiap kabilah semua menghafalnya
silsilahnya, dan menghafal anggota keluargannya agar tetap murni dan silsilah
itu dibanggakan terhadap kabilah lain.
v Yatim Badri. 1997. Historiografi islam, Palembang:
PT Logos Wacana Ilmu
v Abdul Yusri Abdullah Ghani. 2004. Historiografi Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
[3] Yusri Abdul Ghani
Abdullah, Historiografi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004). Hal 110
Tidak ada komentar:
Posting Komentar