MAKALAH
“TIGA ALIRAN
PENULISAN SEJARAH MASA AWAL ISLAM”
DALAM MEMENUHI TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH HISTORIOGRAFI ISLAM
Dosen
Pengampu; Nyayu Soraya, M. Hum
Disusun oleh kelompok 3;
Al-farizi
(1532100080)
Apri
wobowo(1532100086)
Amelia
agustina(1532100083)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2016-2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad Saw.
Keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas
ajarannya hingga hari kiamat.
Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karuniaNyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Tiga Aliran Penulisan Sejarah Masa Awal Islam.
Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah
Historiografi islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam
Negri Raden Fatah Palembang. Dalam penyusunan makalah ini penulis sangat
menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan sehingga penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah ini yang telah memberikan materi perkuliahan serta arahannya,
mudah-mudahan Allah SWT. Membalas atas semua bantuan yang telah diberikan
dengan tulus dan ikhlas. Penulis berharap makalah ini berguna bagi kita semua
amin. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Akhirul kalam,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Palembang, 30 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................. 3
BAB I............................................................................................................. 4
PENDAHULUAN......................................................................................... 4
A.
Latar Belakang................................................................................... 4
B.
Rumusan Masalah............................................................................... 4
C.
Batasan Masalah................................................................................. 4
BAB II........................................................................................................... 5
PEMBAHASAN............................................................................................ 5
A.
Aliran Yaman..................................................................................... 5
B.
Aliran Madinah................................................................................... 9
C.
Alliran Irak....................................................................................... 19
D.
Pertemuan Tiga Aliran...................................................................... 23
BAB III........................................................................................................ 29
PENUTUP.................................................................................................... 29
A.
Kesimpulan ...................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 30
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penulisan sejarah Islam
berkembang dari masa ke masa, mengikuti perkembangan peradapan Islam.Pada mulanya umat islam, karena keperluan agama,
meriwayatkan hadits-hadits Nabi,
termasuk perang-perang Nabi dan para sahabat yang berpatisipasi di dalamnya.
Penulisan itu
dapat dikatakan sebagai cikal bakal penulisan sejarah. Dari penulisan-penulisan
hadits-hadits Nabi itu, para sejarawan memperluas cakupan sejarah. Pertama-tama
mereka mengembangkannya kepada riwayat-riwayat yang berkenaan dengan
perang-perang Nabi yang disebut dengan al-maghazi dan mengembangkan
riwayat-riwayat yang berkenaan dengan biografi Nabi yang biasa disebut dengan al-sirah.
Para penulis
sejarah seperti ini pertama-tama adalah putera-putera sahabat Nabi. Dan ada
aliran-aliran yang timbul pada masa itu dalam menulis sejarah awal islam, yaitu
aliran Yaman, Airan Madinah, dan Aliran Irak dan sampai ke pertemuan antara
ketiga aliran tersebut.
Oleh karena
itulah, kelompok kami akan membahas makalah dengan sangat terperinci yang
berjudul “Tiga Aliran Penulisan Sejarah Masa Awal Islam” agar kita
mengetahui bagaimana penulisan sejarah dari berbagai aliran tersebut. dan
mudah-mudahan akan menambah ilmu kita mengenai pembahasan tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penulisan sejarah awal islam dari alliran Yaman
2.
Bagaimana penulisan sejarah awal islam dari aliran Madinah
3.
Bagamaina penulisan sejarah awal islam dari aliran Irak
4.
Bagaimana pertemuan antara tiga aliran pennulisan sejarah awal islam
C.
Batasan Masalah
1.
Hanya membahas penulisan sejarah berdasarkan aliran Yaman
2.
Hanya membahas penulisan sejarah berdasarkan aliran Madinah
3.
Hanya membahas penulisan sejarah berdasarkan aliran Irak
4.
Hanya membahas pertemuan tiga aliran penulian sejarah awal islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Yaman
Yaman
adalah sebuah negeri yang terletak dibagian selatan Jazirah Arab, karena itu
juga disebut sebagai Arab Selatan.Berbeda dengan Aran bagian Utara, negeri
Yaman pernah
mengalami kemajuan peradaban. Pada masa kebangkitan
islam pertama, penduduk Yaman dapat dikatakan sebagai sedikit lebih
berperadaban dari pada penduduk arab utara. Kalau penduduk Arab Utara ketika
itu bekum memperhatikan pentnignya tulis menulis, maka penduduk Yaman sejak
lama sudah menulis peristiwa-peristiwa yang mereka alami. Mereka juga sudah
mengenal kalender sejak tahun 115 SM. Berita penting yang diperoleh dari tulisan-tulisan yang ditemukan
ditempat-tempat peribadatan mereka sebelum islam, yang terpenting diantaranya
adalah berita tentang runtuhnya bendungan Ma’arib yang menimbulkan banjir besar dinegeri itu
dan memaksa penduduknya hijrah ke Hijaz, Tihamah, Nejd, Irak, dan Syria.[1]Berita
lainnya adalah seperti tentang kerajaan Saba’ dan Ratu Bilqisnya, yang
berhubungan dengan Nabi Sulaiman, tentang kerajaan Himyat, tentang penaklukan
Habasyah. (Ethiopia) atas Yaman tentang serbuan Yaman (atas nama Habasyah) ke
mekah dengan tentara gajah pada tahun 571 M, dan tentang peperangan yang syap ibn
Yazn Al-Himyari berhasil mengusir orang-orang habasyah dari negeri yaman atas
bantuan Persia.
Akan
tetapi, berita-berita itu, terutama yang berkembang dimasa islam, didalamnya
bercampur antara yang factual (historis) dan yang bersifat dongeng dan legenda.
Menurut perkiraan Muhammad Ahmad Tarhini, munculnya legenda dan dongeng dalam
berita-berita itu adalah dikarenakan tingginya fanatisme kedaerahan orang-orang
Yaman pada abad pertama dan kedua hijrah.
Dengan
legenda-legenda itu, mereka ingin memperlihatkan bahwa Arab Selatan lebih
unggul dari pada Arab Utara, karena dengan munculnya Nabi Muhammad SAW di HIjaz
orang-orang Arab Utara ketika itu merasa lebih unggul dari pada orang-orang
Arab selatan.
Riwayat-riwayat tentang Yaman dimasa silam
kebanyakan dalam bentuk hikayat (al-qashash, cerita), sebagaimana al-ayyam
dikalangan Arab data Utara.
Isinya adalah
cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan.Dia merupakan kelanjutan dari
corak sejarah sebelum tukang ikayat (narator) dan kitab-kitabnya dapat
dikatakan riwayat-riwayat sejarah (novel sejarah). Oleh karena itu , para sejarawan tidak
menilai hakikat-hakikat itu sebagai memiliki nilai historis.[2]
Para penulis hikayat-hikayat yang
banyak dikutip oleh sejarah muslim berikutnya, yang terpenting diantara mereka
adalah : Al-ahbar, Wahb ibn Munabbih, dan ‘Ubay ibn Syariyah. Mereka bertiga
ini dipandang sebagai tokoh aliran Yaman.
1.
Ka’b
Al-Ahbar (w.32 H)
Nama
lengkapnya adalah Abu ishaq Ka;b al-Ahbar. Dia melewati masa mudanya di Yaman
sebagai seorang pemeluk Agama Yahudi dan memeluk Agama Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-Khathab, sebagian
menyebutkan padaa masa pemerintahan khalifah Abu Bakar Al-Siddiq. Riwayat yang
dikutip Al-Waqidi dari Yunus Ibn maysyarah ibn hulays terdapat petunjuk bahwa
ketika Ali ibn Abi Thalib mengunjungi Yaman, Ka’b datang kepadanya untuk
mendengarkan pembicaraannya.Ia memohon kepada Ali untuk menceritakan pribadi
Nabi Muhammad SAW setelah mendengarkan apa yang disampaikan Ali itu, dia
berkata, “Semua itu persis dengan apa yang terdapat dalam kitab suci kami. Saya
percaya dan masuk Islam”.
Yang jelas, pada Masa pemerintahan Umar Ibn Al-Khathab dia
datang ke kota Madinah dan menetap disana untuk beberapa lama. Di madinah dia
bergaul dengan para sahabat Nabi, meriwayatkan kepada mereka berita-berita yang
bersumber dari kitab-kitab Isra’iliyyat (agama Yahudi), disamping belajar
hadist-hadist Nabi SAW diakhir hayatnya, dia menjadi seorang ulama yang
cemerlang kemudan dia pindah ke Syria dan tinggal di Hamash sampai meninggal
dunia pada tahun 32 H, pada masa pemerintahan Ustman ibn Affan.
Sebagai seorang bekas penganut agama yahudi,
dia dinilai sebagai ssangat menguasai kitab-kitab yahudi dan dapat membedakan
antara yang benar dan yang bathil.Riwayat-riwayatnya tentang hadist terdapat
didalam sunan Abu Dawud, Sunan Al-Tirmidzi, dan sunan Al-Nasai.Kisah-kisah para
nabi banyak bersumber darinya.
2.
Wahb ibn Munabbih (34 H-110 atau 114 H/792 atau 732M)
Wahb ibn
Munabbih lahir pada tahun 34 H. Ia adalah salah seorang
pemuka Tabi’in dan ahli dalam bidang sejarah.[3]Dia adalah seorang narator yang terkenal tentang
asal-usul Yaman dan jabatannya setingkat dengan qadhi. Dia banyak mempengaruhi
penulisan sejarah Arab dalam banyak hal. Pertama, dia adalah seorang
yang memperkenalkan kandungan kitab-kitab suci Yahudi. Kedua, dia adalah
penduduk Yaman yang berdarah Persia. Dia sangat mendalam melangkah ke materi
cerita rakyat Yaman yang legendarisyang ditransmisikannya untuk keperluan ahli
tafsir dalam menafsirkan al-Qurandan penulisan maghbazi. Dia meskipun
demikian adalah seorang perintis penyusun maghbazi , sebagaimana yang dikembangkan
oleh aliran Madinah, dalam penulisan sejarah yaitu pada abad pertama Hijriah.
Disamping itu diantara jasanya dalam lapangan sejarah adalah: (1) meriwayatkan
sejarah bangsa Arab sebalum islam, (2) meriwayatkan bangsa-bangsa bukan Arab,
terutama yang bersumber dari kitab-kitab suci Yahudi dan Nasrani, (3)
menciptakan kerangka sejarah para nabi, mulai dari nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW, (4) memasukkan unsur kisah ke dalam lapangan sejarah.
Dia
meninggalkan beberapa tulisan yang berkenaan dengan tulisan Arab sebelum islam.
Ibn sa’ad menyebutkan bahwa dia adalah pengarang buku yang berjudul Ahadist
al-Anbiya’ wa al-‘Ibad wa Ahadist Bani Israil (berita tentang nabi-nabi,
orang-orang saleh dan banii israil. Ibn
al-Nadim menyebutkan bahwa dia adalah pengarang buku yang berjudul al-Mubtda’,
Ibn Qutaybah menyebutkan beberapa keterangan, yaitu Qashash al-Anbiya (kisah
para Nabi), Mubtada’ al-Khalq (Awal penciptaan), al-Mabda’ dan
al-Mubtada’.[4]
Sebagaimana
yang disebutkan diatas, Yaqut menyebutkan bahwa, disamping al-Mubtada’ Wahb ibn
Munabbih juga menulis karya lain yang berjudul kitab al-Muluk al-Mutawajjah min
Himyarwa Akhbaruhun wa Ghayr Dzalik (kitab tentang raja-raja bermahkota dari
Himyar, sejarah mereka, dan lain-lain).[5]
Karya-karya ini tidak dijumpai lagi, tetapi bagian-bagian tertentu dari padanya
dapat dijumpai dalam karya-karya sejarawan yang datang sesudahnya, seperti Ibn
Qutaybah, ibn Ishaq, ibn Hisyam al-Thabari dan lain sebagainnya.
Laporannya tentang sejarah Yaman kebanyakan bersifat
mitologi yang didapatkannya dari sejarah bangsa-bangsa terdahulu dan dari
sumber bangsa Yahudi, baik tertulis maupun dari sumber-sumber lisan. Dia juga
mencontoh syair-syair Arab, seperti al-ayya, yang bertujuan untuk memuliakan
bangsa Yaman di Arab bagian selatan. Dalam menulis sejarah, dia tidak terlalu
kritis dan tidak teliti dalam menerima bahan, yang sebenarnya tidak dapat
dijadikan sebagai sumber sejarah. Oleh karena itu menurut al-Sakhawi,
karya-karya Wahb ibn Munabbih hampir seluruhnya tidak dapat diterima sebagai
bahan penelitian untuk kepentingan penulisan sejarah.
Meskipun
demikian, banyak ceritanya yag kemudian dikutip oleh sejarawan-sejarawan muslim yang datang kemudian, seperti tentang
kajadian alam, diturunkannya Adam dan Hawa dari sorga ke bumi karena memakan
buah terlarang, sejarah Dawud , Jalut dan Thalut, Nabi sulaiman dan ratu
bilqis.[6]
Al-Thabari juga banyak mengambil pendapat-pendapat Wahb ibn Munabbih, seperti
tentang usia alam yang 60.000 tahun.
Al-Thabari juga banyak mengutip tentang sejarah bangsa-bangsa dan nabi-nabi di
masa silam.
3.
AbidIbn Syariyyah al-Jurhumi
Dia adalah
seorang yang berusia yang sangat panjang. Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa
dia hidup selama tigaratus tahun dan sebagian lagi menyatakan bahwa usianya
sampai dua ratus dua puluh tahun. Yang jelas dia hidup di dua masa, masa pra
islam dan masa islam.
Dia tidak
mendapat penghargaan dinegerinya. Menurut ibn Hisyam, dia pernah ikut dalam
perang Dahis.[7] Sejarah
tentang ‘Abid juga diceritakan dalam bukunya al-Tijan min Muluk Himyar wa
al-Yaman (Mahkota raja-raja Himyar dan Yaman). Muawwiya Ibn Sufyan, khalifah
pertama Daulah Bani Umayyah, pernah memanggilnya dari San’a ke Ibu kota,
Damaskus, untuk menyelidiki serta memeriksa tentang ilmu bahasa, ilmu alam dan
geografinya. Selama masa pemerintahan Muawiyah, ‘Abid dihormati sebagai pakar
sejarah dunia. Mu’awiyah merasa puas dengan ide-idenya dan menyuruh wakilnya
untuk menulis secara detail tentang ‘Abid.
Atas dasar
kepercayaan itulah ‘Abid hidup bersama para khalifah bani umayah sampai
Khalifah ‘Abd al-Malik ibn Marwan. Ibn al-Nadim telah menulis didalam kitabnya
al-Fihrist bahwa ‘Abid pernah menulis dua buah buku, yaitu kitab al-Amstal,
kitab al-Mulk wa Akhbar al-Madhi (raja-raja dan sejarah masa islam). Menurut
ibn al-Nadim yang mengaku pernah melihat kitab al-Amstal itu, tebal kitabb itu
adalah 50 halaman.
Karya ini ditransmisikan secara lisan
oleh Zayb ibn kayyis al-Namery, ‘Abd al-Wudd al-Jurhumi dan ‘Alaqah ibn Karim
al-Kilabi. Pada masa Yazid ibn Mua’awiyah ia seorang informan yang dihormati
oleh orang terdahulu. Sebagian kritikus menyatakan bahwa karyanya yang terakhir
itu lebih dekat kepada hikayat dari pada karya sejarah.
B.
Aliran Madinah
Sebagaimana
disebutkan sebelumnya, perkembangan sejarah di kalangan kaum muslimin sejalan
dengan perkembangan ilmu-ilmu keagamaan lainnya. Perkembangan ilmu-ilmu
keagamaan islam itu sendiri bermula di kota madinah, karena kota ini merupakan
ibukota negara islam pertama sampai berdirinya Dinasti Umawiyah yang menjadikan
Damaskus, Syria, sebagai ibukota negara islam.
Di Madinah, kota Hijrah, Nabi Muhammad saw. menerima wahyu dan
menjalankan pemerintahan dan dakwahnya hingga beliau wafat. Di kota suci agama
islam kedua setelah Mekah ini berkumpul para sahabat besar, yang dipandang
sebagai “gudang” ilmu pengetahuan keagamaan islam. Ketika wilayah kekuasaan
islam meluas akibat keberhasilan ekspansi islam pada masa Al-Khulafa Al-Rasyidin dan Bani Umayyah,
banyak para penuntut ilmu yang ingin mendalami ilmu-ilmu keagamaan islam,
seperti hukum-hukum islam, hadist, tafsir, dan lain sebagainya datang ke madinah, karena
madinah pada masa itu menjadi kota tempat bermukimnya banyak ilmuan muslim,
yang terdiri dari para ahli qira’at dan penghapal al-Qur’an, baik dari kalangan
sahabat maupun dari kalangan tabi’in. Banyaknya para penuntut ilmu yang datang ke madinah
menyebabkan semakin bertambahnya halaqah-halaqah ilmiah di Madinah.
Di
halaqah-halaqah ilmiah itu disampaikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan
keagamaan islam. Setiap halaqah ilmu dipimpin oleh seorang guru.
Halaqah-halaqah ilmiah itu bersifat terbuka bagi setiap penuntut, sehingga
seorang penuntut yang sudah berhasil pada satu halaqah akan beralih kepada
halaqah yang lain untuk tujuan memperdalam ilmu pengetahuan keagamaan yang lain
pula. Seorang penuntut yang telah lulus dengan nilai unggul pada tingkat
akademik tertentu biasanya mendirikan halaqah ilmiah sendiri. Riwayat atau
kuliah yang diberikan oleh guru berlangsung dalam bentuk silsilah dari seorang
penuntut kepada yang lainnya.
Ilmu
pengetahuan keagamaan islam yang pertama kali berkembang adalah ilmu
hadits, karena melalui ilmu hadits
inilah kaum muslimin pertama-tama mengetahui hukum-hukum islam, penafsiran
al-Qur’an, sunnah Rasulullah dan para sahabat, keteladanan Rasulullah, dan lain
sebagainya. Perkembangan ilmu hadist itu berlangsung melalui periwayatan.
Perkembangan
ilmu hadist itu, sebagaimana telah disebutkan, dapat dikatakan sebagai cikal
bakal penulisan sejarah. Dari penulisan hadits-hadits nabi itu, para sejarawan
segera memperluas cakupannya sehingga membentuk satu tema sejarah tersendiri,
yaitu al-Maghazi (perang-perang dipimpin rasulullah) dan al-sirah al-nabawiyyah
(riwayat hidup nabi Muhammad saw).
Aliran
sejarah yang muncul di madinah ini kemudian disebut dengan aliran madinah,
yaitu aliran sejarah ilmiah yang mendalam, yang banyak memperhatikan al-maghazi
(perang-perang yang dipimpn langsung oleh Rasulullah saw) dan biografi nabi
(al-sirah al-nabawiyyah), dan berjalan di atas pola hadits, yaitu sangat
memperhatikan sanad.
Sejalan
dengan riwayat perkembangannya, para sejarawan dalam aliran ini terdiri dari
para ahli hadits dan hukum islam (fiqh). Mereka itu adalahAbdullah ibn al-abbas (w.78H), sa’id ibn al-musayyab
(13-94 H/634-713 M), aban ibn utsman ibn affan (wafat antara tahun 95-105
H/713-723 M), syurahbil ibn sa’ad (w.78 H), Urwah ibn Zubayr ibn al-awwam
(23-94 H/643-712 M), Ashim ibn Umar ibn Qatadah al-zhafari (w. 120H/737 M), Ashim ibn muslim ibn
Ubaidillah ibn Syihab al-zuhri (w. 124 H/742 M), dan Musa ibn Uqbah (w. 141
H/758 M).
Menurut
Abd al-aziz al-duri, perkembangan dan orientasi aliran madinah ini sangat ditentukan oleh
usaha-usaha dari dua ulama dalam bidang ilmu hukum (fikih) dan hadits, yaitu
urwah ibn al-zubayr dan muridnya al-zuhri.[8]Ditangan
al-zuhri aliran madinah menjadi berkembang pesat. Dengan demikian, menurut abd
al-aziz al-duri, asas-asas al-maghazi terwujud dari suatu kajian yang tekun dan
mendalam dan bukan kelanjutan dari cerita rakyat sebagaimana karya wahb ibn munabbih.
Murid-murid al-zuhri, seperti musa ibn ishaq banyak
mengambil bahan sejarahnya dari isra’iliyyat sehingga nilai sejarah menjadi
merosot kembali.
1.
Abdullah Ibn Al-Abbas, Sa’id Ibn Al-Musayyab, Aban Ibn
Utsman Ibn Affan, Syurahbil Ibn Sa’ad, Dan Ashim Ibn Umar Bin Qatadah
Al-Zhafari.
Jasa tiga tokoh pertama dalam bidang penulisan sejarah
dalam islam, pada dasarnya terletak pada riwayat-riwayatnya yang masih
merupakan embrio dari kajian sejarah dalam islam. Abdullah ibn al-abbas (w. 78
H) dalam lapangan ilmu keagamaan, disamping dikenal sebagai ahli hadits, fikih
dan tafsir yang sangat luas pengetahuannya, dia juga dikenal sebagai memiliki
pengetahuan tentang sejarah, ayyam al-arab, nasab, syair dan bahasa. Al-thabari
meriwayatkan daripadanya peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan bahasa arab al-ba’idah
(yang sudah punah), al-isra’iliyyat, dan tentang al-maghazi ( perang-perang
yang dipimpin rasulullah saw). Dia tidak meninggalkan karya tulis, tetapi
ucapan-ucapannya banyak dicatat oleh murid-muridnya. Oleh karena itulah, penulisan
riwayat-riwayat ibn abbas ini dapat dikatakan sebagai awal penulisan sejarah
dikalangan bangsa arab.
Sama
dengan ibn abbas, sa’id ibn al-musayyab ( 13-94 H/ 634-713 M) adalah juga
seorang ahli fikih yang mempunyai banyak pengetahuan tentang sejarah.
Pengetahuannya yang luas tentang sejarah diakui oleh al-zuhri. Konon dia telah
menulis beberapa makalah lepas tentang kehidupan nabi Muhammad saw. dan tentang
ekspansi islam. Hal itu diketahui melalui kutipan-kutipan al-Thabari di dalam karya
sejarahnya yang terkenal. Sedangkan Aban Ibn Utsman Ibn Affan (wafat antara
tahun 95-105 H/713-723M) dinilai sebagai lambang dari pemisahan antara ilmu
hadits dan kajian al-Maghazi
tema pertama sejarah islam.
Syurahbil
ibn sa’ad (w.123 H), di samping dikenal sebagai sejarawan muslim generasi
pertama, yang banyak memiliki pengetahuan tentang al-sirah dan al-maghazi.
Sebagaimana para pendahulunya, dia tidak meninggalkan karya sejarah, tetapi
keterangan tentang sejarah yang berasal dari padanya diperoleh dari para ahli
dan perawi hadits.
Namun, berbeda dengan ibn abbas dan sa’id ibn
al-musayyab, syurahbil ibn sa’ad lebih dikenal sebagai sejarawan daripada
sebagai sebagai perawi hadits. Dia dianggap sebagai
orang yang tahu tentang perang-perang nabi saw. (al-maghazi), orang-orang yang
hijrah dari mekkah ke madinah bersama Nabi Muhammad saw. dan orang-orang yang
terlibat di dalam perang badar dan perang uhud. Dia juga menulis nama-nama para
sahabat yang hijrah dari mekah ke habasyah (Ethiopia) pada tahun 615 M.
Meskipun karyanya tidak ditemukan lagi, kandungannya sudah dilesatarikan oleh
para sejarawan yang mengutipnya.
Sebagaimana Syurahbil Ibn Sa’ad, Ashim Ibn Umar Ibn
Qatadah Al-Zhafari(w.120H/737 M) adalah seorang tokoh sejarah aliran madinah
yang memiliki pengetahuan luas tentang al-Maghazi dan al-Sirah.Riwayat-riwayatnya
dalam hal itu banyak dikutip oleh para sejarawan sesudahnya, seperti ibn Ishaq
dan al-Waqidi. Demikian luasnya pengetahuannya dalam hal tersebut,
sampai-sampai Umar Ibn Abd Al-Aziz, Khalifah Bani Umayyah memerintahkannya
untuk mendirikan majelis ilmu di masjid damaskus dimana dia memberikan kuliah
tentang al-Maghazi dan riwayat hidup para sahabat.
2.
Urwah Ibn Zubayr Ibn Al-Awwam
Urwah
ibn Zubayr ibn al-Awwam
adalah satu generasi dengan syurahbil Ibn Sa’ad Dan Aban Ibn Utsman Ibn Affan.
Dibandingkan dengan sahabat segenerasinya itu, menurut Abd Al-Aziz Al-Duri,
perannya dalam menumbuhkan ilmu sejarah
dalam islam lebih besar.[9]
Urwah adalah
seorang tokoh suku Quraisy.Ayahnya bernama Al-Zubayr Ibn Al-Awwam, dan ibunya
bernama Asma Bint Abi Bakr.A’isyah adalah bibinya dari garis ibunya.Khadijah
binti khuwaylid adalah neneknya.Ia bersaudara dengan Abdullah ibn al-zubayr. Dan
istrinya, Umm Yahya, adalah puteri bungsu dari Al-Hakam Ibn Abi Al-Ash, tokoh
terpandang bangsa Quraisy pada masanya.
Terdapat
perbedaan mengenai tahun kelahirannya. Beberapa kalangan yang berwewenang
mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tahun 22 atau 26 atau 29 H. Salah satu
riwayat mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tahun 23 H/643 M. Hal ini
tampaknya merupakan perhitungan yang lebih seksama, sesuai dengan riwayat lain
yang menyatakan bahwa dia berusia tigabelas tahun pada waktu terjadinya perang
jamal (unta) pada tahun 36 H. Hal tersebut
ditunjang dengan pernyataan ‘Urwah sendiri yang menyatakan bahwa dalam
perjalanan menuju pertempuran, waktu itu ia kembali karena usianya masihh
muda. Tentang tahun wafatnya terdapaat
beberapa riwayat. Al-Thabari menetapkan
bahwa ia meninggal tahun 94 H. Menurut ibn Qutaybah dan Ibn khalikan, dia
meninggal tahun 93 H. Namun riwayat yang paling tua dan paling dapat dipercaya
adalah tahun 94 H/712 M.
Urwah
tumbuh dewasa dan belajar di
madinah. Dia kemudian tinggal di mesir selama 7 tahun antara tahun 58 H dan
tahun 65 H, dan menikah di sana. Urwah menghabiskan seluruh hidupnya untuk
belajar dan mengajar.Dia meriwayatkan hadits dan ilmu dari ilmuan-ilmuan besar
di madinah pada masanya, dan salah seorang yang paling menonjol dalam bidang
hadits.
Urwah
mengunjungi abd al-malik di damaskus, ketika yang terakhir ini sudah menjadi
khalifah.Setelah saudaranya, Abdullah ibn al-Zubair meninggal, dia datang
mengunjungi khalaifah al-Walid.Riwayat menunjukkan bahwa tidak ada tanda-tanda
bahwa orang-orang Damaskus menghormati ilmunya, dan dia sangat hati-hati waktu
berhubungan dengan mereka.Hal itu dibuktikan oleh kenyataan ketika pihak
penguasa bani umayyah bertanya kepadanya tentanag peristiwa-peristiwa yang berhubungan
dengan tugas nabi.
Dari
tulisan-tulisannya itu tampaknya urwah menulis tentang al-Maghazinya secara
berurutan mulai dari turunnya wahyu, mulainya dakwah, hijrah ke habasyah,
hijrah ke madinah, kemudian dilanjutkan dengan aktivitas-aktivitas di madinah
seperti ekspedisi Abdullah ibn Jahsy, Perang Badar, Perang Qainuqa, Perang
Khandaq, Perang Bani Quraizhah, Perjanjian Hudaibiyah , Ekspedisi Mu’tah,
Penaklukan Kota Mekah, Perang Hunayn, Perang Al-Thaif, beberapa surat yang
dikirim nabi,dan hari-hari terakhir
hayat rasulullah.
Riwayat-riwayat
itu tampaknya hanya terperinci dalam hal yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa penting. Beberapa peristiwa hanya disinggung dalam isyarat
belaka. Para bagian lain, dapat disaksikan bahwa antara satu peristiwa dengan
peristiwa lain disajikan secara berhubungan, seperti hubungan antara
penaklukkan kota Mekah dengan perjanjian Hdaybiyah. Sementara itu, perang Uhud
sendiri tidak diriwatyatkannya.Dapat disimpulkan bahwa Urwah sudah memulai
karya tentang al-maghazi.Bahkan karyanya itu tidak terbatas pada
persoalan-persoalan al-maghazi (perang), tetapi juga sudah memasuki aspek-aspek
al-sirah (riwayat hidup nabi), sejak turunnya wahyu sampai wafatnya Nabi.[10]
Oleh karena
itu, al-Sakhawi di dalam karyanya mengisyaratkan adanya kajian tentang
al-Maghazi oleh Urwah. Pendapat itu dikuatkan oleh Haji Khalifah yang
mengatakan bahwa Urwah adalah sejarawan muslim pertama yang mengarang
al-Maghazi. Namun, yang jelas adalah bahwa Urwah sudah melakukan kajian tentang
al-maghazi akan tetapi gagasannya tentang al-sirah bekum begitu jelas.
Urwah
adalah seorang perawi hadits yang dapat dipercaya, dan dia dalam menuliskan
berita-berita sejarah itu menggunakan metode hadits. Kedudukan sosialnya telah memudahkannya untuk mendapat riwayat-riwayat
dari sumbernya. Kita juga mendapatkan adaya isnad dalam
riwayat-riwayatnya, tetapi riwayat laing tidak digunakan isnad. Dalam
surat-suratnya kepada abd al-malik ibn marwa, urwah menggabungkan sejumlah
hadits ke dalam bentuk ringkasan tunggal bbersambung, dan bentuk laporannya itu
tidak menyajikan isnad.
Disamping
laporan lisan, Urwah juga mempunyai perhatian terhadap dokumen tertulis,
terbukti dengan tulisannya beberapa suat
Rasul ke berbagai tempat, dan ini merupakan aspek penting dalam penulisan
sejarah. Dia juga mengaitkan peristiwa-peristiwa sejarah dengan nash-nash
al-Quran berisi atau ada kaitannya dengan peristiwa sejarah itu.
Riwayat urwah
dinilai otentik, karena diriwayatkan dari sumber yang dapat dipercaya, seperti
a’isyah, keluarga al-zubayr, usamah ibn zayd, Abdullah ibn amr ibn al-ash, abu
dzar.
Dalam beberapa
riwayatnya, Urwah menampilkan beberapa syair yang diucapkan oleh orang-orang
yang terlibat dalam peristiwa bersangkutan. Hal ini dianggap wajar, sesuai
dengan lingkungan kota Madinah, karena syair adalah unsur asasi dalam
kebudayaan dan penulisan Arab.
Gaya tulisan
urwah mudah dimengerti, hidup dan runtut, jauh dari sikap berlebihan
(mubalaghah) atau usaha mempengaruhi pembaca.Ketika memulai suatu riwayat, dan
biasanya menuliskan tentang latar belakang peristiwa itu dengan mengaitkan
dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya atau yang sedang terjadi.
Demikianlah,
ketika ia menulis tentang Perang Badar ia menyebutkannya sebagai awal
peperangan antara kaum muslimin dan kaum quraisy, dan ketika ia menulis tentang
hijrah ke Habasyah ia juga menyebutkan tentang perkembangan hubungan antara
kaum muslimin dengan kaum quraisy sejak awal dakwah dilakukan Nabi, dan ketika
ia menulis tentang hijrah ke Madinah, dia juga menggambarkan dengan hidup
tentang hubungan peristiwa itu dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya secara
runtut dan tidak terputus.
Apa yang
dilakukan urwah ini sangat besar nilainya, karena dia telah menegakkan tonggak
kajian sejarah, ketika dia mengumpulkan sejumlah besar hadits sejarah dalam
al-maghazi. Dia telah meletakkan dasar-dasar kajian ini dan telah pula
mencetuskan gagasan sejaah yang sangat berpengaruh.Apa yang sudah dimulai urwah
ini kemudian disempurnakan oleh al-zuhri.
3.
Muhammad Ibn Muslim Ibn Ubaidillah Ibn Syihab Al-Zuhri
Kebangkitan aliran sejarah di Madinah,
menurut Abd al-Aziz al-Duri, bagaimanapun tidak bisa dilepaskan dari Abu Bakr
Muhammad ibn Muslimin Ubaidillah ibn Abdillah ibn Syihab al-Zuhri(dikenal
sebagai al-Zuuhri), karena dialah yang menempatkan sejarah pada landasan yang
jelas dan menggambarkan orientasi studi sejarah.
Al-Zuhri wafat pada 17 Ramadhan 123
H/742 M. Para sejarawan berbeda pendapat tentang kelahirannya. Menurut
al-Waqidi dan al-Zubayr ibn Bakar, dia wafat dalam usia 72 tahun. Oleh karena
itu diperkirakan dia lahir pada tahun 51 H/671 M.
Al-Zuhri adalah seorang tokoh besar
ilmu hadist dan ilmu fiqh. Diantara gurunya adalah Sa’id Ibn Al-Musayyab, Aban
Ibn Ustman, Ubaidillah Ibn Abdillah Ibn Qutaybah Dan Urwah Ibn Al-Zubayr. Dia
dikenal sebagai orang yang sangat kuat ingatannya. Yang lebih penting lagi
adalah bahwa ia menuliskan riwayat-riwayat yang diterimannya dari guru-gurunya,
yang dimaksudkan untuk membantu menguatkan ingatannya itu. Tulisan-tulisan
itulah yang menyebabkan ia dipanang lebih tinggidari ulama generasinya.
Dalam bidang al-maghazi, al-Zuhri
terutama bersandar pada riwayat-riwayat yang diterima dari guru yang lama
digaulinya, Urwah ibn al-Zubayr. Dia membahas wilayah kajian yang sangat luas
di Madinah, dair hadist-hadits Rasul dan para sahabat Nabi. Hal itu sangat
dimungkinkan oleh kedudukan sosialnya yang tinggi, disamping kekuatan
ingatannya dan tulisannya tersebut.
Az-zuhri memiliki
prinsip berbeda, beliau tetap menghapal, namun memiliki nilai lebih yakni
menulis. Kegigihannya dalam membukukan hadits pun akhirnya mendapat dukungan
besar dari khalifah Umar ibn Abdl Aziz, dan imam as-suyuthi dalam bait
al-fiahnya mengatakan “orang pertama yang membukukan hadits dan atsar adalah
ibn Syihab atas perintah Umar.”[11]
Al-Thabri menyatakan bahwa al-Zuhri
adalah orang pertama yang meletakkan dasar ilmu al-maghazi (perang rasul),
sejarah quraisy dan Anshar, yang mengarang sejarah Rasulullah dan para
sahabatnya.[12]
Jelas bahwa kajian al-Zuhri berkenaan
dengan kehidupan Rasulullah. Dia memulai dengan sebagian peristiwa sebelum
islam dan sebagian lagi berhubungan dengan Rasulullah, kemmudian kehidupan
Rasulullah di Mekkah dan sesudah di Madina. Dalam tulisannya itu, ia sudah
menggunakan istilah al-maghazi untuk menyebut perang-perang rasulullah dan
al-sirah untuk menyebut riwayat hidup Nabi Muhammad saw. Namun, hal itu belum
tentu menunjukkan bahwa dialah yang pertama kali menggunakan kata tersebut.
Informasi tentang al-maghazi (perang
Nabi) yang ditulis oleh al-Zuhri tidak ditemukan lagi kecuali kutipan kutipan
yang terdapat didalam kitab-kitab sejarah karya ibn Ishaq, al-Waqidi,
al-Thabri, al-Baladzuri dan Ibn Sayyid
al-Nas.
Al-Zuhri
adalah orang yang pertama yang membuat kerangka jelas bagi penulisan
al-sirah(riwayat hidup Nabi), dia telah menggariskan dengan jelas sehinga para
sejarawan yang datang sesudahnya tinggal menyempurnakan kerangka itu denga
terperinci..
Pada dasarnya, pendekatan al-zuhri
dalam penulisan sejarah ini adalah pendekatan ilmu hadits. Perhatiannya adalah
terletak pada usahanya untuk mendapatkan riwayat hadits, termasuk didalamnya
riwayat sejarah. Dia berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan ilmu
merupakan kepentingan sosial dan agama, selain dari pada perbuatan taqwa.
Dengan aktivitas ilmiahnya itu ia mendapatkan posisi sosial yang tinggi.
Adapun metode yang digunakannya dalam
menilai hadits dan riwayat disandarkan pada metode isnad. Dalam hal isnad ini, dia dipandang sebagai seorang
yang sangat kuat, tetapi kadang-kadang ia merasa cukup dengan meriwayatkan
hanya dari satu orang tabi’in.
Langkah penting al-zuhri dalam
periwayatan peristiwa-peristiwa sejarah ini adalah pengguanaan isnad kolektif,
yaitu dengan mengumpulkan beberapa riwayat dalam kisah yang runtut yang
dikemukakan oleh perawi.
Riwayat-riwayat al-Zuhri, umumnya
memberikan informasi faktual dengan lenggam yang jelas, sederhana, dan
terfokus. Umumnya informasi sejarahnya itu bersumber dari hadits-hadits.
Sementara itu, ia berpendapat bahwa cerit rakyat juga tersisipkan didalam
tulisan-tulisan sejarahnya, seperti ‘Herakalius terhadap Agama Islam,
peringatan yang didengar oleh Kisra, dan rincan tentang peristiwa suraqah.
Sebagaimana halnya gurunya ‘Urwahibn
al-Zubayr, al-Zuhri juga kadang-kadang menyisipkan syair didalam
tulisan-tulisan sejarahnya, dan itu dianggap wajar pada masanya, karena syair
merupakan unsur penting dalam budaya Arab ketika itu.
Kajian sejarah al-Zuhri tidak terbatas
pada al-maghazi, tapi juga meliputi al-ansab (nasab, garis keturunan). Dia juga
menulis tentang peristiwa-peristiwa pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidin , seperti
pemilihan Abu Bakr sebagai khalifah, kebijakan politik Umar ibn al-Khathab,
kekhalifahan Itsman ibn Affan, pengumpulan dan penulisan al-Quran,
kritik-kritik terhadap Utsman, pengaruh buruk dari Marwan ibn al-Hakam, akhir
masa kekhalifahan Utsman, pemilihan Ali sebagai khalifah, peristiwa(perang)
Jamal, perang shiffin antara Ali dan Muawiyah, tahkim (arbitase),dan kekuasaan
Mu’awiyah.
4.
Musa ibn ‘Uqbah (w.141 H/758 M)
Musa ibn Uqbah adalah murid al-Zuhri.
Dia adalah seorang ulama yang menguasai banyak ilmu keagamaan islam, tetapi dia
lebih dikenal sebagai seorang yang banyak memiliki pengetahuan tentang
al-maghazi. Imam Malik ibn Anas berkata: “kalau ingin menimbailmu tentnag
al-maghazi yang palinh shahih (pada masa itu) adalah al-maghazinya Musa ibn
Uqbah. Sebagaimana gurunnya, al-Zuhhri dia dengan ketat berpegang pada metode
isnad dan penanggalan dan kronologi peristiwa.
C.
Aliran Irak
Yang terakhir
kali lahir aliran adalah aliran Irak ( Kufah dan Bashrah ). Aliran ini adalah
lebih luas lagi dari aliran-aliran sebelumnya, kerana aliran ini memperhatikan
arus sejarah sebelum Islam dan masa Islam sekaligus, dan sangat memperhatikan
sejarah para Khalifah.Kelahiran aliran Irak ini tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan budaya dan peradapan Arab.Mengapa begitu, karena perkembangan
kebudayaan bangsa Arab itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek
politik, sosial, dan budaya Islam yang tumbuh di kota-kota dan komitas-komitas
baru.
Setelah umat
Islam melakukan ekspansi, meraka berhasil pada masa ‘Uma ibn Khaththah,
orang-orang Islam mendirikan kota baru di berbagai daerah yang mereka taklukan,
diantaranra Kufah dan Bashrah di Irak, dengan membawa adat istiadat dan tingkah
laku mereka. Didua kota ini sebagai mana mereka di Jazirah Arab yang hidupnya
mengkelompok berdasarkan kabilah dan klan.
Sebagaimana di
Jazirah Arab pada masa Jahiliyah, di dua kota ini pun membangun pasar-pasar dan
menggelar puisi (syair ), di mana mereka dapat bersuka ria, berdiskusi, dan
membanggakan kabilah meraka dan klan mereka.
Aliran penulisan
sejarah awal Islam yang terakhir muncul adalah aliran Irak (Kufah dan
Bashrah).Kelahiran aliran Irak ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
budaya dan peradaban Arab Islam yang ketika itu telah memasuki Irak.Pada masa
kekhalifahan ‘Umar Ibn Khattab ekspansi Islam telah mencapai Irak, dan
menguasai daerah-daerah sekitar Irak.Umat Islam kemudian membangun kota-kota
tersebut hingga mencapai kemajuan.
Kemajuan tersebut melahirkan para sejarawan
yang berusaha menuliskan sejarah hidup bangsa, raja-raja, dan negaranya. Pada
mulanya, aliran Irak dalam meriwayatkan kisah-kisah sejarah lebih kepada lisan,
yaitu penyampaian cerita oleh narator dalam pertemuan suku dimalam hari, atau
oleh amir dalam sebuah kesempatan dipasar-pasar atau bahkan mesjid-mesjid kota.
Baru pada masa kekhalifahan Ali Ibn Abi Thalib, sejarah aliran Irak ditulis
oleh sejarawan. Penulisan tersebut pertama kali dilakukan oleh sekretaris
khalifah Ali r.a, ‘Ubaidillah ibn Abi rafi’ dalam karyanya Qadhaya Amir
al-Mu’minin (Perkara-Perkara Pengadilan amir al-mu’minin) dan Tasmiyah
man Syahada Ma’a Amir al-Mu’minin fi Hurub al-Jamal wa Shiffin wa Nahrawan min
al-Shahabah Radia Allahu ‘Anhum (Nama-Nama Para Sahabat yang Bersama Amir
al-Mu’minin dalam Perang Jamal Shiffin, dan Nahrawan).
Oleh karena itu, dia dipandang sebagai sejarawan pertama dalam aliran
irak ini.Dalam penulisan sejarah ini, dia diikuti oleh Ziyad ibn Abih yang
menulis buku dengan judul Matsalib al-‘Arab.
Setelah mereka berdua,
yaitu pada awal abad kedua Hijrah, mulai terlihat adanya perkembangan penulisan
sejarah karena banyaknya orang-orang yang ahli dalam bidang nasab (silsilah)
kabilah-kabilah dan warisan mereka yang menulis buku-buku yang memuat nasab,
syair, kisah sebagian kabilah.
Para penguasa Bani Umayyah sangat
berorientasi kearaban itu sangat mendorong kenyataan baru untuk fenomena
kebangkitan sastera dan pemikiran, khususnya yang berhubungan dengan
syair-syair Jahiliyah dan adat-istiadat Arab pra-Islam.Dalam hal ini, penguasa
Bani Umayyah ingin menciptakan Kufah dan Bashrah sebagai alternatif bagi Mekah
dan Madinah di masa Jahiliyah dalam lapangan sastera dan adat istiadat.
Dengan dukungan penguasa itu, Kufah
dan Bashrah berkembang menjadi kota-kota ilmu pengetahuan. Perkembangan pun
lebih lanjut karena hadirnyaorang-orang muslim dari negeri tetangga, seperti
Persia, syiria, dan kota-kota Irak lainnya. Selain menuntut ilmu di dua kota
ini, juga sangat berunttung dalam segi perdagangan dan industri.
Karena cakupan informasi dan subyek
kajiannya lebuh luas dari dua aliran sebelumnya, aliran Irak ini bisa disebut
dengan kebangkitan yang sebenarnya penulisan sejarah sebagai ilmu.
Selain ‘Ubaidillah ibn Abi Rabi’ dan Zayd ibn Abih,
para sejarawan dari aliran
Irak jumlahnya sangat banyak, yang terkenal adalah Abu Amr ibn al-Ala, Hammad
al-Rawiyah, Abu Mikhnaf, Awanah ib al-Hakam, Syayf ibn Umar al-Asadi al-Tamimi,
Nashr ibn Muzahim, al-Haitsam ibn Udi, al-Mad’ini, Abu Ubaydah Ma’mar ibn
Al-Mutsni al-Taymi, al-Ashma’I, Abu al-Yaqzhan al Nassabah, Muhammad ibn
al-Sa’ib al-Kalibi, dan Haisyim ibn Muhammad al-Sa’ib al-Kalibi. Yang
terpenting diantara mereka adalah Awanah ibn Al-Hakam, Sayf ibn Umar al-Asadi
al-Tamimi, dan Abu Mikhnaf.
Yang terpnting
diantara mereka adalah ‘Awanah ibn
al-Hakam (w. 147/764 M), Sayf ibn ‘Umar al-Asadi al-Tamimi (w. 180/796 M), dan
Abu Mihknaf (w. 157/774 m).
1. ‘Awanah Ibn Al-Hakam (W. 147/764 M)
‘Awanah ibn al-Hakam adalah seorang
penulis yang berasal dari Kufah yang ketika itu merupakan salah satu pusat
politik dan kebudayaan.Ia memiliki kesukaan khusus kepada syair dan nasab.
Beliau ini lebih cinderung ke
pandangan politik Syria (bani Umayyah) dalam masalah politik yang berkembang
pada saat itu serta juga mengumpulkan biografi mengenai Mu’awiyah serta
orang-orang penting dari Bani Umayyah.
Sebuah risalah yang berjudul Kitab Tarikh ( Buku Sejarah) juga
dinisabkan kepadanya, yang karena tidak ditemukan lagi diperkirakan berbicara
tentang masalah sejarah Islam pada abad pertama Hijriah. Para sejarawan
belakang telah mengutip karya ini dan suatu studi yang cermat mengenai kutipan
tersebut menunjukan kutipan-kutipan tersebut ini berhubungan dengan masalah
al-Khulafa al-Rasyidin, Perang Riddah, ekspansi Islam pertama ke Irak dan Syria,
dan masih banyak lagi.
Riwayat-riwayat ‘Awanah ibn al-Hakam
sampai kepada kita lewat ibn Kalbi, al-Mada`ini, dan Haitsam ibn ‘Adi, yang
mungkin telah menerima hikayat ini langsung dari ‘Awanah atau dari kumpulan bukunya.
Karya-karya sejarah dalam corak ini
terus berkembang terutama ketika persaingan antar bangsa meningkatkan pada masa
Daulat Bani Abbas.
2. Sayf ibn ‘Umar al-Asadi al-Tamimi (w. 180/796 M)
Sayf ibn ‘Umar al-Asadi al-Tamimi ini
juga berasal dari liran Kufah. Menurut catatan Ibn al-Nadim dalam kitabnya al-Fihrasat, dia telah menyusun dua
karya sejarah, yaitu (1) kitab al-Futuh
al-Kabir wa al-Riddah (Buku tentang Ekspansi Besar dan Perang Riddah), dan (2)
Kitab al-Jamal wa Syair ‘Aisyah wa ‘Ali (Buku tentang Perang Jamal [Onta] dan riwayat hidup ‘Aisyah dan ‘Ali).
Karya terakhirnya adalah tentang pembunuhan Utsman.
Dalam tulisannya ini Sayf
menggabungkan versi Irak dan Madinah dalam masalah-masalah peristiwa besar
politik.
3. Abu Mihknaf (w. 157/774 m)
Nama lengkap Abu Mihknaf adalah Abu
Mihknaf Luth ibn Yahya ibn Sa’id ibn
Mihknaf ibn Sulaym al-Azdi. Dia adalah seorang akhbari (periwayat sejarah) terkenal pada masa akhir pemerintahan
Bani Umayyah.Ia juga berasal Kufah dan memiliki spealisasi dalam ilmu nasab.
Abu mihknaf ini berbeda dengan
sejarawan Madinah pada masanya, dia tidak begitu teliti dalam masalah isnad. Secarah berlebihan ia memasukan
dalam karyanya mengenai perang Shiffin, serta kisah-kisah suku dan isu-isu
local.oleh karena itu, para ahli hadits menempatkan sebagai seorang periwayat
yang lemah.
Abu Mikhnaf ini telah berbicara
mengenai hikayat selama masa pemerintahan Bani Umayyah, dan para sejarawan
belakang secara dominan mendapatkan informasi yang mereka butuhkan darinya. Di
dala al-Fihrasat karya ibn al-Nadim disebutkan bahwa Abu Mikhnaf telah menulis Kitab al-Riddah ( Buku tentang Perang
Riddah), Kitab Futuh al-Syam (Buku
tentang Ekspansi Islam ke Syria), Kitab
Futuh al-‘Iraq ( Buku tentang Ekspansi Islam ke Iraq), dll.
Nama Abu Mikhnaf disebut dalam karya
al-Thabari lebih dari 354 kali.Hal ini karena al-Thabari banyak sekali menhutip
tulisan-tulisan Abu Mikhnaf.Di samping menunjukkan luasnya wilayah kajian Abu
Mikhnaf, hal itu juga menunjukkan demikian percayanya al-Thabari terhadapnya.
D. Pertemuan Tiga Aliran
Periwayat awal sejarah yang berasal
dari kota Madinah sangat dipengaruhi oleh ideologi islam, pada saat yang sama
rekan mereka di daerah lain terpengaruh oleh prasangka kesukuan atau
keecendrungan politik lokal. Sebagian besar dari informasi tentang sirah
(riwayat hidup Nabi Muhammad SAW) dikumpulkan di madinah, tempat nabi hidup
selam sepuluh tahun, karena hadits nabi banyak terkumpul di kota itu. Adalah
wajar bila struktur penulisan sirah atau (maghazi) diambil daari kepustakaan
hadits, serta beberapa prinsip penelitian keshahihan informasi keduanya
dipengaruhi pula oleh prinsip penelitian keshalihan hadits.
Aliran madinah cukup teliti dalam
memakai prinsip-prinsip dalam setiap periwayatan, kadang-kadang mereka memakai
isnad jama’i (isnad kolektif) dan isnad itu selalu diulang ketika mereka
menyampaikan suatu riwayat, baik sebagian maupun keseluruhannya. Pada saat yang sama sejarawan dari aliran lain
menunjukkkan konsentrasi pada teks cerita.
Sejarawan kufah dan bashrah sangat
cendrung untuk mendukung bahasan sejarahnya dengan susunan syair, sementara
para periwayat aliran madinah justru sangat hati-hati dalam menggunakan syair
itu.
Aliran Madinah juga dapat dibedakan
dengan aliran lainnya, karena aliran ini mempunyai kecendrungan khusus dalam
mementingkan aspek yang paling tidak berwarna keagamaan, seperti al-sirah dan
al-maghazi serta hadits. Pada saat yang sama, sejarawan aliran irak
mengkhususkan diri dalam peristiwa-peristiwa penting, nasab(geneologi), berita
peperangan dan lain-lain.
Dalam kesempatan ini, kita akan
meninjau tiga sejarawan masa awal islam yang diperselisihkan itu.
1.
Muhammad ibn Ishaq ibn Yasar (w.50 H)
Dia sangat dikenal sebagai seorang
ahli dalam bidang al-sirah dan oleh Muhammad Ahmad Tahrini, dipandang sebagai
tonggak penting aliran Madinah. Alasannya, karena penulisan al-sirah merupakan
ciri utama aliran madinah, justru mencapai puncaknya oada karya Muhammad ibn
Ishaq Yasar ini.Ia yang pertama kali menulis sirah Rasulullah, yang merupakan
biografi Rasulullah pertama yang paling komprehensif.[13]
Karyanya yang sangat terkenal adalah
al-sirah al-nabawiyah, yang lebih dikenal dengan nama Sirah ibn Ishaq, yang
dipersembahkannya kepada Abu ja’far al-Manshur, khalifah Bani Abbas kedua.[14]
Kitab al-sirahnya ini dibagi menjadi
tiga bagian. Pertama, al-Mubtada’ berisi sejarah mulai dari masa
penciptaan nabi Adam sampai kenabian Isa as. Kedua, al-mab’ats , berisi
perjalanan kerasulan Muhammad saw. Ketiga, al-maghazi berisi
perang-perang umat islam di Madinah pada masa Rasulullah saw.
2.
Al-Waqidi (130-207 H/748-823 M)
Setelah Ibn Ishaq, yang terbesar dalam
penulisan al-maghazi adalah Muhammad Ibn Umar al-waqidi (w.207 H/823 M).
Sebagaimana Ibn Ishaq, banyak pemerhati historiografi islam yang menempatkannya
sebagai tonggak penting aliran Madinah. Akan tetapi, baik metode yang
digunakannya maupun materi sejarah yang dibahasnya sudah jauh melampaui
batas-batas aliran Madinah.
Al-waqidi lahir di Madinah pada tahun
130 H dan wafat di Baghdad pada tahun 207 H/823 M. Dia adalah seorang ahli
hadits, ahli fikih, pengembara, dan sejarawan arab terkenal. Pengembaraannya
berkisar di kota-kota Hijaz (Mekah, Madinah, Ta’if, dan Jeddah) dan kota-kota
di Syria, Baghdad, dan lain-lain. Kepustakaan pribadinya penuh dengan buku. Dia
merupakan penulis kitab, yakni kitab al-maghazi, sebuah karya terkenal dibidang
keiliteran dari Nabi Muhammad saw.[15]
Dia dapat dikatakan sebagai seorang
ulama yang produktif.Akan tetapi sebagian besar bukunya membahas judul-judul
(peristiwa) sejarah.Karya-karyanya ini banyak dikutip oleh muridnya Ibnu Sa’ad
(w. 230 H/844 M) dan Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir al-Thabari. Al-thabari
sendiri mengutip pendapatnya di 317 tempat di dalam buku sejarahnya Tarikh
al-thabari, yaitu yang berkenaan dengan masalah-masalah yang menyangkut
biografi Nabi Saw, perang-perang Nabi Saw, sejarah khilafah sampai tahun 179 H.
Kutipan-kutipan para sejarawan
sesudahnya membuktikan bahwa al-waqidi pernah menulis buku tentang (1)
kabilah-kabilah Arab pra-islam, (2) sejarah dakwah Nabi saw, (3) wafatnya Nabi
saw, (4) peristiwa Tsaqifah (pertemuan kaum Anshar dan kaum Muhajirin di
Balairung Bani sa’idah untuk menentukan kepemimpinan setelah Rasulullah Saw.
wafat) dan pembaiatan (bay’at) Abu Bakr al-shiddiq sebagai khalifah, (5) perang
riddah (632), (6) ekspansi islam ke suriah dan irak, (7) terbunuhnya utsman bin
affan, tentang perang jamal (unta) dan perang siffin, (8) tentang sejarah
gubernur dan kadi (hakim) kufah dan basra, semacam kitab Thabaqat (buku kumpulan biografi tokoh), (9)
masalah-masalah yang berhubungan dengan kota-kota dan lembaga-lembaga
keislaman, dan (10) sejarah khalifah sampai tahun 179 H/795 M yang berjudul
al-Tarikh al-kabir (sejarah besar).[16]
Dalam metode penulisannya, seperti
tampak dari karyanya al-maghazi ini, ia menyebutkan sumber-sumber periwayatan
secara umum saja. Di dalam mukadimah kitabnya ini, ia menyebutkan nama-nama
perawi yang dijadikannya sandaran. Oleh karena itu, ketika ia menerangkan satu
peristiwa perang, ia cukup mengatakan:qalu (mereka berkata). Tetapi, di lain
kesempatan, ia membuka pembahasan tentang ghajwah atau sariyyah enggan menyebut
sanad-sanadnya.
Peristiwa itu disusun secara
kronologis.Setiap ghazwah dan sariyyah dijelaskan dengan menyebutkan panglima
perangnya, masa terjadinya perang, lokasi geografis terjadinya perang, dan
hasil yang dicapai dalam peperangan.
Dia juga bahkan menerangkan nama-nama
sahabat yang menafkahkan hartanya untuk keperluan perang, orang-orang yang
diajak Nabi saw. bermusyawarah memecahkan persoalan-persoalan perang,
orang-orang yang tertawan, yang terbunuh sebagai pahlawan (syahid) dari
kalangan umat islam dan tentara yang terbunuh dari pihak musuh, dan orang dari
kalangan sahabat yangditugaskan mewakili Nabi saw. Bagian ini ditutupnya dengan
kesimpulan bahwa ghazwah terjadi 27 kali, sementara sariyyah sebanyak 47 kali.
Dalam metode penulisannya, ia berusaha
melepaskan corak penulisan sejarah dari corak penulisan hadits. Pertistiwa
sejarah dipaparkannya dengan menggunakan metode naratif.
Dilihat dari subyek kajian sejarahnya
dan corak penulisannya yang kelihatan berusaha melepaskan diri dari isnad, dia
dapat disamakan dengan Muhammad ibn ishaq. Walaupun dia oleh banyak pengkaji
historiografi islam dimasukkan sebagai salah seorang tokoh sejarawan aliran
madinah, sebenarnya dia sudah jauh melewati batas-batas “metodologi” aliran
madinah.
Sebagaimana halnya dengan Muhammad ibn
ishaq, dalam periwayatan hadits namanya tidak begitu popular.Ada yang
menilainya sebagai dapat dipercaya dan ada juga yang menganggap
hadits-haditsnya sebagai tidak kuat.
3.
Muhammad Ibn sa’ad (168-230 H/784-845 M)
Muhammad ibn sa’ad lahir di Bashrah
pada tahun 168 H dan wafat di baghdad pada tahun 230 H/844 M. Dia adalah
seorang ahli hadits dan sejarawan muslim
yang terkenal dengan penulisan at-Thabaqat (peringkat-peringkat para
tokoh).
Ibn Sa’ad memiliki gelar kehormatan yang banyak.Ia adalah
seorang al-hafidz, al-’amalah, al-hujjah, al-tsiqah dan lain sebgainya.Ini
membuktikan keilmuan ibn sa’ad yang luas, baik itu ilmu sejarah maupun hadits;
meliputi pelacakan dan periwayatannya, keghariban dan pemahamannya.[17]
Menurut Al-Dzahabi seorang kritikus
hadits, menilainya sebagai seorang yang kuat hafalan, menguasai banyak ilmu
secara mendalam dan meriwayatkan hadits yang dapat dijadikan hujah.[18]
Sebagaimana gurunya, ia juga dikenal
sebagai seorang sejarawan produktif dikemudian hari. Diantara karangannya
adalah Kitabb at-Thabaqat al-Kabir(buku besar tentang peringkat para
tokoh) dan kitab at-Thabaqat as-shaghir (buku kecil tentang peringkat
para tokoh).
Dari kedua
karangnya ini yang paling terkenal adalah kitab at-thabaqat al-kabir (8
jilid). Ia mengemukakan bukti-bukti yang dapat dipercaya dan mengutip dokumen asli
secara menyeluruh dan sempurna.
Dua jilid pertama buku ini berkenaan
dengan biografi Nabi saw. Dan perang yang dibawah komandonya. Setelah itu ia
memasukki pembahasan para sahabat, yakni tentang pembagian atau penggolongannya
menjadi beberapa peringkat.
Dalam menulis Thabaqat (peringkat)
para sahabat, tabi’in, dan generasi sesudahnya, ia juga mengumpulkan
sanad-sanad disamping menyempurnakannya dengan sanad-sanad yang berdiri
sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·
Riwayat-riwayat
tentang Yaman dimasa silam kebanyakan dalam bentuk hikayat (al-qashash,
cerita), sebagaimana al-ayyam dikalangan Arab data Utara. Isinya adalah
cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan. Oleh karena itu , para
sejarawan tidak menilai hakikat-hakikat itu sebagai memiliki nilai historis.
Para penulis dari alairan Yaman adalah : Al-ahbar, Wahb ibn Munabbih, dan ‘Ubay
ibn Syariyah.
·
Aliran
madinah , yaitu aliran sejarah ilmiah yang mendalam, yang banyak memperhatikan
al-maghazi (perang-perang yang dipimpn langsung oleh Rasulullah saw) dan
biografi nabi (al-sirah al-nabawiyyah), dan berjalan di atas pola hadits, yaitu
sangat memperhatikan sanad.
·
Penulisan
sejarah berdasarkan aliran irak yang dilakukan oleh Ubaidillah ibn Abi Rafi. Ia
menulis buku berjudul Qadhaya Amr Al-Mukminun ‘Alay Al-Salam, oleh karena itu
dia diandang sebgai sejarawan pertama dalam aliran irak. Mereka mengumpulkan
maasalah seperti perang shiffin atau peristiwa karbala dan lain sebagainnya.
·
Pertemuan antara aliran penulisan sejarah yaitu sejarawan Muhammad ibn
Ishaq ibn Yasar dari, al-waqidi dan Muhammad ibn Sa’ad. Mereka masing-masing
sama dalam menulis sebuah , yaitu kisah perang Nabi, biografi Nabi dan lain
sebagainya. Dan diantara tiga sejarawan diatas, mereka berasal dari satu
aliran, yaitu aliran Madinah.
DAFTAR
PUSTAKA
Yatim, Badri, Historiografi Islam, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997.
http;//viosixwey.blogspot.co.id/2015/05/sejarahbiografiriwayat-ibnu-ishaq-adalah.html.
http;//mgmppaijombang.com./ibn-sa’ad-dan-kitab-thobaqat/
[1]Badri yatim,
Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997).hlm.49
[2]Ibid.
[5]Ibid.
[6]Ibid.
[12] Badri Yatim, Op. Cit. hlm. 65
[13] http;//viosixwey.blogspot.co.id/2015/05/sejarahbiografiriwayat-ibnu-ishaq-adalah.html,
pukul 11.18, tgl 18-03-2016
[15]https://aidi.m.wikipedia.org/wiki/al-wakidi.
pukul 11.21 , tgl 28-03-2016
[17]
http;//mgmppaijombang.com./ibn-sa’ad-dan-kitab-thobaqat/ pukul 11.23, tgl
28-03-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar