ORGANISASI ISLAM DAN PERANNYA DALAM MENGEMBANGKAN AGAMA ISLAM
A. Pendahuluan
Lahirnya
beberapa organisasi islam di indonesia lebih banyak karena didorong oleh mulai
tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalism serta sebagai respons terhadap
permasalahan-permasalahan yang ada pada masyarakat di indoensia pada akhir abad
ke 19 pemerintah kolonial.
Ada
banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah kolonial waktu itu untuk membendung
pergerakan rakyat indonesia melalui media pendidikan dan tidak banyak membawa
hasil, bahkan berakibat sebaliknya makin tumbuh kesadaran tokoh-tokoh
organisasi islam untuk melawan penjajah dan lahirlah perguruan nasional yang di
pimpin oleh usaha swasta yang waktu itu berkembang pesat sejak awal tahun 1990.
Dan
para pemimpin pergerakan nasional dengan kesadaran penuh ingin mengubah
keterbelakangan rakyat indonesia. Maka lahirlah sekolah-sekolah pertikelir atau
usaha para perintis kemerdekaan. Sekolah-sekolah itu semula memiliki dua corak
yakni :
1.
Sesuai dengan haluan politik
2.
Sesuai dengan tuntutan agama
Organisasi
yang berdasarkan sosial keagamaan yang banyak melakukan aktivitas pendidikan
islam. Dalam buku ini kami membahas tentang “Organisasi Islam dan Perannya
dalam Mengembangkan Pendidikan Islam”. Disini kami menjelaskan lima organisasi
islam dan perannya dalam mengembangkan pendidikan islam : Jami’at al-Khair, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah,
Sarekat Islam, Persatuan Islam.
B. Jami’at al-Khair
Jami’at
al-Khair didirikan pada tanggal 17 Juli 1905 di jakarta. Organisasi yang beranggotakan mayoritas orang Arab. Dua program
utamanya adalah pendirian dan pembinaan sekolah tingkat dasar, dan pengiriman
anak-anak muda ke Turki dan Timur Tengah untuk melanjutkan pelajaran. Bidang
kedua ini terhambat karena kekurangan dana dan kemunduran Khilafah dari dunia
Islam.
Pendidikan
yang dikelola oleh Jami’at al-Khair sudah termasuk maju dibandingkan dengan
sekolah-sekolah rakyat yang ada dikelola secara tradisional, karena pada
sekolah-sekolah dasar Jami’at al-Khair pengajaran yang diberikan tidak
semata-mata pengetahuan agama, porsi pelajaran umumpun diperhatikan, sehingga
cukup mampu menyaingi sekolah-sekolah yang dilaksanakan oleh pemerintah
kolonial.
Pada
bidang kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas umpanya, sudah diatur dan
disusun secara terorganisir, sementara bahasa indonesia dan bahasa melayu
dipergunakan sebagai bahasa pengantar. Sedangkan bahasa inggris dijadikan
pelajaran wajib. Sehingga terhimpunlah anak-anak dari keturunan Arab ataupun
anak-anak islam dari Indonesia sendiri.[1]
Dalam
hal pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar, Jami’at al-Khair berani mendatangkan
guru dari luar negeri. Tercatat ada beberapa nama seperti Al- Hasyimi dari Tunisia, Syekh Ahmad
Urkati dari Sudan. Syekh Muhammad Thaib dari Maroko dan Syekh Hamid dari Mekkah.
Jami’at al-Khair merupakan organisasi Islam pertama yang memulai organisasi
dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam Indonesia. Yang mendirikan
pendidikan dengan memakai sistem yang boleh dikatakan cukup modern. Di
antaranya memiliki kurikulum, buku-buku pelajaran yang bergambar, kelas-kelas,
pemakaian bangku, papan tulis, dan sebagainya.
Dengan
demikian, Jami’at al-Khair bisa dikatakan sebagai pelopor pendidikan islam
modern di Indonesia. Sungguh sangat disayangkan kiprah Jami’at al-Khair agak
tersendat pada kemudian harinya. Karena banyak anggotanya terlibat dalam
kegiatan-kegiatan politik, sehingga pemerintah Belanda senantiasa membatasi
ruang gerak dan aktivitasnya.
C. Nahdlatul Ulama
Berdirinya
Nahdlatul Ulama, tidak dapat terlepas dari dua kyai besar sangat berpengaruh di
dalamnya yaitu Kyai Haji Hasyim Asy’ari dan Kyai Haji Wahab Hasbullah. Kyai
Haji Hasyim Asy’ari dianggap sebagai tokoh yang membentuk dan memberi isi
Nahdlatul Ulama, maka orang yang yang mewujudkan gerakan itu sehingga menjadi
suatu organisasi adalah Kyai Haji Wahab Hasbullah, salah seorang ipar dari Kyai
Haji Hasyim Asy’ari.
Kyai
Haji Wahab Hasbullah mendirikan forum diskusi “Taswirul Afkar” (potret
pemikiran). Kelompok diskusi ini didirikan di Surabaya pada tahun 1914 bersama
teman belajarnya di Timur Tengah K.H Mas Mansur yang baru pulang dari Mesir.
Kyai Haji Wahab Hasbullah tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalin kontak
lebih luas dalam studi club yang banyak dikunjungi oleh tokoh-tokoh pergerakan
intelektual berpendidikan Barat. Ia berkenalan dengan tokoh pergerakan seperti
Dr.Soetomo, HOS Cokroaminoto, dan lain-lain. Untuk seorang yang mempunyai latar
belakang pendidikan pesantren, langkah pergaulan Kyai Haji Wahab Hasbullah
merupakan lompatan. Dengan sikap ini Kyai Haji Wahab Hasbullah bermaksud ingin
mempertemukan aspirasi masyarakat Islam pesantren dengan aspirasi masyarakat
lain dalam suatu acuan kepentingan bersama menghadapi politik kolonial Belanda
yang selalu hendak memecah belah persatuan di kalangan umat Islam.[2]
Pada
tanggal 31 Januari 1926 M, bertepatan tanggal 16 Rajab 1313 H di Surabaya, para
ulama itu berkumpul di rumah Kyai Haji Wahab Hasbullah di Kampung Kertopaten
Surabaya. Selain tuan rumah sendiri sebagai pemrakarsa, hadir pula berbagai
ulama terkemuka dari berbagai daerah salah satunya KH. Asnawi (Kudus), KH.
Nawawi (Pasuruan) dan lain-lain. Dalam pertemuan tersebut telah diambil dua
keputusan paling penting :
a.
Meresmikan dan mengukuhkan
berdirinya Komite Hijaz serta mengirimkan utusan ke Mekkah atas nama Ulama
Indonesia untuk menghadiri Kongres dalam Islam di Mekkah, dengan tugas
memperjuangkan hukum-hukum ibadat dalam empat mazhab.
b.
Membentuk Jam’iyah untuk
wadah persatuan para ulama dalam tugasnya memimpin umat menuju terciptanya
Izzul Islam wal Muslimin. Atas usul dari Alwi Abdul Aziz, Jam’iyah ini diberi
nama “Nahdlatul Ulama” yang artinya “Kebangkitan para Ulama”.[3]
Adapun
azaz dan tujuan didirikannya Nahdlatul Ulama yaitu :
“Azaz
NU yakin memegang dengan teguh pada salah satu sari mazhabnya Imam empat, yaitu
Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah
an-Nu’man atau Imam Ahmad bin Hambal. Tujuannya yakni mengerjakan apa saja yang
menjadi kemaslahatan agama Islam”
Nahdlatul
Ulama adalah organisasi para ulama (bentuk jama’ dari alim yang berarti orang
yang berilmu) adalah orang-orang yang mengetahui secara mendalam segala hal
yang bersangkut paut dengan agama.
Nahdlatul Ulama memberlakukan ajaran Islam menurut aliran Ahlussunawah wal
Jama’ah tidak terlepas dari pengakuan terhadap ajaran keempat mazhab (Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) dan peranan bimbingan para ulama. Pengertian
Ahlussunawah wal Jama’ah menjadi berkembang karena penegasan kaum tradisional
menanggapi gerakan kaum pembaharu bahwa memahami ajaran Islam tidak cukup hanya
berlandaskan al-Qur’an dan Hadist, tetapi harus melalui jenjang tertentu, yaitu
ulama mazhab, hadist (sunnah) dan akhirnya pada sumber utama yaitu al-Qur’an
itu sendiri. Itulah sebabnya pengertian Ahlussunawah wal Jami’ah bagi Nahdlatul
Ulama adalah para pengikut tradisi Nabi Besar Muhammad Saw dan ijma’ ulama.
Nahdlatul
Ulama tidak menentang ijtihad (penalaran) tetapi memikirkannya dalam konteks
bagaimana pendapat bahwa al- Qur’an dan Hadist disampaikan kepada kaum muslimin
dengan bahasa yang tidak mudah untuk dipahami dan penuh dengan simbolisme yang
dapat lebih mudah dimengerti melalui tafsiran-tafsiran yang diberikan para imam
dan ulama-ulama terpilih. Dengan kata lain para ulama memikirkan bagaimana
ajaran Islam dapat dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh umat Islam.
1. Usaha-usaha Nahdlatul Ulama dalam bidang Pendidikan
Sesuai
dengan Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama tahun 1962, Nahdlatul Ulama menetapkan
tujuannya adalah untuk mengembangkan Islam berlandaskan ajaran keempat mazhab
di atas. Tujuan itu di usahakan dengan :
a) Memperkuat persatuan diantara sesama ulama penganut
ajaran-ajaran keempat mazhab.
b) Meneliti kitab-kitab yang akan dipergunakan untuk mengajar
sesuai dengan ajaran Ahlussunawah wal Jama’ah.
c) Menyebarkan ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran empat mazhab.
Latar
belakang timbulnya usaha Nahdlatul Ulama dalam bidang pendidikan berdasarkan
pada Anggaran Dasar organisasi Nahdlatul Ulama pada BAB IV tentang Usaha, Pasal
8 yang berbunyi :[4]
“Di
bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengusahakan terwujudnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan
berdasarkan ajaran Islam untuk membina manusia muslim yang taqwa, berbudi
luhur, berpengetahuan luas dan terampil, berkepribadian serta berguna bagi
agama, bangsa dan negara”
2. Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama
Ma’arif
merupakan lembaga pendidikan yang khusus diberi tugas mengurusi soal-soal
pendidikan dengan nama : Pimpinan Pusat Bagian Ma’arif dengan Presiden
pertamanya Abdullah Ubaid.
Dengan
berdirinya Ma’arif Nahdlatul Ulama ini maka semua madrasah-madrasah dan
sekolah-sekolah yang dikelola oleh para ulama Nahdlatul Ulama dikoordinir oleh
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama bagian Ma’arif yang
telah disahkan oleh komisi Perguruan diantaranya adalah Ki.H. Wahid Hasyim dan
Ki.H Abdullah Ubaid, terdiri atas sebelas pasal, diantaranya pada pasal 2 bahwa
kewajiban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bagian Ma’arif adalah mengusahakan,
memelihara, mengurus dan membereskan hal ihwal sekolah-sekolah Nahdlatul Ulama
seluruhnya masuk pada cabang-cabang. Yang dimaksud dengan kata mengusahakan
adalah mendirikan, menentukan mendapat begroeting
dan sesuatu yang bersangkut paut dengan soal pendirian madrasah-madrasah,
terhitung juga memperbanyak dan menjalankan.[5]
Pada
pasal IV ayat 2 disebutkan bahwa Madrasah Nahdlatul Ulama itu dibagi dua : satu
madrasah umum dan lainnya madrasah Ichtisosiyah. Susunan Madrasah Umum yaitu :
1) Madrasah Awaliyah, lamanya pengajaran 2 tahun
2) Madrasah Ibtidaiyah, lamanya pengajaran 3 tahun untuk
murid-murid yang lulus dari Madrasah Awaliyah
3) Madrasah Tsanawiyah, lamanya pengajaran 3 tahun untuk
murid-murid yang lulus dari Madrasah Ibtidaiyah
4) Madrasah Muallimin al-Wustha, lamanya pengajaran 2 tahun, untuk
lulusan dari Madrasah Tsanawiyah
5) Madrasah Muallimin al-Oela, lamanya pengajaran 3 tahun, untuk
lulusan dari Madrasah Muallimin al-Wustha
LP.
Ma’arif baru dapat bergerak secara aktif setelah Indonesia merdeka. Sedangkan
prinsip pendidikan yang dikelola oleh Nahdlatul Ulama adalah :
1)
Berdasarkan prinsip Ahlu
Sunnah wa al- Jama’ah
2)
Lebih mengutamakan
pendidikan di bidang agama Islam
3)
Memberikan mata pelajaran
umum yang sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
Tujuan
pendidikan Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama sebagai berikut :
1. Menanamkan jiwa, pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat
membentuk pandangan hidup bagi anak/manusia didik sesuai dengan ajaran Ahlu
Sunnah wa al-Jama’ah
2. Menumbuhkan sikap terbuka untuk mandiri. Kemampuan bekerja sama
dengan pihak lain untuk menyusun hari depan yang lebih baik
3. Menanamkan penghayatan terhadap nilai ajaran agama Islam sebagai
ajaran yang dinamis
D. Muhammadiyah
Gerakan
pembaharuan yang bermula dari pemikiran keagamaan dalam perkembangan berikutnya
merambah pada bidang pendidikan. Dalam pembaharuan bidang ini, muhammadiyah
tidak semata-mata dilihat dari segi intelektualitasnya, tetapi justru yang
utama adalah mengenai cara dan pendekatan serta aplikasi perjuangan yang sangat
berbeda dengan sistem yang berjalan.[6] Muhammadiyah tidak meniru
lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Timur Tengah sebagai pusat agama Islam
seperti al-Azhar di Mesir, namun muhammadiyah justru menjadikan pendidikan
model Barat merupakan langkah alternatif yang diteladaninya, padahal mereka
tergolong non muslim.[7]
Langkah
tersebut lebih disebabkan oleh kenyataan yang sedang berlangsung, yang mana
pendidikan model Barat lebih maju dibandingkan pendidikan Islam yang masih
tradisional, seperti halnya pondok-pondok pesantren atau surau. Maka, ketika
Kyai H. Ahmad Dahlan melihat sekolah-sekolah Nasrani berkembang dan banyak anak
muslim, bahkan anak-anak dari tokoh masyarakat yang masuk ke sekolah tersebut,
beliau berfikir dan prihatin serta berpendapat bahwa jika anak-anak keluarga
miskin ini tidak bersekolah atau sekolah di sekolah Nasrani, maka kedua-duanya
tidak menguntungkan dalam jangka panjang bagi perkembangan Islam. Kyai H. Ahmad
Dahlan yakni hanya melalui pendidikan yang mengajarkan berbagai ilmu
pengetahuan, bangsa Indonesia akan menjadi cerdas dan berilmu.
Pendidikan
yang diselenggarakan itu pada hakikatnya sebuah “pendobrakan” dari kultur
pendidikan yang mentradisi, karakteristik pendidikan yang bersifat minilitis,
dogmatis, populis, pedesaan, dan berorientasi pada politik diganti dengan
pendidikan yang berwarna rasional, elitis, “mengkota” dan berorientasi pada
birokrasi. Oleh karena itu cita-cita pendidikan yang dilontarkan oleh Kyai H.
Ahmad Dahlan meliputi tiga aspek yaitu :
a)
Baik budi, alim dan agama
b)
Luas pandangan, alim dalam
ilmu-ilmu dunia
c)
Bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya[8]
Pelaksanaan
pendidikan yang meniru Barat dan kemudian di Islamkan yaitu dengan memberi
materi pelajaran agama pada sistem pengajarannya itu, berarti Muhammadiyah
ingin mempertahankan iman pada satu sisi, namun pada sisi lain ingin agar warga
didiknya mampu berbuat dalam periode modern yang dicirikan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan ilmu teknologi.
Oleh
karena itu kurikulum yang dicetuskan Muhammadiyah yang mengambil kurikulum
pendidikan yang dibuat pemerintah kemudian menambah kewajiban mengikuti :
a.
Pendidikan Agama Islam :
ilmu dan penghayatan agama Islam
b.
Pendidikan kemuhammadiyahan
: pengertian, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam yang dilaksanakan oleh
Muhammadiyah, disamping keorganisasian Muhammadiyah
c.
Pancasila /UUD 1945
Dari
sistem yang diperkenalkan Muhammadiyah ini, maka menurut Nakamura, bahwa
pendidikan tersebut memperoleh hasil yang berlipat ganda, pertama, menambah kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui
ajaran Islam, kedua, melalui sekolah
Muhammadiyah ide pembaharuan bisa disebarkan secara luas, ketiga, mempromosikan penggunaan ilmu praktis dari pengetahuan
modern.
Demikian
upaya Muhammadiyah untuk mencerdaskan masyarakat, yang kini telah memiliki
ribuan sekolah yang tercakup dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan
Tinggi. Kecerdasan yang diinginkan adalah kecerdasan yang mampu mengaplikasikan
keterpaduan antara zikir dan pikir, memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani serta
terpolanya langkah yang relavan antara ilmu dan agama.[9]
Sebagai
gerakan sosial, Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
bermanfaat untuk pembinaan individual maupun sosial masyarakat Islam di
Indonesia. Sebagaimana Muhammadiyah telah mendirikan berbagai sarana, seperti
Rumah Sakit, Panti Asuhan Yatim Piatu, BKIA, dan sebagainya. Dan yang paling
menonjol dalam bidang pendidikan adalah perguruan tinggi.
E. Serikat Islam
Pada
tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI
diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak
hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti
politik.[10]
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah
mengembangkan jiwa dagang, membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan
dalam bidang usaha, memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat
naiknya derajat rakyat, memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai
agama islam, hidup menurut perintah agama.
SI
tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI yaitu membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di
antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI mengajukan
diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan
Hukum hanya diberikan pada SI lokal.
Walaupun
dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam
kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik.[11]
SI
memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran
pemerintah Belanda. Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi
pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah
memperbolehkan berdirinya partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad
1917.
F. Persatuan Islam
Persatuan
Islam didirikan oleh dua usahawan asal Palembang Sumatera Selatan, Muhammad
Zamzam dan Muhammad Yunus pada tanggal 12 September 1923 di Bandung. Muhammad
Zamzam dikenal berpengetahuan luas, Ia pernah belajar agama di lembaga Darul
Ulum Mekkah selama tiga tahun. Sedangkan Muhammad Yunus memperoleh pendidikan
secara tradisional, Ia menguasai bahasa Arab, tapi tidak pernah mengajar.
Organisasi yang proklamasi pendiriannya
dilakukan melalui sebuah kenduri yang diadakan secara berkala itu mempunyai
kegiatan yang relatif erat dengan keprihatinan para tokoh pendirinya terhadap
berbagai masalah yang berkembang waktu itu, terutama yang terjadi di Bandung
dan berbagai wilayah dunia Islam lainnya. Masalah-masalah yang dimaksudkan
umpamanya masalah keagamaan yang dibicarakan di majalah al-Munir Padang,
majalah al-Manar Mesir, konflik antara al-Irsyad dan Jami’at al-Khair dan
keberhasilan komunis syarikat islam, terutama setelah pihat syarikat Islam
lokal Bandung secara resmi menyokong pihak komunis para kongres nasional
Syarikat Islam tahun 1921 di Surabaya.
a.
Corak Pendidikan Pesantren
Persatuan Islam
Umpamanya
pada tekanan aktivitas Persatuan Islam pada bidang usaha membasmi bid’ah,
khurafat, takhayul, mengembalikan umat Islam kepada kepemimpinan langsung pada
al-Qur’an dan al-Sunnah dengan menghidupkan jihad dan ijtihad serta membentuk
kader melalui pesantren dan sekolah.
Sekolah
yang didirikan Persatuan Islam waktu itu adalah Taman Kanak-kanak, HIS (sama
dengan SD sekarang) tahun 1930, sekolah MULO (setara dengan SMP sekarang) tahun
1931 dan sebuah sekolah guru tahun 1932. Di sekolah-sekolah tersebut, di
samping diberikan pelajaran umum sebagaimana lazimnya sekolah-sekolah yang sama
yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, juga diberikan
pelajaran keislaman.[12]
Model
pesantren sesungguhnya telah dikembangkan oleh Persatuan Islam hanya enam tahun
setelah pendirian sekolah-sekolah. Tepatnya 1 Zulhijjah 1354 H, bertepatan
dengan Maret 1936. A. Hasan diangkat sebagai guru dan sekaligus kepala
pesantren. Sedangkan M. Natsir diangkat sebagai penasehat di pesantren yang
didirikan atas desakan umat itu. Pada masa itu awal berdirinya, jumlah santri
yang ada ketika itu sekitar 40 orang datang dari berbagai daerah kepulauan
Indonesia, kebanyakan dari luar pulau jawa.
Tujuan
pendirian pesantren itu adalah untuk keperluan mengeluarkan muballigh yang
sanggup menyiarkan, mengajar, membela dan mempertahankan Islam. kurikulum atau mata pelajaran pesantren
Persatuan Islam pada masa awal perkembangannya umumnya berisi pelajaran agama
dan sedikit pelajaran umum.
b.
Lama Pelajarannya Lima
Tahun
a.
Tingkat Ibtidaiyah
Lama
pendidikan pada tingkat ini yaitu 5 tahun. Nama Ibtidaiyah kemudian dirubah
dengan SR. Pesantren Persatuan Islam, lama belajarnya 6 tahun, tetapi 2 tahun
pertama kelas tahdiri (a dan b). Pada tahun yang ketiga baru duduk di kelas I
kemudian ke kelas II dan tamat pada kelas IV.
Ilmu-ilmu
yang diajarkan pada SR. Pesantren Persatuan Islam ialah membaca/menulis huruf
Arab dan huruf Latin, Fiqh, Qur’an, Bahasa Arab, Tauhid, Akhlak, Nahu/Sharaf,
Tajwid, Tarikh Islam, Tafsir, Faraidh, al-Bayan, Berhitung, ilmu Bumi, Sejarah,
Bahasa Indonesia dan lain lain. Sedangkan kitab-kitab yang dipakai (pedoman)
ialah Mabadi’ Qira’ah Rasyidah/Qira’ah
Rasyidah, Adabul Fata, as-Samiratul Muhazzib, Qur’an (Juzz Amma) dan lain-lain.
b. Tingkat Tsanawiyah
Lama
pendidikan di Tsanawiyah 4 tahun. Murid yang diterima di tingkat Tsanawiyah
adalah anak-anak yang tamatan Ibtidaiyah. Pelajaran tingkat Tsanawiyah ialah :
Tauhid, Tafsir, Hadist, Fiqh, Ushul Fiqh, Musthlaha Hadist, Faraidh, Nahu,
Sharf dan lainnya.
Sedangkan
kitab-kitab Agama/bahasa Arab yang dipakai adalah Syarqawi, (tauhid), al-Qur’an, Buluqhul Maram,
Subulus Salam, al-Bukhari dan lainnya.
Kurikulum
yang dipakai pesantren Persatuan Islam awal ini memang lebih banyak menekankan
pada kebijaksanaan kalangan anggota Persatuan Islam sendiri yang dusesuaikan
dengan keperluan saat itu. Sedangkan bila kurikulum yang ada sekarang ini
dilihat maka tentu telah banyak mengalami perubahan sesuai dengan perubahan
kurikulum pendidikan Islam pada umumnya di Indonesia.
Tujuan
institusional masing-masing tingkat adalah :[13]
1. Tingkat Ibtidaiyah bertujuan untuk memiliki pengetahuan dasar
dan keterampilan mengamalkan ajaran Islam serta siap memasuki Tsanawiyah
2. Tingkat Tajhizziyah bertujuan untuk memiliki pengetahuan dasar
dan keterampilan mengamalkan ajaran Islam serta siap memasuki Tsanawiyah
3. Tingkat Tsanawiyah bertujuan untuk memiliki pengetahuan dasar
dan keterampilan mengamalkan ajaran Islam serta memiliki kemampuan untuk
mengembangkan ajaran Islam serta siap memasuki Muallimin
4. Tingkat Muallimin bertujuan untuk menguasai ajaran Islam lebih
lanjut, dapat membina pendidikan Islam serta siap memasuki pesantren Tinggi
Persatuan Islam
Kurikulum
pesantren Persatuan Islam di Bandung dan Bangil secara sepintas kelihatannya
berbeda. Namun pada intinya sama yaitu bagaimana pesantren Persatuan Islam
sebai organ dari organisasi Persatuan Islam ini dapat menciptakan kader-kader
muslim puritan yang tidak kurang ilmu pengetahuan agama dan tidak ketinggalan
ilmu umumnya. Perpaduan corak ilmu agama dan umum merupakan fenomena pesantren
modern yang mengadopsi sistem kelembagaan pendidikan modern.
G. Simpulan
Jami’at
al-Khair adalah suatu pendidikan islam modern yang pertama dan terbesar namun
karena banyaknya anggota yang mengikuti kegiatan politik dan menyimpang. Jadi
ruang geraknya di batasi oleh pemerintahan belanda.
Nadhlatul
Ulama adalah suatu pergerakan di bawah naungan ahlisunawah waljam’ah yang
menganut kepada ajaran rasulullah.saw.
Muhammadiyah
adalah aliran yang menjadikan pendidikan barat menjadi teladan walaupun mereka
non muslim.
Serikat
Islam adalah lembaga yang membangun persaudaraan, persahabatan, dan lainnya.
Lembaga ini juga tidak hanya untuk masyarakat jawa, namun seluruh masyarakat
islam.
Persatuan
Islam adalah perkumpulan para ulama yang menciptakan suatu pembelajaran atau
organisasi yang menciptakan kegiatan yang sama hal nya dengan kegiatan-kegiatab
pesantren.
H. Daftar Pustaka
Drs.
Mansyur,M.A. 2004. Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Islam.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hasbulah. 1996. Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: LSIK.
Http://www.academia.edu/17842814/ORGANISASI-ISLAM-DAN-PERANNYA-TERHADAP-PENDIDIKAN-ISLAM-DI-INDONESIA.html.
Jauhari,
Ahmad.1990. “Muhammadiyah Gebagai Gerakan Pembaharuan Islam”. Jakarta:
Pustaka Panjimas.
Karim,
Rusli. 1958. Pendidikan Muhammadiyah dilihat dari Perspektif Islam. Jakarta:
Pustaka Panjimas.
Yusuf, Slamet Effendi. 1985.
Dinamika Kaum Santri. Jakarta: Rajawali Press
Zuhri,
Saefuddin. 1987. Guruku Orang-orang dari Pesantren. Bandung: Rajawali
Press
[1] Hasbulah. “Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”.(Jakarta: LSIK, 1996). Hal
92
[2] Slamet Effendi, Yusuf.”Dinamika
Kaum Santri”. (Jakarta: Rajawali Press, 1985). Hal 17-18
[3] Saefuddin, Zuhri.”Guruku
Orang-orang dari Pesantren”. (Bandung: Rajawali Press, 1987). Hal 26
[6] Ahmad,
Jauhari. “Muhammadiyah Gebagai Gerakan Pembaharuan Islam”.(Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1990). Hal 105
[7] Rusli, Karim. “Pendidikan
Muhammadiyah dilihat dari Perspektif Islam”.(Jakarta: Pustaka Panjimas,
1985). Hal 85
[9] Ibid, Hal. 89
[10] Drs. Mansyur,M.A. ”Sejarah
Sarekat Islam dan Pendidikan Islam” .(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004).
Hal 31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar