Kamis, 21 Juli 2016

Kel. 6 Tema Karya Sejarah Klasik dan Pertengahan



MAKALAH

TEMA-TEMA KARYA SEJARAH ISLAM PADA PERIODE KLASIK DAN PERTENGAHAN: (SEJARAH DINASTI, BIOGRAFI DAN AL-ANSOB


DOSEN PENGAMPU: NYAYU SORAYA, M.Pd.I

Di susun oleh kelompok 6:
Ardi Prabowo (1532100087)
Aby Syarippunahar (1532100071)
Delva Amelia Futri (1532100097)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TAHUN AJARAN 2015/2016





















Tema-tema karya sejarah islam pada periode klasik dan pertengahan tentang aliran-aliran penulisan sejarah di awal masa kebangkitan islam. Setiap aliran itu menggunakan metode dan tema yang berbeda. Aliran madinah, misalnya, mengembangkan penulisan sejarah bertolak dari pengumpulan hadits Nabi. Para sejarawan memperluas ruang gerak penelitiannya seperti al-maghazi (perang-perang yang dipimpin Nabi Muhammad saw). Dari al-maghazi ini penulisan sejarah aliran madinah melahirkan penulisan sirah (biografi) Nabi Muhammad saw.
Sementara itu, untuk kepentingan penelitian hadits, para ulama juga menyusun biografi para sahabat dan kemudian berkembang menjadi kumpulan biografi para ulama. Aliran Yaman yang menyumbang penulisan sejarah pra-islam, banyak menulis sejarah bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan sebelum islam, sebagaimana yang dilakukan oleh Wahb al-Munabbih. Sedangkan aliran irak menyumbang penulisan al-ansab (nasab,garis keturunan) di samping peristiwa-peristiwa politik yang “baru” terjadi dalam sejarah islam.
Sehubungan dengan tema-tema sejarah, masalah yang sedang dibahas, yang perlu diingat adalah bahwa dalam historiografi awal dalam islam tersebut di atas dapat diketahui bahwa tema-tema sejarah sudah mulai beragam.
 Meskipun terjadi pertemuan tiga aliran tersebut di atas dengan terhimpunnya tema-tema sejarah kedalam satu karya besar, karya-karya tematik yang sudah dimulai sejak awal perkembangan  historiografi dalam islam itu terus juga berlanjut.[1] Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa pada masa klasik dan pertengahan, penulisan sejarah dalam islam ada yang berupa sejarah umum dan ada juga yang membatasi diri pada tema-tema tertentu.
Keduanya mengalami perkembangan pesat. Meskipun demikian, para sejarawan muslim di periode pertengahan sudah mulai mencoba mengklasifikasi karya-karya sejarah itu kedalam tema tertentu, sesuai dengan informasi sejarah yang dikandungnya.

1.        Bagaimana sejarah dinasti pada periode klasik dan pertengahan.
2.        Bagaimana penulisan biografi pada awal penulisan.
3.        Apa yang dimaksud dengan al-ansob.
1.        Hanya membahas tentang sejarah dinasti
2.        Hanya membahas tentang biografi dalam sejarah.
3.        Hanya membahas tentang al-ansob.




















Perkataan Arab untuk dinasti adalah dawlah. Secara semantik, kata dawlah mempunyai arti “peredaran dan giliran”, dan pengertian ini, dalam islam dihubungkan dengan teori penggantian penguasa seperti terjadi pada masa al-kindi, yang menulis karya berjudul Risalah fi Mulk al-Arab. Dalam karya -karya sejarah, perkataan dawlah selalu dipergunakan dengan pengertian dinasti.
Sejarah dinasti ini, sebagaimana dapat dilihat pada perkembangan awal penulisan sejarah dalam islam, sudah ada sejak pertama kali historiografi berkembang dalam islam. Sejarah dinasti ini sangat memberi warna penulisan sejarah dalam islam. Muhammad ibn Ishaq Yasar, Dia juga meninggalkan karya sejarah yag berjudul Tarikh al-Khulafa ( sejarah para khalifah ), berisi hal-hal yang berhubungan dengan pemerintah Khulafaur Rasyidin dan khalifah-khalifah bani Umayyah.
Dalam penulisan sejarah dinasti Pra-islam, sebagaimana terdapat di dalam karya-karya ibn Ishaq, al-Thabari, al-Mas’udi, dan sebagainya, pada umumnya terdapat suatu kesulitan, karena orang-orang islam tidak pernah menemukan sistem penentuan waktu untuk periode pra islam, seperti waktu sebelum Masehi (SM) yang biasanya dipergunakan oleh penulis-penulis barat.[2] Diantara sejarawan muslim yang paling pertama yang menulis sejarah dengan menggunakan pendekatan dinasti dan masa pemerintah adalah Ahmad ibn Abi Ya’qubi ibn Wadhih, yang dikenal dengan al-Ya’qubi.
Sebagian besar sejarawan Arab muslim yang mengambil metode penulisan sejarah ini, seperti ibn al-udzari dalam kitabnya kitab Al-ma’rif.[3]



Ibn Al-udzari ketika menulis tentang berdirinya Dinasti Bani Umayyah di Andalusia dan keamiran ‘Abd al-rahman ibn Mua’awwiyah, menjelaskan terlebih dahulu tentang nasobnya dan gelar-gelarnya, disebutkan nama ibunya, sejarah kelahirannya, negeri tumpah darahnya, peristiwa wafatnya, sejarah pembaitannya sebagai amir, dan disebutkan juga nama-nama  dan menterinya, nama-nama sekretaris dan qadinya, sifat-sifatnya dan nama putera-puterinya
 Dia semasa dengan al-Thabari, Disamping seorang sejarawan, dia juga dikenal sebagai seorang sejarawan pengembara. Karya sejarahnya terdiri atas dua jilid, Pertama tentang sejarah klasik. Di dalam bagian ini dia memaparkan gagasan/pemikiran sejarah dunia pada masa pra islam dan sejarah islam berdasarkan kronologi. Kedua, berbicara tentang sejarah islam. Dalam menulis informasi sejarah dia menyusunnya berdasarkan urutan para khalifah dengan tetap memperhatikan urutan peristiwa berdasarkan tahun. Dia memulainya dengan kelahiran Nabi Muhammad saw.
Dari karya-karya sejarah dinasti tersebut, kita dapat menyatakan bahwa perkembangan penulisan sejarah dinasti ini sejalan dengan perkembangan sejarah politik dalam islam. Historiografi dinasti ini sudah dimulai sejak awal ke-3 H, dan semakin mengalami perkembangan pesat setelah dunia politik islam mengalami disintegrasi politik, dengan munculnya dinasti-dinasti kecil yang saling berkompetisi. Pada waktu itu, penulisan sejarah dinasti ini menjadi alat propaganda politik. Akibatnya, obyektivitas berkurang terutama, karena penulis sejarah kebanyakan berasal dari kalangan istana.









Perkembangan penulisan biografi dalam sejarah islam, dimulai dengan penulisan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang lebih dikenal dengan sirah al-Nabi Wa Magazih (riwayat hidup Nabi saw. dan perang-perangnya). Setelah itu, biografi para sahabat, para tabi’in, dan tabi’i al tabi’in, terutama mereka yang merawikan hadis.
Penulisasn biografi Nabi Muhammad SAW (al-sirah al-Nabawiyah), para sahabat, dan para perawi hadis tersebut dapat dikatakan salah satu bentuk penulisan sejarah islam yang pertama. Karena subjek biografi tersebut adalah Nabi SAW, para sahabat dan para perawi hadits, maka terlihat dengan jelas bahwa penulisan biografi itu sangat berhubungan erat dengan kepentingan ilmu hadits. Salah satu tolak ukur terpenting yang berkaitan dengan sahih tidaknya sebuah hadits adalah kekuatan hapalan, kejujuran, dan ketakwaan perawinya.
Tolak ukur itulah yang memotivasi para sejarawan pertama menyusun biografi para perawi hadits. Dalam perkembangan selanjutnya, muncul dan berkembang pula penulisan biografi para tokoh pemerintahan (politik) dan para ilmuan. Akan tetapi penulisan biografi terakhir ini berkembang dengan caranya sendiri. Dalam tahap pertama biografi para tokoh atau ulama hanya diselipkan dalam karya-karya sejarah yang berbentuk sejarah dinasti atau sejarah umum yang ditulis secara kronologis (hauliat,berdasarkan urutan tahun). Ketika itu penulis sejarah mencantumkan tokoh-tokoh yang meninggal dunia pada akhir setiap tahun yang bersangkutan.
Oleh para pengamat historiogarafi islam, corak sisipan ini belum dipandang sebagai sebuah karya biografi, tetapi dapat dikatakan sebagai embrionya. Baru dalam perkembangan selanjutnya  muncul karya-karya biografi khusus, yang telah memisahkan diri dari penuulisan sejarah dinasti atau sejarah umum itu yaitu:




Al-sirah secara semantik berarti perjalanan. Dalam terminologi historiografi, al-sirah berarti perjalanan hidup atau biografi. Apabila disebut al-sirah saja, tanpa dikaitkan dengan nama tokoh tertentu sesudahnya, maka yang dimaksudkan adalah perjalanan hidup atau biogarafi Nabi Muhammad SAW. Hal itu karena banyaknya karya al-sirah yang berhubungan dengan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW. Demikian pentingnya pengetahuan tentang sejarah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Itu, membuat al-sirah dipandang sebagai ilmu yang sangat penting bagi keilmuan islam.[4]
kajian tentang al-sirah  ini terdapat dalam ilmu-ilmu keislaman lainya,            yaitu al-tarikh (sejarah), hadits dan fikih. Meskipun demikian, al-sirah mempunyai kedudukan tersendiri dan oleh karena itu merupakan ilmu khusus yang berbeda.
Ilmu al-sirah bagi umat islam dinilai sangat penting karena melalui pengetahuan yang mendetail tentang kehidupan Nabi muhammad dengan segala aspeknya, umat islam dapat mengambil faidah daripadanya berupa ikhtibar, nasihat, hukum-hukum, prinsip-prinsip kehidupan, dan nilai-nilai.
Sebagaimana dinyatakan didalam al-Qur’an, Nabi Muhammad bagi umat islam adalah teladan yang harus ditiru. Oleh karena itu kaidah yang di ambil dari ilmu al-sirah itu harus dijadikan petunjuk yang harus menerangi jalan kehidupan umat islam. Dalam hal ini dia disebut dengan fiqh al-sirah.
Arti penting lainya adalah bahwa perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Merupakan terjemahan praktis dari al-Qur’an. Aisyah istri Nabi pernah berkata, “akhlak Nabi adalah al-Quran”. Sehubungan dengan itu, ajaran-ajaran yang berkaitan dengan iman, akidah, ibadah, dan muamalah diterjemahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Melalui hidupnya sendiri. Oleh karena itu, mengetahui al-sirah akan menolong seseorang untuk memahami al-Qur’an dan Islam.
Para sejarawan generasi pertama yang menulis al-sirah (riwayat hidup Nabi muhammad SAW) dan maghazi (perang-perang Nabi SAW) DI Mekkah dan Madinah, dapat dibagi menjadi tiga peringkat (generasi) :peringkat pertama merupakan generasi peralihan dari ilmu hadis kepenulisan sejarah (biografi). Mereka adalah Aban bin Usman bin Affan, (105 H), peringkat kedua merupakan generasi ketika penulisan biografi  mulai berdiri sendiri sebaagai ilmu, terdiri atas Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm (135 H), peringkat ketiga yaitu generasi ketika ilmu ini mulali mengalami perkembangan, para tokoh-tokohnya: Musa bin Uqbah (141 h), Muhammad bin Ishaq bin Yasar (152 h).
Disamping biografi Nabi Muhammad SAW. Pnulisan biografi seorang tokoh yang berdiri sendiri jga bermunculan. Bentuk penulisan biografi Nabi SAW. (al-sirah) itu selanjutnya diikuti juga oleh tokoh-tokoh keturunan Ali bin Abi Thalib, seperti Husein bin Ali dan Zaid bin Ali. Lebih lanjut banyak pula para penguasa yang memerintahkan kepada para sekretarisnya untuk menulis biografinya untuk tujuan pewarisan nilai. Misalnya biografi Khalifah Abasiah al-Mu’tadid (279-290 H/892-902 M) yang ditulis oleh Tsabit bin Qurah (836-901) dan anaknya sinan bin Tsabit.
Dalam menulis biografi para penguasa itu, para sejarawan muslim mempunyai kelebihan tersendiri karena mereka sangat memperhatikanpersoaalan-persoalan akhlak dan administrasi, yang, menurut Franz Rosenthal, merupakan pengaruh dari penulisan sejarah bangsa persia terhadap sejarawan arab klasik. Sejaarah persia membagi materi-materi sejaarah berdasarkan masa pemerintahan, dan sejarawan persia itu berpendapat bahwa akhlak penguasa dan administrasi politik pada masanya merupakan sesuatu yang paling penting dan menentukan perjalanan sejarah.
Disamping itu ada juga biogrfi seorang ulama yang ditulis secara tersendiri, seperti karya as-Sakhawi tentang gurunya ilmu hajar al-Askholani yang berjudul aljawahir wa al-durar fi tarjamat ibn Hajjar (permata dan mutiara tentang riwayat hidup ibn Hajjar. Biografi seorang tokoh, baik tokoh politik maupun ilmuwan, yang berdiri sendiri, terus berkembang dengan jumlah yang semakin meningkat sampai sekarang.

Thabaqat secara semantik berarti lapisan. Dalam historiografi Islam, Thabaqot berarti kumpuln biografi tokoh yang berdasarkan pelapisan generasi. Dewasa ini, al-thabaqat biasanya menghimpun sejumlahb tokoh dalam bidang ilmu tertentu, seperti para ahli fikih, para qadhi (hakim agama), ahli syair (sastrawan), dokter dan lain sebagainya. Lapisan disini kecuali kasus para sahabat dan tabi’in lebih menunjukkan lapisan generasi, dan bukan tingkat-tingkat ketokohan.[5]
Para sejarawan muslim sendiri tidak berseopakat tentang beberapa lama satu generasi berlangsung. Sebagian mereka meyatakan bahwa bahwa suatu lapisan itu adalah 20 tahun, sebagian lagi menyatakan 40 tahun, dan sebagian lainya 10 tahun.
Oleh karena jumlah biografi para tokoh itu sangat banyak, maka sejak awal sekali perkembangan penulisan thabaqat ini sudah dikenal pembagian para tokoh itu berdasarkan daerah. Misalnya, Muhammad ibn Sa’ad, salah sseorang penulis thabaqat yang paaling awal mencantumkan didalam karya besarnya bab khusus mengenai orang-orang kuffah dan basrah. Didalam bab-bab ini para sahabat yang mempunyai hubungan dengan kuffah dan basrah yang sebelumya sudah disebut diulangi sekali lagi, walaupun secara ringkas.
Penulisan al-Thabaqat ini berkembang sejak awal penulisan sejarah islam dan bertahan sampai sekarang. Faktor utama yaang menyebabkan berkembangnya penuulisan kumpulan biografi dalam historiografi islam adalah perhatian besar ulama islam kepada ilmu hadis (terutama tentang biografi Nabi SAW). Dan ilmu keritik hadis (bagi generasi sahabat dan generasi sesudahnya) yang menentukan sahih tidaknya sebuah hadis melaui penilaian terhadap perawi hadis itu.
Setelah itu, penulisan al-thabaqat menjadi lebih luas sehingga juga meliputi ilmuan-ilmuan yang tidak termasuk dalam kategori keagamaan islam, seperti thabaqat al-athibba karya ibn Abi ushaibi’ah, thabaqat al-syu’ara karya ibn al-Mu’tazz, thabaqat al nahwiyyin dan lain-lain.
Bahkan, didalam klasifikasi al-zahabi dan al sakhawi diatas, dalam perkembangannya termasuk pula, missalnya , biografi orang kaya, pengemis, pemberani, ali nujun, dan lain - lain.

Setelah berkembangnya penulisan sirah Nabi Muhammad SAW penulisan biografi para sahabat terutama yang menonjol dan berhasil dalam menjalankan kepemimpinan juga mendapat perhatian. Penulisan ini dibutuhkan sebagai petunjuk dalam menjalankan organisasi sosial islam.[6]
Dalam ilmu kritik hadits, biografi para sahabat sudah menjadi topik         pembahasan karena dalam pandangan para ahli krtitik hadits para sahabat dipandang sebagi seluruhnya jujur dan mempunyai otoritas   dalam meriwayatkan hadits.
Namun pengetahuan terhadap biografi merekatetap penting karena mereka adalah generasi pertama yang menerima hadits langsung dari Rasulullah SAW. Berdasarkan pengetahuan terhadap biografi mereka dapat diketahu apakah sebuah hadits, silsilahnya bersambung pada nabi Muhammmad SAW. Atau tidak.
Untuk kepentingan itulah, pengetahuan terhadap biografi para sahabat menjadi sangat penting bagi para perawi dan terutama bagi para ahli krtitik hadits. Kepentingan itu merupakan faktor utama dan pertama yang menyebabkan berkembangnya penulisan biografi para sahabat.
Para sejarahwan generasi pertama yang menulis kumpulan biografi sahabat diantaranya adalah Muhammad bin Sa’ad bin Muni Al- Zuhri (230 H) didalam kitabnya at-thabaqat al-kubro. Kemudian ali bin al madini (222 H) dalam kitabnya yang berjudul ma’rifat man nazal as shahabah min sair al buldan. Kemudian khalifah bin khayyat al ashfuri (240 H) dalam kitabnya yang berjudul at thabaqat.

Penulisan biografi tokoh setelah generasi sahabat, sebagaimana telah disebutkan, pertama-tama ada hubungannya dengan kepentingan ilmu kritik hadits ( Al - Jarh wa al - ta’dil). Oleh karena itu, biografi tokoh semacam ini adalah biografi para perawi hadits.[7]

Dalam perkembangan berikutnya, penulisan sejarah semakin lama semakin berpusat pada orang-orang yang memegang kekuasaan. Olehh karena itu, biografi para khalifah dan para pejabat tinggi serta orang-orang yang berpengaruh lainnya, juga ikut berkembang.
Apalagi pada masa awal perkembangan islam, masyarakat tampaknya sangat tergantung kepada kepemimpinan seorang tokoh. Maju mundurnya masyarakat dipandang sebagi hasil karya kepemimpinan individual. Kumpulan biografi para penguasa dan pejabat pemerintah ditulis oleh : Jalal al-din al suyuti (1445-1505) dalam karya sejarah yang berjudul tarikh al khulafah (sejarah para khalifah).

Dalam bidang ilmu keagamaan dan biografi para pemikir aliran teologi serta mazhab fiqh. Kumpulan biografi para ilmuwan ini, ada yang menghidangkan biografi para ahli fiqh pada umumnya (thabaqat al-fuqaha) ada juga yang menghidangkan kumpulan biografi ahli fiqh dari mazhab tertentu saja. Disamping itu ada pula kumpulan biografi kiraah (thabaqat al-kurroii), kumpulan biografi para hafidz ( thabaqat al-huffazh), kumpulan biografi para ahli nahu ahli bahasa, para penyair , kemudian biografi para suffi, qadi (hakim).
Banyaknya muncul karya-karya biografi dalam sejarah islam itu,dalam perkembangannya melahirkan banyak variasi bentuk, isi ,cara penguraian, dan sudut pandang. Pada masa ppermulaan penulisan biografi, tanggal kematian subjek biografi dapat diketahui secara pasti, tetapi tanggal kelahiran mereka jarang diketahui, kecuali dalam kasus - kasus tertentu, yang biasanya memang disebutkan sedniri oleh tokoh bersangkutan. Bentuk penulisan seperti itu terjadi karena tanggal kelahiran tokoh masih banyak yang belum diketahui dan penulisan biografi pada masa itu lebih didasarkan kepada tanggal kematian. Namun, dalam perkembangan lebih lanjut pada abad ke - 6 H / 12 M, tanggal lahir juga mendaapat perhatian serius, sehingga riwayat hidup seorang tokoh dapat diketahui secara lebih tepat dan rinci.
Contohnya adalah karya dari ad-Dzahabi yang berjudul tarikh al-islam wa thabaqat masyahir al-alam (sejarah islam dan strata tookoh-tokoh yang termasyhur), sebanyak 12 jilid dan disusun secara kronologis, sejak permulaan islam sampai tahun 700 H. Didalam kitab ini, sebagaimana telah dituliskan biografi, penulisan dimulai dengan tanggal kelahiran dan di akhiri dengan  kematian.
Akan tetapi berbeda dengan itu, al-khaatib al-baghadadi dalam bukunya yang berjudul tarikh baghdad, penulisan  biografi dimulai dengan tanggal lahir dan tanggal kematian, baru setelah itu dipaparkan sifat-sifat khusus pribadi tokoh bersangkutan.
Historiografi tsabaqat sangat bessar nilainya bagi sejarawan masa sekarang, karena karya seperti itu menghimpun banyak informasi penting yang terkadang langkah atau sulit didapat didalam karya tulis lainya. Melalui karya biografi ini kehidupan intelektual suatu daerah atau wilayah pada suatu masa tertentu dapat terungkap. Dengan demikian, karya-karya semacam itu pada masa sekarang ini meruakan sumber utama dalam penulisan sejarah intelektual, karena dari sana dapat terungkap motivasi intelektual seorang ulama, teologinya, ideologinya, orientasi berpikirnya, faktor-faktor pendukung dan tujuannya. Disamping itu, karya biografi juga merupakan bahan penting untuk menguungkap perkembangan historiografi itu sendiri, karena biografi mrupakan bagian penting dari historiografi.

sejak masa jahiliah orang-orang Arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuan tentang nasab. Setiap kabilah menghafal silsilahnya dan membangga-banggakannaya terhadap kabilah-kabilah lain. Akan tetapi, karena masih tradisi islam, al-ansob pra-islam itu belom sepenuhnya dapat dikatakan sebagai satu bentuk ekspresi kesadaran sejarah.[8]
Perhatian orang-orang arab terhadap kajian genealogi ini terus berlanjut sampai masa islam. Sebagai mana telah disebutkan pada sejarawan aliran irak yang ahli pada bidang ansab (genealogies, silsilah) kabilah-kabilah menulis buku-bukub yang memuat silsilah inni. Merekapun didukung oleh para penguasa dari kalangan bani umayyah yang sangat berorientasi keakrapan itu pada masa awal kebangkitan islam, perhatian terhadap penulisan al-ansab memang mulai oleh aliran irak. Namun, dibandingkan dengan 2 tema (dinasti dan biografi), tema ini tidak begitu populer.
salah satu monograp yang berkenaan dengan garis keturunan yang mula-mula sekali adalah kitab hadzfu-nasab quraisy. Yang berkenaaan denga keluarga-keluarga kecil suku quraisy yang disusun oleh Mu’arrij ibn “Amr al-Sadusi. Yang lainya adalah Abu al Munzir Hisyam ibn Muhammad ibn al-Sa’ib ibn Basyhar al-Kalbi (146 H/763M). Sejarawan yang lahir di kuffah ini adalah seorang ahli nasab. Didalam mengumpulkan informasi mengenai garis keturunan dia mengadakan hubungan dengan ahli-ahli nasab yang terkenal tiap-tiap kabilah. Dalam pandangan politik al-Kalbi adalah anti Bni umayyah. Kitabnya yang paling menonjol ialah al-Nasab al-Kabir yang isinya meliputi nasab kabilah-kabilah Arab terkemuka. Di samping itu dia juga menyusun suatu kitab yang berjudul Nasab Fubul al-Khayli fi al-jabiliyah wa al-islam.
Sejarawan lain yang juga mengembangkan penulisan al-ansab ini adalah Abu al-Yaqzhan (190 H/805 M). Nama aslinya Suhaym. Dia adalah ahli nasab pertama yang menyusun suatu kitab tentang nasab Bani Tamin dan Khindif. Karya-karyanya tidak diketemukan lagi,tetapi isi karya-karyanya dapat diketahui dari karya-karya penulis sejarah kemudian yang sengaja mengutip karyanya.
Setelah abad ke-9 M, karya al-ansab ini juga terdapat di Madrid dan Spanyol-islam. Ilmu an-ansab ini di Spanyol-Islam mendapat perhatian besar, bahkan mungkin dapat dikatakan sebagai lebih besar dari pada ilmu-ilmu keagamaan Islam. Banyak sejarawan yang mengarang tentangnya diantara yang terpenting adalah “abd al Malik ibn Habib, Ahmad al-Razi, Muhammad ibn Hazm al-kurtubi, dan ibn” Abd-barr.
Faktor penyebabnya adalah karena setelah berdirinya masyarakat andalusia islam, disana hidup berbagai masyarakat yang berbeda etnis seperti Arab, Bar-bar, dan keturunan Arab (indo). Hal ini menjadi tempat subur bagi tumbuhnya penulisan al-ansab.
faktor lain yang mendukung perkembangan penulisan al-ansab di Spanyol-islam adalah, karena sejarah islam di Spanyol tidak dapat dipisahkan dari sejarah dinasti Bani umayyah yang sebagaimana di Damaskus sangat berorientasi keakraban. Faktor lain yang mendorong berkembangnya penulisan al-ansab di Spanyol-islam adalah, karena sejarah politik disana sangat diwarnai oleh pesaingan etnis, baik antara Arab Utara Arab Selatan maupun Arab Antara Barbar.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penulisan al-ansab ini berkembang dengan masa klasik islam. Diantaranya adalah:
1.        Tradisi al-ansab merupakan tradisi yang hidup dan banyak diminati orang Arab sejak sebelum islam.
2.        Lembaga diwan (administrasi pemerintah) yang diciptakan oleh khalifah Umar bin Khatab menetapkan besarnya hadiah kepada kaum muslimin berdasarkan jauh dekatnya seseorang dengan Nabi Muhammad SAW. Dan sahabat-sahabat besar Nabi.
3.        Persaingan politk antara kabilah-kabilah Arab di negeri-negeri “baru”.
4.        Munculnya rasa kefanatikan pengikut Ali bin Abi Thalib.
5.        Pada massa Bani Umayyah karena didorong oleh tujuan-tujuan politik, pengetahuan dan penulisan mengenai nasab ini mendapat perhatian dan dukungan dari khalifah.
6.        Munculnya gerakan syu’Abiyah (secara harfiah berarti kebangsaan) dimasa pemerintahan Bani Abas.























Sejarah dinasti ini, sebagaimana dapat dilihat pada perkembangan awal penulisan sejarah dalam islam, sudah ada sejak pertama kali historiografi berkembang dalam islam. Diantara sejarawan muslim yang paling pertama yang menulis sejarah dengan menggunakan pendekatan dinasti dan masa pemerintah adalah Ahmad ibn Abi Ya’qubi ibn Wadhih, yang dikenal dengan al-Ya’qubi.Sebagian besar sejarawan Arab muslim yang mengambil metode penulisan sejarah ini, seperti ibn al-udzari dalam kitabnya kitab Al-ma’rif.
Perkembangan penulisan biografi dalam sejarah islam, dimulai dengan penulisan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang lebih dikenal dengan sirah al-Nabi Wa Magazih (riwayat hidup Nabi saw.dan  perang-perangnya). Penulisasn biografi Nabi Muhammad SAW (al-sirah al-Nabawiyah), para sahabat, dan para perawi hadis tersebut dapat dikatakan salah satu bentuk penulisan sejarah islam yang pertama.
Al-ansab yang artinya adalah silsilah, al-ansab adalah kata jamak dari kata nasab yang berarti silsilah (genealogi). Sejak masa jahiliah orang-orang Arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuan tentang nasab. Jadi setiap kabilah semua menghafalnya silsilahnya, dan menghafal anggota keluargannya agar tetap murni dan silsilah itu dibanggakan terhadap kabilah lain.










v  Yatim Badri. 1997. Historiografi islam, Palembang: PT Logos Wacana Ilmu
v  Abdul Yusri Abdullah Ghani. 2004. Historiografi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada



[1] Badri yatim, Historiografi islam, (Palembang: PT Logos Wacana Ilmu, 1997). Hal 184
[2] http://pengetahuansejarahdanumum.blogspot.co.id/15 April 2016, jam 14:20
[3] Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004). Hal 110
[4] Badri yatim, Historiografi islam, (Palembang: PT Logos Wacana Ilmu, 1997). Hal 197
[5] Badri yatim, Historiografi islam, (Palembang: PT Logos Wacana Ilmu, 1997). Hal 202
[6] Badri yatim, Historiografi islam, (Palembang: PT Logos Wacana Ilmu, 1997). Hal 203
[7] Badri yatim, Historiografi islam, (Palembang: PT Logos Wacana Ilmu, 1997). Hal 205
[8] Badri yatim, Historiografi islam, (Palembang: PT Logos Wacana Ilmu, 1997). Hal 212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar