Kamis, 21 Juli 2016

Kel. 12 Organisasi Islam dan Perannya dalam Pendidikan Islam



ORGANISASI ISLAM DAN PERANNYA DALAM MENGEMBANGKAN AGAMA ISLAM


A.    Pendahuluan

Lahirnya beberapa organisasi islam di indonesia lebih banyak karena didorong oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalism serta sebagai respons terhadap permasalahan-permasalahan yang ada pada masyarakat di indoensia pada akhir abad ke 19 pemerintah kolonial.
Ada banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah kolonial waktu itu untuk membendung pergerakan rakyat indonesia melalui media pendidikan dan tidak banyak membawa hasil, bahkan berakibat sebaliknya makin tumbuh kesadaran tokoh-tokoh organisasi islam untuk melawan penjajah dan lahirlah perguruan nasional yang di pimpin oleh usaha swasta yang waktu itu berkembang pesat sejak awal tahun 1990.
Dan para pemimpin pergerakan nasional dengan kesadaran penuh ingin mengubah keterbelakangan rakyat indonesia. Maka lahirlah sekolah-sekolah pertikelir atau usaha para perintis kemerdekaan. Sekolah-sekolah itu semula memiliki dua corak yakni :
1.      Sesuai dengan haluan politik
2.      Sesuai dengan tuntutan agama
Organisasi yang berdasarkan sosial keagamaan yang banyak melakukan aktivitas pendidikan islam. Dalam buku ini kami membahas tentang “Organisasi Islam dan Perannya dalam Mengembangkan Pendidikan Islam”. Disini kami menjelaskan lima organisasi islam dan perannya dalam mengembangkan pendidikan islam : Jami’at al-Khair, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Sarekat Islam, Persatuan Islam.


B.     Jami’at al-Khair

Jami’at al-Khair didirikan pada tanggal 17 Juli 1905 di jakarta. Organisasi yang beranggotakan mayoritas orang Arab. Dua program utamanya adalah pendirian dan pembinaan sekolah tingkat dasar, dan pengiriman anak-anak muda ke Turki dan Timur Tengah untuk melanjutkan pelajaran. Bidang kedua ini terhambat karena kekurangan dana dan kemunduran Khilafah dari dunia Islam.
Pendidikan yang dikelola oleh Jami’at al-Khair sudah termasuk maju dibandingkan dengan sekolah-sekolah rakyat yang ada dikelola secara tradisional, karena pada sekolah-sekolah dasar Jami’at al-Khair pengajaran yang diberikan tidak semata-mata pengetahuan agama, porsi pelajaran umumpun diperhatikan, sehingga cukup mampu menyaingi sekolah-sekolah yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial.
Pada bidang kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas umpanya, sudah diatur dan disusun secara terorganisir, sementara bahasa indonesia dan bahasa melayu dipergunakan sebagai bahasa pengantar. Sedangkan bahasa inggris dijadikan pelajaran wajib. Sehingga terhimpunlah anak-anak dari keturunan Arab ataupun anak-anak islam dari Indonesia sendiri.[1]
Dalam hal pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar, Jami’at al-Khair berani mendatangkan guru dari luar negeri. Tercatat ada beberapa nama seperti Al- Hasyimi dari Tunisia, Syekh Ahmad Urkati dari Sudan. Syekh Muhammad Thaib dari Maroko dan Syekh Hamid dari Mekkah. Jami’at al-Khair merupakan organisasi Islam pertama yang memulai organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam Indonesia. Yang mendirikan pendidikan dengan memakai sistem yang boleh dikatakan cukup modern. Di antaranya memiliki kurikulum, buku-buku pelajaran yang bergambar, kelas-kelas, pemakaian bangku, papan tulis, dan sebagainya.
Dengan demikian, Jami’at al-Khair bisa dikatakan sebagai pelopor pendidikan islam modern di Indonesia. Sungguh sangat disayangkan kiprah Jami’at al-Khair agak tersendat pada kemudian harinya. Karena banyak anggotanya terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik, sehingga pemerintah Belanda senantiasa membatasi ruang gerak dan aktivitasnya.

C.    Nahdlatul Ulama

Berdirinya Nahdlatul Ulama, tidak dapat terlepas dari dua kyai besar sangat berpengaruh di dalamnya yaitu Kyai Haji Hasyim Asy’ari dan Kyai Haji Wahab Hasbullah. Kyai Haji Hasyim Asy’ari dianggap sebagai tokoh yang membentuk dan memberi isi Nahdlatul Ulama, maka orang yang yang mewujudkan gerakan itu sehingga menjadi suatu organisasi adalah Kyai Haji Wahab Hasbullah, salah seorang ipar dari Kyai Haji Hasyim Asy’ari.
Kyai Haji Wahab Hasbullah mendirikan forum diskusi “Taswirul Afkar” (potret pemikiran). Kelompok diskusi ini didirikan di Surabaya pada tahun 1914 bersama teman belajarnya di Timur Tengah K.H Mas Mansur yang baru pulang dari Mesir. Kyai Haji Wahab Hasbullah tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalin kontak lebih luas dalam studi club yang banyak dikunjungi oleh tokoh-tokoh pergerakan intelektual berpendidikan Barat. Ia berkenalan dengan tokoh pergerakan seperti Dr.Soetomo, HOS Cokroaminoto, dan lain-lain. Untuk seorang yang mempunyai latar belakang pendidikan pesantren, langkah pergaulan Kyai Haji Wahab Hasbullah merupakan lompatan. Dengan sikap ini Kyai Haji Wahab Hasbullah bermaksud ingin mempertemukan aspirasi masyarakat Islam pesantren dengan aspirasi masyarakat lain dalam suatu acuan kepentingan bersama menghadapi politik kolonial Belanda yang selalu hendak memecah belah persatuan di kalangan umat Islam.[2]
Pada tanggal 31 Januari 1926 M, bertepatan tanggal 16 Rajab 1313 H di Surabaya, para ulama itu berkumpul di rumah Kyai Haji Wahab Hasbullah di Kampung Kertopaten Surabaya. Selain tuan rumah sendiri sebagai pemrakarsa, hadir pula berbagai ulama terkemuka dari berbagai daerah salah satunya KH. Asnawi (Kudus), KH. Nawawi (Pasuruan) dan lain-lain. Dalam pertemuan tersebut telah diambil dua keputusan paling penting :
a.       Meresmikan dan mengukuhkan berdirinya Komite Hijaz serta mengirimkan utusan ke Mekkah atas nama Ulama Indonesia untuk menghadiri Kongres dalam Islam di Mekkah, dengan tugas memperjuangkan hukum-hukum ibadat dalam empat mazhab.
b.      Membentuk Jam’iyah untuk wadah persatuan para ulama dalam tugasnya memimpin umat menuju terciptanya Izzul Islam wal Muslimin. Atas usul dari Alwi Abdul Aziz, Jam’iyah ini diberi nama “Nahdlatul Ulama” yang artinya “Kebangkitan para Ulama”.[3]
Adapun azaz dan tujuan didirikannya Nahdlatul Ulama yaitu :
“Azaz NU yakin memegang dengan teguh pada salah satu sari mazhabnya Imam empat, yaitu Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah an-Nu’man atau Imam Ahmad bin Hambal. Tujuannya yakni mengerjakan apa saja yang menjadi kemaslahatan agama Islam”
Nahdlatul Ulama adalah organisasi para ulama (bentuk jama’ dari alim yang berarti orang yang berilmu) adalah orang-orang yang mengetahui secara mendalam segala hal yang bersangkut paut dengan agama. Nahdlatul Ulama memberlakukan ajaran Islam menurut aliran Ahlussunawah wal Jama’ah tidak terlepas dari pengakuan terhadap ajaran keempat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) dan peranan bimbingan para ulama. Pengertian Ahlussunawah wal Jama’ah menjadi berkembang karena penegasan kaum tradisional menanggapi gerakan kaum pembaharu bahwa memahami ajaran Islam tidak cukup hanya berlandaskan al-Qur’an dan Hadist, tetapi harus melalui jenjang tertentu, yaitu ulama mazhab, hadist (sunnah) dan akhirnya pada sumber utama yaitu al-Qur’an itu sendiri. Itulah sebabnya pengertian Ahlussunawah wal Jami’ah bagi Nahdlatul Ulama adalah para pengikut tradisi Nabi Besar Muhammad Saw dan ijma’ ulama.
Nahdlatul Ulama tidak menentang ijtihad (penalaran) tetapi memikirkannya dalam konteks bagaimana pendapat bahwa al- Qur’an dan Hadist disampaikan kepada kaum muslimin dengan bahasa yang tidak mudah untuk dipahami dan penuh dengan simbolisme yang dapat lebih mudah dimengerti melalui tafsiran-tafsiran yang diberikan para imam dan ulama-ulama terpilih. Dengan kata lain para ulama memikirkan bagaimana ajaran Islam dapat dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh umat Islam.
1.      Usaha-usaha Nahdlatul Ulama dalam bidang Pendidikan
Sesuai dengan Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama tahun 1962, Nahdlatul Ulama menetapkan tujuannya adalah untuk mengembangkan Islam berlandaskan ajaran keempat mazhab di atas. Tujuan itu di usahakan dengan :
a)      Memperkuat persatuan diantara sesama ulama penganut ajaran-ajaran keempat mazhab.
b)      Meneliti kitab-kitab yang akan dipergunakan untuk mengajar sesuai dengan ajaran Ahlussunawah wal Jama’ah.
c)      Menyebarkan ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran empat mazhab.
Latar belakang timbulnya usaha Nahdlatul Ulama dalam bidang pendidikan berdasarkan pada Anggaran Dasar organisasi Nahdlatul Ulama pada BAB IV tentang Usaha, Pasal 8 yang berbunyi :[4]
“Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengusahakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan berdasarkan ajaran Islam untuk membina manusia muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, berkepribadian serta berguna bagi agama, bangsa dan negara”
2.      Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama
Ma’arif merupakan lembaga pendidikan yang khusus diberi tugas mengurusi soal-soal pendidikan dengan nama : Pimpinan Pusat Bagian Ma’arif dengan Presiden pertamanya Abdullah Ubaid.
Dengan berdirinya Ma’arif Nahdlatul Ulama ini maka semua madrasah-madrasah dan sekolah-sekolah yang dikelola oleh para ulama Nahdlatul Ulama dikoordinir oleh Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama bagian Ma’arif yang telah disahkan oleh komisi Perguruan diantaranya adalah Ki.H. Wahid Hasyim dan Ki.H Abdullah Ubaid, terdiri atas sebelas pasal, diantaranya pada pasal 2 bahwa kewajiban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bagian Ma’arif adalah mengusahakan, memelihara, mengurus dan membereskan hal ihwal sekolah-sekolah Nahdlatul Ulama seluruhnya masuk pada cabang-cabang. Yang dimaksud dengan kata mengusahakan adalah mendirikan, menentukan mendapat begroeting dan sesuatu yang bersangkut paut dengan soal pendirian madrasah-madrasah, terhitung juga memperbanyak dan menjalankan.[5]
Pada pasal IV ayat 2 disebutkan bahwa Madrasah Nahdlatul Ulama itu dibagi dua : satu madrasah umum dan lainnya madrasah Ichtisosiyah. Susunan Madrasah Umum yaitu :
1)     Madrasah Awaliyah, lamanya pengajaran 2 tahun
2)     Madrasah Ibtidaiyah, lamanya pengajaran 3 tahun untuk murid-murid yang lulus dari Madrasah Awaliyah
3)     Madrasah Tsanawiyah, lamanya pengajaran 3 tahun untuk murid-murid yang lulus dari Madrasah Ibtidaiyah
4)     Madrasah Muallimin al-Wustha, lamanya pengajaran 2 tahun, untuk lulusan dari Madrasah Tsanawiyah
5)     Madrasah Muallimin al-Oela, lamanya pengajaran 3 tahun, untuk lulusan dari Madrasah Muallimin al-Wustha
LP. Ma’arif baru dapat bergerak secara aktif setelah Indonesia merdeka. Sedangkan prinsip pendidikan yang dikelola oleh Nahdlatul Ulama adalah :
1)        Berdasarkan prinsip Ahlu Sunnah wa al- Jama’ah
2)        Lebih mengutamakan pendidikan di bidang agama Islam
3)        Memberikan mata pelajaran umum yang sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
Tujuan pendidikan Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama sebagai berikut :
1.      Menanamkan jiwa, pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak/manusia didik sesuai dengan ajaran Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah
2.      Menumbuhkan sikap terbuka untuk mandiri. Kemampuan bekerja sama dengan pihak lain untuk menyusun hari depan yang lebih baik
3.      Menanamkan penghayatan terhadap nilai ajaran agama Islam sebagai ajaran yang dinamis

D.    Muhammadiyah

Gerakan pembaharuan yang bermula dari pemikiran keagamaan dalam perkembangan berikutnya merambah pada bidang pendidikan. Dalam pembaharuan bidang ini, muhammadiyah tidak semata-mata dilihat dari segi intelektualitasnya, tetapi justru yang utama adalah mengenai cara dan pendekatan serta aplikasi perjuangan yang sangat berbeda dengan sistem yang berjalan.[6] Muhammadiyah tidak meniru lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Timur Tengah sebagai pusat agama Islam seperti al-Azhar di Mesir, namun muhammadiyah justru menjadikan pendidikan model Barat merupakan langkah alternatif yang diteladaninya, padahal mereka tergolong non muslim.[7]
Langkah tersebut lebih disebabkan oleh kenyataan yang sedang berlangsung, yang mana pendidikan model Barat lebih maju dibandingkan pendidikan Islam yang masih tradisional, seperti halnya pondok-pondok pesantren atau surau. Maka, ketika Kyai H. Ahmad Dahlan melihat sekolah-sekolah Nasrani berkembang dan banyak anak muslim, bahkan anak-anak dari tokoh masyarakat yang masuk ke sekolah tersebut, beliau berfikir dan prihatin serta berpendapat bahwa jika anak-anak keluarga miskin ini tidak bersekolah atau sekolah di sekolah Nasrani, maka kedua-duanya tidak menguntungkan dalam jangka panjang bagi perkembangan Islam. Kyai H. Ahmad Dahlan yakni hanya melalui pendidikan yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, bangsa Indonesia akan menjadi cerdas dan berilmu.
Pendidikan yang diselenggarakan itu pada hakikatnya sebuah “pendobrakan” dari kultur pendidikan yang mentradisi, karakteristik pendidikan yang bersifat minilitis, dogmatis, populis, pedesaan, dan berorientasi pada politik diganti dengan pendidikan yang berwarna rasional, elitis, “mengkota” dan berorientasi pada birokrasi. Oleh karena itu cita-cita pendidikan yang dilontarkan oleh Kyai H. Ahmad Dahlan meliputi tiga aspek yaitu :
a)         Baik budi, alim dan agama
b)        Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia
c)         Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya[8]
Pelaksanaan pendidikan yang meniru Barat dan kemudian di Islamkan yaitu dengan memberi materi pelajaran agama pada sistem pengajarannya itu, berarti Muhammadiyah ingin mempertahankan iman pada satu sisi, namun pada sisi lain ingin agar warga didiknya mampu berbuat dalam periode modern yang dicirikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi.
Oleh karena itu kurikulum yang dicetuskan Muhammadiyah yang mengambil kurikulum pendidikan yang dibuat pemerintah kemudian menambah kewajiban mengikuti :
a.         Pendidikan Agama Islam : ilmu dan penghayatan agama Islam
b.         Pendidikan kemuhammadiyahan : pengertian, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah, disamping keorganisasian Muhammadiyah
c.         Pancasila /UUD 1945
Dari sistem yang diperkenalkan Muhammadiyah ini, maka menurut Nakamura, bahwa pendidikan tersebut memperoleh hasil yang berlipat ganda, pertama, menambah kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran Islam, kedua, melalui sekolah Muhammadiyah ide pembaharuan bisa disebarkan secara luas, ketiga, mempromosikan penggunaan ilmu praktis dari pengetahuan modern.
Demikian upaya Muhammadiyah untuk mencerdaskan masyarakat, yang kini telah memiliki ribuan sekolah yang tercakup dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Kecerdasan yang diinginkan adalah kecerdasan yang mampu mengaplikasikan keterpaduan antara zikir dan pikir, memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani serta terpolanya langkah yang relavan antara ilmu dan agama.[9]
Sebagai gerakan sosial, Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk pembinaan individual maupun sosial masyarakat Islam di Indonesia. Sebagaimana Muhammadiyah telah mendirikan berbagai sarana, seperti Rumah Sakit, Panti Asuhan Yatim Piatu, BKIA, dan sebagainya. Dan yang paling menonjol dalam bidang pendidikan adalah perguruan tinggi.

E.     Serikat Islam

Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik.[10] Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah mengembangkan jiwa dagang, membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha, memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat, memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama islam, hidup menurut perintah agama.
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI yaitu membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal.
Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik.[11]
SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad 1917.

F.     Persatuan Islam

Persatuan Islam didirikan oleh dua usahawan asal Palembang Sumatera Selatan, Muhammad Zamzam dan Muhammad Yunus pada tanggal 12 September 1923 di Bandung. Muhammad Zamzam dikenal berpengetahuan luas, Ia pernah belajar agama di lembaga Darul Ulum Mekkah selama tiga tahun. Sedangkan Muhammad Yunus memperoleh pendidikan secara tradisional, Ia menguasai bahasa Arab, tapi tidak pernah mengajar.
 Organisasi yang proklamasi pendiriannya dilakukan melalui sebuah kenduri yang diadakan secara berkala itu mempunyai kegiatan yang relatif erat dengan keprihatinan para tokoh pendirinya terhadap berbagai masalah yang berkembang waktu itu, terutama yang terjadi di Bandung dan berbagai wilayah dunia Islam lainnya. Masalah-masalah yang dimaksudkan umpamanya masalah keagamaan yang dibicarakan di majalah al-Munir Padang, majalah al-Manar Mesir, konflik antara al-Irsyad dan Jami’at al-Khair dan keberhasilan komunis syarikat islam, terutama setelah pihat syarikat Islam lokal Bandung secara resmi menyokong pihak komunis para kongres nasional Syarikat Islam tahun 1921 di Surabaya.
a.         Corak Pendidikan Pesantren Persatuan Islam
Umpamanya pada tekanan aktivitas Persatuan Islam pada bidang usaha membasmi bid’ah, khurafat, takhayul, mengembalikan umat Islam kepada kepemimpinan langsung pada al-Qur’an dan al-Sunnah dengan menghidupkan jihad dan ijtihad serta membentuk kader melalui pesantren dan sekolah.
Sekolah yang didirikan Persatuan Islam waktu itu adalah Taman Kanak-kanak, HIS (sama dengan SD sekarang) tahun 1930, sekolah MULO (setara dengan SMP sekarang) tahun 1931 dan sebuah sekolah guru tahun 1932. Di sekolah-sekolah tersebut, di samping diberikan pelajaran umum sebagaimana lazimnya sekolah-sekolah yang sama yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, juga diberikan pelajaran keislaman.[12]
Model pesantren sesungguhnya telah dikembangkan oleh Persatuan Islam hanya enam tahun setelah pendirian sekolah-sekolah. Tepatnya 1 Zulhijjah 1354 H, bertepatan dengan Maret 1936. A. Hasan diangkat sebagai guru dan sekaligus kepala pesantren. Sedangkan M. Natsir diangkat sebagai penasehat di pesantren yang didirikan atas desakan umat itu. Pada masa itu awal berdirinya, jumlah santri yang ada ketika itu sekitar 40 orang datang dari berbagai daerah kepulauan Indonesia, kebanyakan dari luar pulau jawa.
Tujuan pendirian pesantren itu adalah untuk keperluan mengeluarkan muballigh yang sanggup menyiarkan, mengajar, membela dan mempertahankan Islam. kurikulum atau mata pelajaran pesantren Persatuan Islam pada masa awal perkembangannya umumnya berisi pelajaran agama dan sedikit pelajaran umum.
b.         Lama Pelajarannya Lima Tahun
a.     Tingkat Ibtidaiyah
Lama pendidikan pada tingkat ini yaitu 5 tahun. Nama Ibtidaiyah kemudian dirubah dengan SR. Pesantren Persatuan Islam, lama belajarnya 6 tahun, tetapi 2 tahun pertama kelas tahdiri (a dan b). Pada tahun yang ketiga baru duduk di kelas I kemudian ke kelas II dan tamat pada kelas IV.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada SR. Pesantren Persatuan Islam ialah membaca/menulis huruf Arab dan huruf Latin, Fiqh, Qur’an, Bahasa Arab, Tauhid, Akhlak, Nahu/Sharaf, Tajwid, Tarikh Islam, Tafsir, Faraidh, al-Bayan, Berhitung, ilmu Bumi, Sejarah, Bahasa Indonesia dan lain lain. Sedangkan kitab-kitab yang dipakai (pedoman) ialah Mabadi’ Qira’ah Rasyidah/Qira’ah Rasyidah, Adabul Fata, as-Samiratul Muhazzib, Qur’an (Juzz Amma) dan lain-lain.
b.    Tingkat Tsanawiyah
Lama pendidikan di Tsanawiyah 4 tahun. Murid yang diterima di tingkat Tsanawiyah adalah anak-anak yang tamatan Ibtidaiyah. Pelajaran tingkat Tsanawiyah ialah : Tauhid, Tafsir, Hadist, Fiqh, Ushul Fiqh, Musthlaha Hadist, Faraidh, Nahu, Sharf dan lainnya.
Sedangkan kitab-kitab Agama/bahasa Arab yang dipakai adalah  Syarqawi, (tauhid), al-Qur’an, Buluqhul Maram, Subulus Salam, al-Bukhari dan lainnya.
Kurikulum yang dipakai pesantren Persatuan Islam awal ini memang lebih banyak menekankan pada kebijaksanaan kalangan anggota Persatuan Islam sendiri yang dusesuaikan dengan keperluan saat itu. Sedangkan bila kurikulum yang ada sekarang ini dilihat maka tentu telah banyak mengalami perubahan sesuai dengan perubahan kurikulum pendidikan Islam pada umumnya di Indonesia.
Tujuan institusional masing-masing tingkat adalah :[13]
1.      Tingkat Ibtidaiyah bertujuan untuk memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan mengamalkan ajaran Islam serta siap memasuki Tsanawiyah
2.      Tingkat Tajhizziyah bertujuan untuk memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan mengamalkan ajaran Islam serta siap memasuki Tsanawiyah
3.      Tingkat Tsanawiyah bertujuan untuk memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan mengamalkan ajaran Islam serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan ajaran Islam serta siap memasuki Muallimin
4.      Tingkat Muallimin bertujuan untuk menguasai ajaran Islam lebih lanjut, dapat membina pendidikan Islam serta siap memasuki pesantren Tinggi Persatuan Islam
Kurikulum pesantren Persatuan Islam di Bandung dan Bangil secara sepintas kelihatannya berbeda. Namun pada intinya sama yaitu bagaimana pesantren Persatuan Islam sebai organ dari organisasi Persatuan Islam ini dapat menciptakan kader-kader muslim puritan yang tidak kurang ilmu pengetahuan agama dan tidak ketinggalan ilmu umumnya. Perpaduan corak ilmu agama dan umum merupakan fenomena pesantren modern yang mengadopsi sistem kelembagaan pendidikan modern.

G.    Simpulan

Jami’at al-Khair adalah suatu pendidikan islam modern yang pertama dan terbesar namun karena banyaknya anggota yang mengikuti kegiatan politik dan menyimpang. Jadi ruang geraknya di batasi oleh pemerintahan belanda.
Nadhlatul Ulama adalah suatu pergerakan di bawah naungan ahlisunawah waljam’ah yang menganut kepada ajaran rasulullah.saw.
Muhammadiyah adalah aliran yang menjadikan pendidikan barat menjadi teladan walaupun mereka non muslim.
Serikat Islam adalah lembaga yang membangun persaudaraan, persahabatan, dan lainnya. Lembaga ini juga tidak hanya untuk masyarakat jawa, namun seluruh masyarakat islam.
Persatuan Islam adalah perkumpulan para ulama yang menciptakan suatu pembelajaran atau organisasi yang menciptakan kegiatan yang sama hal nya dengan kegiatan-kegiatab pesantren.


H.    Daftar Pustaka

Drs. Mansyur,M.A. 2004. Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasbulah. 1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: LSIK.
Http://www.academia.edu/17842814/ORGANISASI-ISLAM-DAN-PERANNYA-TERHADAP-PENDIDIKAN-ISLAM-DI-INDONESIA.html.
Http://www.maarif-nu.or.id.html.
Jauhari, Ahmad.1990. “Muhammadiyah Gebagai Gerakan Pembaharuan Islam”. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Karim, Rusli. 1958. Pendidikan Muhammadiyah dilihat dari Perspektif Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Yusuf, Slamet Effendi. 1985. Dinamika Kaum Santri. Jakarta: Rajawali Press
Zuhri, Saefuddin. 1987. Guruku Orang-orang dari Pesantren. Bandung: Rajawali Press



[1] Hasbulah. “Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”.(Jakarta: LSIK, 1996). Hal 92
[2] Slamet Effendi, Yusuf.”Dinamika Kaum Santri”. (Jakarta: Rajawali Press, 1985). Hal 17-18
[3] Saefuddin, Zuhri.”Guruku Orang-orang dari Pesantren”. (Bandung: Rajawali Press, 1987). Hal 26
[5]http://www.maarif-nu.or.id.html. Tanggal 15 mei 2016. Jam 12:42
[6] Ahmad, Jauhari. “Muhammadiyah Gebagai Gerakan Pembaharuan Islam”.(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990). Hal 105
[7] Rusli, Karim. “Pendidikan Muhammadiyah dilihat dari Perspektif Islam”.(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985). Hal 85
[8] Ibid., Hal 87
[9] Ibid, Hal. 89
[10] Drs. Mansyur,M.A. ”Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Islam” .(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004). Hal 31
[11] Ibid, Hal 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar